Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Kisah Heraklius dan Abu Sufyan

10 April 2022   17:58 Diperbarui: 10 April 2022   18:05 2930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kitab Shahih Bukhari (sumber: muslim.or.id)

Ramadan hari kedelapan. Kita akan melanjutkan pembahasan hadits dari Kitab Shahih Bukhari. Kita sudah memasuki pembahasan hadits keenam pada bab permulaan wahyu. Hadits ini berisi dialog yang panjang antara Kaisar Heraklius dan Abu Sufyan. Berikut teks haditsnya:

Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman Al Hakam bin Nafi' dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri telah mengabarkan kepadaku Ubaidillah bin Abdullah bin 'Utbah bin Mas'ud bahwa Abdullah bin 'Abbas telah mengabarkan kepadanya bahwa Abu Sofyan bin Harb telah mengabarkan kepadanya; bahwa Heraklius menerima rombongan dagang Quraisy, yang sedang mengadakan ekspedisi dagang ke Negeri Syam pada saat berlakunya perjanjian antara Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan Abu Sofyan dan orang-orang kafir Quraisy. Saat singgah di Iliya' mereka menemui Heraklius atas undangan Heraklius untuk diajak berdialog di majelisnya, yang saat itu Heraklius bersama dengan para pembesar-pembesar Negeri Romawi.

Heraklius berbicara dengan mereka melalui penerjemah. Heraklius berkata, "Siapa di antara kalian yang paling dekat hubungan keluarganya dengan orang yang mengaku sebagai Nabi itu?"

Abu Sofyan berkata; maka aku menjawab, "Akulah yang paling dekat hubungan kekeluargaannya dengan dia."

Heraklius berkata, "Dekatkanlah dia denganku dan juga sahabat-sahabatnya."

Maka mereka meletakkan orang-orang Quraisy berada di belakang Abu Sofyan. Lalu Heraklius berkata melalui penerjemahnya, "Katakan kepadanya, bahwa aku bertanya kepadanya tentang lelaki yang mengaku sebagai Nabi. Jika ia berdusta kepadaku maka kalian harus mendustakannya."

Demi Allah, kalau bukan rasa malu akibat tudingan pendusta yang akan mereka lontarkan kepadaku niscaya aku berdusta kepadanya. Abu Sofyan berkata; Maka yang pertama ditanyakannya kepadaku tentangnya (Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam) adalah, "bagaimana kedudukan nasabnya di tengah-tengah kalian?"

Aku jawab, "Dia adalah dari keturunan baik-baik (bangsawan)."

Tanyanya lagi, "Apakah ada orang lain yang pernah mengatakannya sebelum dia?"

Aku jawab, "Tidak ada."

Tanyanya lagi, "Apakah bapaknya seorang raja?"

Jawabku, "Bukan."

"Apakah yang mengikuti dia orang-orang yang terpandang atau orang-orang yang rendah?"

Jawabku, "Bahkan yang mengikutinya adalah orang-orang yang rendah."

Dia bertanya lagi, "Apakah bertambah pengikutnya atau berkurang?"

Aku jawab, "Bertambah."

Dia bertanya lagi, "Apakah ada yang murtad disebabkan dongkol terhadap agamanya?"

Aku jawab, "Tidak ada."

Dia bertanya lagi, "Apakah kalian pernah mendapatkannya dia berdusta sebelum dia menyampaikan apa yang dikatakannya itu?"

Aku jawab, "Tidak pernah."

Dia bertanya lagi, "Apakah dia pernah berlaku curang?"

Aku jawab, "Tidak pernah. Ketika kami bergaul dengannya, dia tidak pernah melakukan itu."

Berkata Abu Sofyan: Aku tidak mungkin menyampaikan selain ucapan seperti ini. Dia bertanya lagi, "Apakah kalian memeranginya?"

Aku jawab, "Iya."

Dia bertanya lagi, "Bagaimana kesudahan perang tersebut?"

Aku jawab, "Perang antara kami dan dia sangat banyak. Terkadang dia mengalahkan kami terkadang kami yang mengalahkan dia."

Dia bertanya lagi, "Apa yang diperintahkannya kepada kalian?"

Aku jawab, "Dia menyuruh kami; 'Sembahlah Allah dengan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apa pun, dan tinggalkan apa yang dikatakan oleh nenek moyang kalian'.

Dia juga memerintahkan kami untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, berkata jujur, saling memaafkan dan menyambung silaturrahim."

Maka Heraklius berkata kepada penerjemahnya, "Katakan kepadanya, bahwa aku telah bertanya kepadamu tentang keturunan orang itu, kamu ceritakan bahwa orang itu dari keturunan bangsawan. Begitu juga laki-laki itu dibangkitkan di tengah keturunan kaumnya.

Dan aku tanya kepadamu apakah pernah ada orang sebelumnya yang mengatakan seperti yang dikatakannya, kamu jawab tidak. Seandainya dikatakan ada orang sebelumnya yang mengatakannya tentu kuanggap orang ini meniru orang sebelumnya yang pernah mengatakan hal serupa.

Aku tanyakan juga kepadamu apakah bapaknya ada yang dari keturunan raja, maka kamu jawab tidak. Aku katakan seandainya bapaknya dari keturunan raja, tentu orang ini sedang menuntut kerajaan bapaknya.

Dan aku tanyakan juga kepadamu apakah kalian pernah mendapatkan dia berdusta sebelum dia menyampaikan apa yang dikatakannya, kamu menjawabnya tidak. Sungguh aku memahami, kalau kepada manusia saja dia tidak berani berdusta apalagi berdusta kepada Allah.

Dan aku juga telah bertanya kepadamu, apakah yang mengikuti dia orang-orang yang terpandang atau orang-orang yang rendah? Kamu menjawab orang-orang yang rendah yang mengikutinya. Memang mereka itulah yang menjadi para pengikut Rasul.

Aku juga sudah bertanya kepadamu apakah bertambah pengikutnya atau berkurang, kamu menjawabnya bertambah. Dan memang begitulah perkara iman hingga menjadi sempurna.

Aku juga sudah bertanya kepadamu apakah ada yang murtad disebabkan marah terhadap agamanya. Kamu menjawab tidak ada. Dan memang begitulah iman bila telah masuk tumbuh bersemi di dalam hati.

Aku juga sudah bertanya kepadamu apakah dia pernah berlaku curang, kamu jawab tidak pernah. Dan memang begitulah para Rasul tidak mungkin curang.

Dan aku juga sudah bertanya kepadamu apa yang diperintahkannya kepada kalian, kamu jawab dia memerintahkan kalian untuk menyembah Allah dengan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apa pun, dan melarang kalian menyembah berhala, dia juga memerintahkan kalian untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, berkata jujur, saling memaafkan dan menyambung silaturrahim.

Seandainya semua apa yang kamu katakan ini benar, pasti dia akan menguasai kerajaan yang ada di bawah kakiku ini. Sungguh aku telah menduga bahwa dia tidak ada di antara kalian sekarang ini, seandainya aku tahu jalan untuk bisa menemuinya, tentu aku akan berusaha keras menemuinya hingga bila aku sudah berada di sisinya pasti aku akan basuh kedua kakinya.

Kemudian Heraklius meminta surat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang dibawa oleh Dihyah untuk para Penguasa Negeri Bashrah, Maka diberikannya surat itu kepada Heraklius, maka dibacanya dan isinya berbunyi, "Bismillahirrahmanirrahim. Dari Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya untuk Heraklius. Penguasa Romawi, Keselamatan bagi siapa yang mengikuti petunjuk.

Kemudian daripada itu, aku mengajakmu dengan seruan Islam; masuk Islamlah kamu, maka kamu akan selamat, Allah akan memberi pahala kepadamu dua kali. Namun jika kamu berpaling, maka kamu menanggung dosa rakyat kamu.

Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Rabb selain Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka: Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)."

Abu Sofyan menuturkan: Setelah Heraklius menyampaikan apa yang dikatakannya dan selesai membaca surat tersebut, terjadilah hiruk pikuk dan suara-suara ribut, sehingga mengusir kami. Aku berkata kepada teman-temanku setelah kami diusir keluar; sungguh dia telah diajak kepada urusan Anak Abu Kabsyah.

