Yang juga menarik dari hadits ini adalah bagaimana tokoh sentral dalam cerita ini yaitu Abu Sufyan.
Abu Sufyan ketika belum masuk Islam begitu jahat, tetapi setelah masuk Islam, Rasulullah SAW memaafkannya, termasuk juga istrinya Hindun. Bahkan salah satu putri Abu Sufyan dinikahi Rasulullah SAW, yaitu Ummu Habibah.
Abu Sufyan memiliki anak juga bernama Muawiyah bin Abu Sufyan. Muawiyah inilah yang mendirikan dinasti besar Bani Umayyah. Raja yang paling terkenal dari Bani Umayyah adalah Umar bin Abdul Aziz.Â
Di sisi lain, kaisar Heraklius, walaupun sudah mengetahui bahwa sifat-sifat Nabi SAW sesuai dengan apa yang tertulis di kitab mereka, tetapi ia tetap mengingkari Nabi SAW.
Hal ini disebabkan karena Kaisar Heraklius takut kekuasannya hilang dan diambil oleh Nabi SAW. Ini adalah kezaliman dan kesombongannya, padahal hati kecilnya mengakui Nabi SAW sebagai Rasul (QS An-Naml: 14).
Begitu juga halnya ketika Bani Israil menolak dakwah Nabi SAW di Madinah. Penolakan bukan karena isi dakwah Nabi SAW, tetapi karena mereka tidak terima bahwa turunnya Nabi yang diisyaratkan kitab mereka berasal dari orang Arab. Karena biasanya, Nabi-nabi sebelumnya datang dari golongan mereka.
Mereka melakukan ini karena ada sifat iri, dengki pada diri mereka sendiri (QS Al-Baqarah: 109).
Kaidah lain dari Hadits ini adalah bahwa ciri utama dari kenabian itu dari akhlaknya.
Akhlak Nabi SAW adalah akhlak yang perlu diteladani oleh umat Islam. Akhlak inilah yang akan menjadi representasi Islam di mata non-muslim.Â
Ketika akhlak sebagai seorang muslim tidak direpresentasikan dengan baik, maka Islamofobia bisa saja terjadi.
Istilah Islamofobia sering dipahami sebagai gelombang prasangka, diskriminasi, ketakutan, dan kebencian terhadap Islam dan muslim.