Suasana Rumah Sakit di bilangan Pondok Labu Jakarta Selatan tampak lengang, ketika tanganku ikut mendorong kasur roda membantu suster membawa lelaki yang teramat jasa di kehidupanku. Lelaki setengah tua berbaring menahan sakitnya, saat itu akan masuk ke ruang operasi. Tampak wajahnya sedikit pucat, karena sakit yang di deritanya cukup lama.
Diagnosa terakhir dari Dokter, Ayah sakit hernia. Penyakit akibat organ dalam mendorong benjolan di dalam otot dan jaringan lemah. Penyebab utamanya karena aktivitas berat yang sering dilakukan berlebihan seperti angkat beban dan lain-lain.
" Ya Allah..." Ayah merintih, Aku tak tega melihatnya. Ku usap-usap badannya untuk meredakan rasa sakit, walau tak banyak membantu. Ia meringkuk dan menahan rasa sakit yang teramat sangat. Sambil terus berdoa, ku coba menenangkan Ayah.
Suster membawa ke dalam ruang Operasi, Aku diminta tunggu di luar.
Di luar ku lihat Ibu duduk di koridor Rumah Sakit.
"Bu, banyak-banyak berdoa untuk kesembuhan Ayah.." pintaku sambil kupegang tangan Ibu yang mulai keriput.
Ibu mengangguk lemah.
Setengah jam berlalu, seorang Dokter memanggil dari ruang operasi.
" Keluarga dari Bapak Hasan"
" Iya Dok, saya..."
" Mohon masuk ke dalam ya.."
"Baik Dok..."
Di ruangan operasi yang dingin, tampak Ayah terbaring. Bagian perut ke bawah terbuka, ku lihat operasi sedang berlangsung.
"Kami sudah melakukan tindakan operasi Bapak Hasan, saya melihat ada penyakit lain di bagian bawah perutnya. Ternyata Bapak punya sakit usus buntu. Bagaimana, mau sekalian di operasi atau nanti saja?" tanya Dokter kepadaku.
" Sekalian saja Dok, " Jawabku mantap, sebab kalau di tunda justru timbul masalah lagi, pikirku.
"Baik, atas persetujuan keluarga jadi sekalian di operasi ya..Baik " kata Dokter sambil meminta Aku keluar ruangan kembali.
"Kenapa Nak?" Ibu bertanya
"Dokter minta persetujuan keluarga, ada penyakit yang di derita Ayah selain hernia Bu.."
"Sakit apa?"
" Usus buntu, Bu.. Aku bilang sekalian saja di Operasinya"
"Iya Nak"
Aku anak pertama, semua yang terjadi pada kedua orang tuaku merupakan tanggung jawabku. Keputusan terbaik buat Ayah, agar sehat.
...................
Di ruangan itu ada beberapa pasien yang sekamar dengan Ayah. Operasi sudah selesai dua jam yang lalu. Adik-adik kandung dari Ayah datang menjenguk bergantian, maklum Ayah anak pertama.
Malam itu Aku jaga Ayah di Rumah Sakit, Ibu kuminta pulang ke rumah agar bisa istirahat. Aku minta cuti beberapa hari dari tempatku bekerja, agar fokus merawat Ayah.
Pikiranku terbayang dimasa lalu...
"Yah... ini dibawa ya?" tanyaku pada Ayah sambil menunjuk tumpukan semangka di karung.
"Iya, angkut saja" jawab Ayah sambil memilih buah nanas dan pepaya.
Ku angkut semangka di karung di pangkalan Bajaj, angkutan beroda tiga berwarna merah yang biasa mangkal di pojok pasar. Keringatku bercucuran setelah mengangkut semangka di pundakku.
Hari itu dan seterusnya, Aku membantu belanja Ayahku di Pasar Blok.A daerah Panglima Polim. Mengingat Ayah sudah tak kuat belanja dan mengangkat yang berat-berat. Ayah berjualan buah-buahan di pinggir jalan raya dekat rumah.
Usiaku masih 17 tahun, masih sekolah di SMA. Adik-adikku juga masih sekolah. Pagi bantu Ayah belanja dan siang Aku sekolah.
"Nak, belajar yang rajin ya..." kata Ayah suatu ketika.
"Iya, yah..." jawabku sambil membereskan buku sekolah.
"Ingat Nak, kamu harus jadi orang sukses melebihi Ayah. " pesan Ayah
"Baik Yah..."
Bayangan masa laluku buyar ketika Ayah batuk di ranjangnya. Segera ku dekati Ayah.
"Ayah, mau minum?" tawarku
Ayah mengangguk pelan, ku ambilkan gelas di meja lemari. "Pelan-pelan minumnya" kataku mengingatkan seraya meminumkan gelas ke mulut Ayah.
"Jam berapa sekarang?"
"Jam 2 Yah..."
"Kamu tidak tidur, Nak?"
"Belum mengantuk Yah... nanti saja"
"Istirahat Nak, kamu nanti sakit"
"Baik Yah, sebentar saya mau salat malam dulu"
Langkahku menuju tempat kamar mandi di ujung ruangan, berwudhu kemudian salat malam dua rakaat. Tak lupa ku berdoa, munajat untuk kesembuhan dan kesehatan Ayah.
...................................
20 tahun kemudian
Hujan yang mengguyur kota Depok semalam membuat warga di daerah Cimanggis enggan untuk bergerak bangun terlebih hari itu hari libur.
Jalan masih basah, angin sejuk menerpa wajahku selepas salat subuh di Masjid. Kakiku melangkah ke kediaman Ayah, yang tak jauh dari Masjid. Setelah ku buka pintu gerbang, ku ketuk pintu depan sambil mengucap salam.
Pintu dibuka Ayah dengan berjalan tertatih-tatih, sudah tiga hari ini Ayah sakit. Yang dirasakan ketika mau makan selalu mual, hingga tak ada satu pun makanan yang masuk.
Ku raih tangan Ayah dengan takzim ku cium tangannya.
"Ayah... hari ini kita periksa ke Dokter ya" ajakku
"Tak usah Nak, besok juga sembuh kok"
" Sembuh bagaimana Yah? Lihat wajah Ayah masih pucat, Badan kian kurus akibat makanan tak ada yang masuk. "
"Kalau Ayah di rawat di Rumah Sakit, kan bisa terjaga dan makanan bisa di bantu dengan air infus" ucapku memberi argumen.
Sepeninggal Almarhum Ibu, Ayah tinggal sendiri. Anak-anaknya bergantian untuk menginap di rumah Ayah.
"Hariini Aku libur, jadi bisa maksimal bantu Ayah untuk mempersiapkan sesuatunya ke Rumah Sakit" kataku sambil terus membujuk Ayah agar mau di rawat di Rumah Sakit.
Lama ia berpikir, sambil duduk di pinggir tempat tidurnya.
"Apa yang Ayah pikirkan sebenarnya?" tanyaku penuh selidik. Aku tahu ada beban pikiran yang membuat Ayah jadi sakit. Semua penyakit berawal dari beban pikiran.
 "Ayah... Ayah ingat tidak, pesan dari seorang praktisi kesehatan sekaligus ulama yang mengatakan hampir semua penyakit yang kita derita berawal dari pikiran? " tanyaku sambil membuka ingatan Ayah.
Ayah mengangguk mengiyakan.
Pelan tapi pasti ia ceritakan semua keresahan yang menjadi pikirannya selama ini, ku dengarkan dengan seksama. Sambil tanganku memijit punggung badannya, ku coba membantu Ayah untuk mengingat Allah dan berusaha agar Ayah melepaskan beban pikirannya.
"Ingat Yah... dengan berdzikir mengingat Allah maka hati menjadi tenang. Itu janjiNya dalam Al-Qur'an" kataku tanpa bermaksud menggurui.
Sesekali ia memegang perutnya yang terasa sakit.
"Nah... sekarang siap-siap yuk kita ke Dokter" Ajakku
Ayah mengangguk, segera ku siapkan pakaian ganti dan beberapa alat mandi serta sesuatu yang diperlukan saat di Rumah Sakit.
................................................
Seminggu Ayah dirawat di Rumah Sakit, wajahnya terlihat agak segar dan sehat. Makannya pun lahap, sarapan yang diberikan Rumah Sakit habis tanpa sisa.
"Bapak Hasan, hari ini sudah boleh pulang ya.. tolong di urus administrasinya siang ini segera" ujar Dokter saat mengunjungi Ayah.
Ayah penuh suka cita mendengar perkataan Dokter.
"Baik Dokter, terima kasih" Jawabku
Setelah mengurus administrasinya, ku antar Ayah pulang. Di perjalanan menuju rumah banyak yang di ceritakan Ayah tentang Aku, dari Aku kecil hingga besar. Memorinya ke masa lalu membuatku terharu, semakin aku bangga pada Ayah.
Dalam hati Aku berpikir, Ayah... perjuanganmu tak sia-sia, anak-anakmu telah menjadi orang sukses. Ku peluk erat Ayahku dengan rasa cinta dan bahagia.
         Depok, Oktober 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H