Heraklius mengkhawatirkan kerajaan Romawi. Pada masa itu pun aku juga khawatir bahwa Muhammad akan berjaya, sampai akhirnya (perasaan itu hilang setelah) Allah memasukkan aku ke dalam Islam. Dan adalah Ibnu An Nazhur, seorang Pembesar Iliya' dan Heraklius adalah seorang uskup agama Nashrani, dia menceritakan bahwa pada suatu hari ketika Heraklius mengunjungi Iliya' dia sangat gelisah, berkata sebagian komandan perangnya: Sungguh kami mengingkari keadaanmu.

Selanjutnya kata Ibnu Nazhhur, Heraklius adalah seorang ahli nujum yang selalu memperhatikan perjalanan bintang-bintang. Dia pernah menjawab pertanyaan para pendeta yang bertanya kepadanya, "Pada suatu malam ketika aku mengamati perjalanan bintang-bintang, aku melihat raja Khitan telah lahir. Siapakah di antara umat ini yang di khitan?"

Jawab para pendeta, "Yang berkhitan hanyalah orang-orang Yahudi, janganlah engkau risau karena orang-orang Yahudi itu. Perintahkan saja ke seluruh negeri dalam kerajaan engkau, supaya orang-orang Yahudi di negeri tersebut dibunuh."

Ketika itu dihadapkan kepada Heraklius seorang utusan raja Bani Ghasssan untuk menceritakan perihal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, setelah orang itu selesai bercerita, lalu Heraklius memerintahkan agar dia diperiksa, apakah dia berkhitan ataukah tidak. Seusai diperiksa, ternyata memang dia berkhitan. Lalu diberitahukan orang kepada Heraklius.

Heraklius bertanya kepada orang tersebut tentang orang-orang Arab yang lainnya, dikhitankah mereka ataukah tidak? Dia menjawab; Orang Arab itu dikhitan semuanya. Heraklius berkata, "inilah raja umat, sesungguhnya dia telah terlahir."

Kemudian Heraklius berkirim surat kepada seorang sahabatnya di Roma yang ilmunya setara dengan Heraklius (untuk menceritakan perihal kelahiran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam). Sementara itu, ia meneruskan perjalanannya ke negeri Himsha, tetapi sebelum tiba di Himsha, balasan surat dari sahabatnya itu telah tiba terlebih dahulu. Sahabatnya itu menyetujui pendapat Heraklius bahwa Muhammad telah lahir dan bahwa beliau memang seorang Nabi.

Heraklius lalu mengundang para pembesar Roma supaya datang ke tempatnya di Himsha, setelah semuanya hadir dalam majelisnya, Heraklius memerintahkan supaya mengunci semua pintu.

Kemudian dia berkata, "Wahai bangsa Romawi, maukah engkau semua beroleh kemenangan dan kemajuan yang gilang-gemilang, sedangkan kerajaan tetap utuh di tangan kita? Kalau mau, akuilah Muhammad sebagai Nabi!"

Mendengar ucapan itu, mereka lari bagaikan keledai liar, padahal semua pintu telah terkunci. Melihat keadaan yang demikian, Heraklius jadi putus harapan yang mereka akan beriman (percaya kepada kenabian Muhammad). Lalu diperintahkannya semuanya untuk kembali ke tempatnya masing-masing seraya berkata, "Sesungguhnya aku mengucapkan perkataanku tadi hanyalah sekedar menguji keteguhan hati engkau semua. Kini aku telah melihat keteguhan itu."

Lalu mereka sujud di hadapan Heraklius dan mereka senang kepadanya. Demikianlah akhir kisah Heraklius. Telah diriwayatkan oleh Shalih bin Kaisan dan Yunus dan Ma'mar dari Az Zuhri. (HR. al-Bukhari: 6)

Hadits ini berbicara tentang sejarah. Sejarah penguasa Rum atau Romawi. Romawi yang pada mulanya berjaya adalah Romawi Barat dengan ibukotanya Roma. Kerajaan ini yang berkuasa di masa kelahiran Nabi Isa AS.

Di abad ke-5 masehi Romawi Barat runtuh. Lalu muncullah Romawi Timur atau lebih dikenal dengan Byzantium sebagai ibukotanya. Wilayahnya meliputi Mesir dan Biladi Syam (Palestina, Syiria, Yordania, Libanon). 

Kota Byzantium ketika berada dibawah kekuasaan Romawi Timur diubah namanya menjadi Konstantinopel. Ketika Konstantinopel jatuh ke tangan Khalifah Usmaniyah namanya diubah menjadi Istanbul.

Kaisar Heraklius adalah penguasa Romawi Timur di masa Rasulullah SAW. 

Kisah dalam hadits ini terjadi setelah perjanjian damai Hudaibiyah. Setelah perjanjian ini, Rasulullah SAW fokus untuk berdakwah di sekitar Hijaz dengan korespondensi atau mengirim surat.

Salah satu penguasa yang dikirimi surat adalah Kaisar Heraklius. Saat itu Kaisar sedang berada di kota Iliya' atau sekarang dikenal dengan Yerusalem. 

Kaisar Heraklius penguasa Romawi ini diabadikan dalam Al-Quran sebagai Kaisar yang mengalahkan Persia. Di zaman ini ada dua negara besar Romawi dan Persia (QS Ar-Rum: 2).

Setelah Heraklius menerima surat dari Rasulullah SAW, kemudian Heraklius mencari-cari berita tentang orang yang mengaku Nabi di Hijaz.

Ada sebuah kafilah dagang yang berada di Syam. Lalu terjadilah dialog dengan salah seorang dari kafilah itu, yaitu Abu Sufyan.

Saat itu Abu Sufyan belum masuk Islam, dan ia adalah salah satu musuh besar Nabi SAW. Abu Sufyan memiliki istri yang cerdas tetapi juga kejam. Namanya Hindun binti Utbah. 

Hindun inilah yang menyuruh salah seorang budak bernama Wahsyi untuk membunuh Sayyidina Hamzah di perang Uhud.

Di antara anggota Kafilah dagang, Abu Sufyan ini nasabnya yang paling dekat dengan Rasulullah SAW. 

Abu Sufyan ditanya oleh Kaisar Heraklius tentang bagaimana sifat-sifat Nabi SAW secara detail. Hal ini dilakukan Heraklius untuk mengonfirmasi sifat-sifat Nabi yang tertulis detail di dalam kitab suci kaum Romawi, yaitu Taurat dan Injil (QS Al-'Araf: 157). 

Saking detailnya tertulis di Taurat dan Injil, orang-orang ahli kitab di Romawi lebih mengenal Nabi SAW daripada anak kandung mereka sendiri. 

Jika ada yang tidak mengenali Nabi SAW, maka sejatinya segolongan mereka itu, ada yang menyembunyikan kebenaran (QS Al-Baqarah: 146). 

Kedatangam Nabi sudah jauh-jauh hari diprediksi. Nabi Isa AS telah menyampaikan bahwa sepeninggalnya akan datang seorang utusan yang akan diutus untuk kaumnya, bahkan untuk seluruh umat manusia, yang bernama Ahmad (QS As-Saff: 6).

Bahkan salah satu misi diutusnya Nabi Isa AS kepada umatnya adalah untuk memberi kabar gembira kedatangan utusan Allah tersebut. 

Kita kembali ke pembahasan Hadits. Setelah terjadi dialog antara Kaisar Heraklius dan Abu Sufyan, kemudian Kaisar Heraklius meminta surat dari Nabi SAW dibacakan.

Pembukaan isi suratnya menjadi salah satu kaidah fikih. Kaidah dalam memberikan salam kepada non-muslim dengan ucapan, "Salam sejahtera untuk orang-orang yang mengikuti petunjuk." Salam inilah yang dipakai Rasul dalam surat itu.

Inti isi surat Nabi SAW adalah mengajak mereka masuk Islam. Nabi SAW mengutip surah Al-Imran ayat 64 dalam suratnya.

Dari hadits ini juga kita bisa mengambil pelajaran tentang dakwah yang bersifat universal. Nabi SAW diutus untuk seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan (QS Saba': 28). 

Meskipun Nabi SAW orang Arab, berbahasa Arab, bukan berarti ajarannya hanya untuk orang Arab. 

Allah SWT menjadikan firmannya dalam bahasa Arab agar Nabi SAW dapat memberi penjelasan kepada kaumnya (QS Ibrahim: 4).

Yang juga menarik dari hadits ini adalah bagaimana tokoh sentral dalam cerita ini yaitu Abu Sufyan.

Abu Sufyan ketika belum masuk Islam begitu jahat, tetapi setelah masuk Islam, Rasulullah SAW memaafkannya, termasuk juga istrinya Hindun. Bahkan salah satu putri Abu Sufyan dinikahi Rasulullah SAW, yaitu Ummu Habibah.

Abu Sufyan memiliki anak juga bernama Muawiyah bin Abu Sufyan. Muawiyah inilah yang mendirikan dinasti besar Bani Umayyah. Raja yang paling terkenal dari Bani Umayyah adalah Umar bin Abdul Aziz. 

Di sisi lain, kaisar Heraklius, walaupun sudah mengetahui bahwa sifat-sifat Nabi SAW sesuai dengan apa yang tertulis di kitab mereka, tetapi ia tetap mengingkari Nabi SAW.

Hal ini disebabkan karena Kaisar Heraklius takut kekuasannya hilang dan diambil oleh Nabi SAW. Ini adalah kezaliman dan kesombongannya, padahal hati kecilnya mengakui Nabi SAW sebagai Rasul (QS An-Naml: 14).

Begitu juga halnya ketika Bani Israil menolak dakwah Nabi SAW di Madinah. Penolakan bukan karena isi dakwah Nabi SAW, tetapi karena mereka tidak terima bahwa turunnya Nabi yang diisyaratkan kitab mereka berasal dari orang Arab. Karena biasanya, Nabi-nabi sebelumnya datang dari golongan mereka.

Mereka melakukan ini karena ada sifat iri, dengki pada diri mereka sendiri (QS Al-Baqarah: 109).

Kaidah lain dari Hadits ini adalah bahwa ciri utama dari kenabian itu dari akhlaknya.

Akhlak Nabi SAW adalah akhlak yang perlu diteladani oleh umat Islam. Akhlak inilah yang akan menjadi representasi Islam di mata non-muslim. 

Ketika akhlak sebagai seorang muslim tidak direpresentasikan dengan baik, maka Islamofobia bisa saja terjadi.

Istilah Islamofobia sering dipahami sebagai gelombang prasangka, diskriminasi, ketakutan, dan kebencian terhadap Islam dan muslim.

Sejak zaman Nabi SAW, kebencian terhadap Islam memang sudah ada. Namun, kebencian itu disebabkan oleh rasa iri dan dengki terhadap Islam. Kala itu, Islam muncul sebagai agama baru yang membawa tatanan kemaslahatan dunia.

Kini, kebencian pada Islam lebih banyak disebabkan dari akhlak yang ditampilkan segelintir umat Islam. Mereka salah mengintrepretasikan Islam. Karena mereka, Islam menjadi agama yang radikal, intoleran, dan penyebab terjadinya terorisme.

Hal itulah yang menyebabkan Islamofobia, istilah yang muncul setelah peristiwa 9/11 di Amerika Serikat.

Dengan berjalannya waktu, Islamofobia semakin berkembang di negara-negara mayoritas non-muslim, terutama di benua Amerika dan Eropa.

Sejatinya, Islamofobia juga bukanlah sesuatu yang mendapat dukungan masyarakat dunia. Islamofobia sama saja dengan radikalisme, intoleran, dan terorisme.

Oleh karenanya, pada tanggal 15 Maret 2022, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membuat keputusan lewat Sidang Umum PBB. Keputusan menetapkan tanggal 15 Maret sebagai 'Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia'.

Ya, sejatinya ajaran Islam itu cinta damai, dan penuh dengan kasih sayang. Salah satu akhlak Nabi SAW yang paling terlihat adalah kasih sayangnya kepada umatnya, bilmu'mina roufurrahim.

Oleh karena itu, kita pun harus menunjukkan kasih sayang kita kepada Nabi SAW. Salah satunya dengan meneladani kehidupannya yang penuh kasih sayang dan cinta, dan toleransi antar sesama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun