Mohon tunggu...
Mahmud Kusbiantora
Mahmud Kusbiantora Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa Magister Akuntansi Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak, NIM: 55520120035, Mahmud Kusbiantora, Universitas Mercu Buana Menteng Jakarta

Jangan Pernah menyerah Mengejar Mimpi walau sesulit apapun... "Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan." (QS Al Insyirah 5)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB_2 Cara Memahami Peraturan Perpajakan Internasional Pendekatan Seni; Penghindaraan Pajak dalam Islam Secara Legal dengan P3B

23 Mei 2022   22:29 Diperbarui: 23 Mei 2022   22:33 1577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain itu kalau kita berbicara umum, global dan pendapat jumhur ulama sebenarnya pajak itu tidak ada dalam Islam. Tidak ada sama sekali dan tidak boleh negara hidup dari pajak. Ia mengibaratkan pajak sebagai perampokan yang dilakukan oleh Negara terhadap hasil jerih payah masyarakat.

Pendapat tersebut terdengar begitu familiar dengan pendapat pakar ekonom liberal seperti Robert Nozick. Nozick menyamakan pajak dengan perampokan jam kerja warga negara. Dalam uang yang dimiliki oleh warga negara, terkandung curahan tenaga yang dikeluarkan dalam proses kerja dan negara yang mengambil uang dari warga negara yang berpunya dalam bentuk pajak, sama halnya sedang memaksa warga negara tersebut bekerja demi tujuan selain yang dikehendakinya: melakani kalangan berkekurangan.

Selanjutnya sejalan dengan aturan Agama Islam, Wajib Pajak yang mempunyai usaha lintas negara dapat melakukan penghindaraan pajak dengan cara legal yaitu dengan menggunakan Penghindaraan Pajak Internasional atau Penghindaraan Pajak Berganda (P3B).

Persetujuan Penghindaraan Pajak Berganda (P3B) adalah suatu perjanjian internasional, dalam satu/lebih instrument dengan nama apapun yang disepakati oleh dua (bilateral) atau lebih negara (multilateral) dan tunduk pada hukum internasional.

Pengenaan pajak merupakan kedaulatan negara yang diatur dalam suatu perangkat hukum atau kententuan peraturan perundang-undangan (selanjutnya disebut dengan 'ketentuan'). Demikian pula kedaulatan pengaturan aspek internasional dari ketentuan pajak suatu negara.

Pajak internasional merupakan suatu teminologi yang merujuk pada aspek internasional dari ketentuan pajak masing-masing negara. 

Kedaulatan negara untuk mengatur aspek internasional dari ketentuan pajaknya dapat saja berbeda dan saling berbenturan dengan negara lainnya sehingga dapat terjadi saling klaim hak pemajakan terhadap suatu objek pajak maupun subjek pajak yang sama.  Untuk itu, perlu dibuat suatu 'norma pajak internasional' sebagai suatu panduan yang berlaku secara umum dan internasional.

Norma pajak internasional tersebut pada esensinya mengatur bahwa suatu negara tidak dapat menerapkan iklim hak pemajaknnya terhadap negara lain apabila tidak terdapat faktir penghubung tertentu (connecting factor) yang dipersyaratkan. Pada umumnya terdapat dua faktor penghubung yang dituangkan dalam ketentuan pajak dari suatu negara ketika mengatur aspek internasional dari ketentuang pajaknya yaitu:

  1. Personal Connecting Factor
    Mengaitkan hak pemajakan suatunegara berdasarkan status subjek pajakanya 'terhubung' dengan negara tersebut. Untuk subjek pajak orang pribadi keterhubungan tersebut ditentukan berdasarkan kriteria tempat tinggal atau keberadaan. Sementara itu, untuk subjek pajak badan keterhubungannya didasarkan atas kriteria tempat didirikan atau tempat kedudukan. Olehkarena penekanannya adalah keterhubungan antara negara dan subjek pajaknya, konsep ini juga disebut dengan konsep residence atau personal attachment.

  2. Objective Connecting Factor
    Faktor penghubung ini mengaitkan hak pemajakan suatu negara berdasarkan keberadaan aktivitas ekonomi atau objek pajaknya 'terhubung' dengan daerah teritorial suatu negara. Keterhubungan tersebut biasanya ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut: tempat suatu harta, tempat aktivitas pemberian jasa, tempat kontrak ditanda tangani, tempat pembayar penghasilan berdomisili atau tempat pembebanan biaya. Oleh karena penekanannya adalah keterhubungan antara negara dan letak objek pajaknya, konsep ini disebut dengan konsep source  atau objective attachment.

Selanjutnya berdasarkan laman resmi kementerian keuangan Republik Indonesia, Persetujuan Penghindaraan Pajak Berganda (P3B) atau tax treaty adalah pengenaan pajak lebih dari satu kali oleh dua negara atau lebih atas suatu penghasilan yang sama. Pajak Berganda Internasional terjadi ketika seseorang atau subjek pajak memperoleh penghasilan dari luar negeri dan atas penghasilan tersebut dikenakan pajak baik di Negara domisili maupun negara sumber. artinya Pajak Beganda Internasional terjadi karena Negara menerapkan azas domisili dan azas sumber. Pajak Berganda Internasional (PBI) berdampak pada tambahan beban ekonomi bagi perorangan atau subjek pajak dan menghambat aliran investasi antar Negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun