Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Politik Vaksin, antara Will to Power dan Willpower

23 Agustus 2020   07:15 Diperbarui: 23 Agustus 2020   10:12 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vaksin Covid-19 (Sumber: Shutterstock via lifestyle.bisnis.com)

Baru-baru ini, Presiden Jokowi datang langsung ke Bandung dalam rangka melihat langsung penyuntikan vaksin covid-19 sebagai bagian dari uji klinis tahap 3 vaksin sinovac yang berasal dari China.

Berita ini begitu penting untuk kita semua. Seolah ada angin segar berhembus di tengah krisis pandemi ini. 

Bukan hanya negara kita sebenarnya, semua negara sangat menunggu kehadiran vaksin ini. Semua negara berlomba-lomba untuk menjadi yang pertama yang bisa membuat vaksin covid-19. 

Itulah mengapa Pak Presiden begitu memberikan perhatian dan dukungan penuh terhadap masalah ini. Adakah unsur politik di dalamnya? Perlu diperdebatkan jawabannya. Bagi saya, sulit rasanya untuk mengatakan bahwa tidak ada muatan politik di dalamnya.

Politik Vaksin

Mengapa? Seluruh dunia berbicara tentang vaksin ini. Semua mencari vaksin. Karena rasanya inilah satu-satunya jalan untuk membuat dunia kembali normal.

Wajar saja jika pertarungan politik, terutama pertarungan geopolitik kekuasaan, juga bisa saja terjadi pada masalah vaksin ini. Negara yang pertama menghasilkan vaksin berpeluang untuk berkuasa menangani vaksin ini di seluruh dunia. 

Dari mulai produksi, distribusi sampai dengan prioritas pemberian vaksin bisa saja sangat mempengaruhi kredibilitas negara penemu vaksin di mata dunia.

Lihat saja bagaimana vaksin sputnik V yang diumumkan Rusia begitu menuai kritik dan polemik. Tidak masuk di akal bukan? 

Seharusnya kita bahagia dengan temuan ini. Jika ada kekurnagan, seharusnya kita membantu untuk bisa memperbaikinya. Tetapi karena ada muatan politik yang terjadi justru sebaliknya.

Bahkan penemuan vaksin sputnik V ini dihubung-hubungkan dengan proses pemilihan Presiden Amerika yang segera akan dilaksanakan di bulan November depan. 

Kita semua tahu, pemilihan Presiden Amerika akan menentukan pertarungan geopolitik ke depannya. Itulah mengapa pilpres di sana begitu menarik perhatian dunia.

Di Amerika sendiri terjadi gejolak politik. Trump menggunakan politik vaksin untuk menyelamatkan posisinya sebagai presiden. Maklum posisinya kini di ujung tanduk. 

Dalam beberapa survei, Trump kalah bersaing dengan lawannya Biden, yang mantan wakil presiden di era presiden Obama. Salah satu sebabnya adalah karena Trump dianggap tidak becus menangani Corona di Amerika yang menjadi negara dengan kasus Corona tertinggi di dunia sampai dengan saat ini.

Di sisi lain, Trump dalam berbagai kesempatan mengatakan akan segera menghasilkan vaksin sesegera mungkin sebelum pergantian tahun 2021. 

Sebuah pernyataan yang terasa sedikit ambisius. Entahlah, apakah pernyataan itu memang benar-benar sesuai dengan kenyataan atau hanya bualan untuk menguatkan posisinya pada pemilu yang sudah di depan mata.

Inilah politik. Corona memang hari-hari ini banyak yang mempengaruhi dinamika politik di beberapa negara. Bukan hanya Amerika, sebut saja kasus di negara Israel, Lebanon dan yang sedang hangat-hangatnya adalah demonstrasi besar-besaran di negara Belarusia. 

Ada andil besar Corona pada meningkatnya eskalasi politik di negara-negara tersebut. Pemerintah dianggap tidak becus menangani kasus Corona di negara-negara tersebut. Indikasinya adalah semakin menyebarnya virus yang membuat macetnya perekonomian.

Will to Power

Bicara tentang politik, tidak bisa dipisahkan dengan apa yang disebut hasrat akan kekuasaan (will to power). Dari dulu sampai sekarang, hasrat akan kekuasaan ini selalu menjadi sumber masalah di masyarakat.

Kita bisa perhatikan dalam sejarah. Peristiwa-peristiwa besar di negara kita, seperti peristiwa G 30S PKI dan peristiwa reformasi 98, semua bermula dari peralihan kekuasaan yang terjadi. Para pemimpin saling berebut untuk berkuasa. Lalu terjadilah konflik. Siapa yang rugi? Masyarakat pastinya. 

Begitu juga di dalam sejarah dunia. Perang dunia pertama dan kedua, konflik di Timur Tengah dan perang saudara antar faksi di Afrika, semua berhubungan dengan hasrat kekuasaan.

Karena hasrat kekuasaan teman bisa menjadi lawan, saudara bisa terlupakan, tatanan di masyarakat bisa berantakan. Kekuasaan bisa membuat seseorang melakukan apapun untuk mendapatkannya.

Sebelum era pandemi, kekuasaan identik dengan teknologi komunikasi. Negara yang memiliki teknologi komunikasi yang baik, berpeluang untuk menguasai pasar dunia. Ujungnya menguasai perekonomian dunia.

Kita bisa berkaca dari kasus 5G perusahaan Tiongkok Huawei yang sudah memperkeruh perang dagang antara Tiongkok dan Amerika. Intinya, lagi-lagi kekuasaan yang diperebutkan. 

Kedua negara tersebut menguasai ekonomi dunia saat ini. Mereka saling berebut pengaruh di dunia. Datangnya pandemi Corona semakin memperkeruh hubungan kedua negara. Efeknya bisa sangat terasa di dunia. 

Di masa pandemi saat ini, tak bisa dipungkiri teknologi komunikasi juga masih berperan sangat penting. Semua kegiatan dilakukan dengan online yang sudah barang tentu membutuhkan infrastruktur teknologi komunikasi yang mumpuni. Saat ini, menguasai teknologi komunikasi juga bisa menjadi kunci penting untuk menguasai dunia.

Ada satu hal lain lagi yang menarik. Teknologi kesehatan juga mulai memainkan perannya. Teknologi vaksin mulai menarik perhatian negara adidaya di dunia. 

Jika hasrat kekuasaan masuk ke ranah ini, mungkin saja kedepannya akan terjadi perang vaksin antar negara. Mungkin antara Tiongkok dan Amerika, atau Rusia dan Amerika. Akankah ini terjadi? Semoga saja tidak.

Willpower

Oleh karena itu, kita sebagai warga dunia harus mencegah hal itu terjadi. Will to power tidak akan membawa kemaslahatan. Untuk menghindari itu, harus ada tekad yang kuat (willpower) dari kita untuk mencari jalan keluarnya.

Willpower begitu penting. Sejatinya, setiap dari kita memiliki kehendak. Dalam agama disebut dengan iradah. Dengan iradah kita bisa memberi keputusan yang baik dan sesuai dengan kata hati kita. Iradah nantinya yang akan menghasilkan niat.

Niat inilah yang penting. Segala sesuatu tergantung pada niatnya. Jika niatnya tulus, maka akan terbentuk willpower yang tulus juga. Maksudnya, willpower yang memang digunakan untuk mencari solusi akan permasalahan yang dihadapi. Terutama untuk mengurai permasalahan vaksin ini. 

Bukan hanya permasalahan vaksin sebenarnya, willpower juga penting untuk menyelesaikan permasalahan pandemi pada umumnya yang telah menjadi tragedi kemanusiaan di seluruh belahan dunia.

Ya, semua dimulai dari iradah manusia. Insan yang beriradah akan mengutamakan kemanusiaan. Tanpa adanya iradah maka insan tidak akan bisa berpikir seimbang. 

Jika ini terjadi, pada akhirnya insan tidak akan memiliki willpower yang kuat dan tidak akan bisa menyelesaikan masalah yang timbul dikarenakan hasrat kekuasaan, hasrat untuk memikirkan kepentingan dirinya dan negaranya sendiri.

Insan yang seperti ini cenderung akan berpikir enaknya saja tanpa adanya usaha dan niat yang kuat. Insan yang seperti ini akan lebih mengedepankan will to power dengan melupakan willpower yang seharusnya dia miliki.

Sebuah Refleksi

Mari kita kembali ke masalah vaksin. Masalah vaksin menjadi permasalahan yang sensitif di dunia. Padahal WHO sebagai otoritas internasional bidang kesehatan telah mengajak seluruh negara untuk secara kolektif menangani pandemi ini.

Pandemi ini adalah masalah global, tidak akan tersolusikan tanpa adanya kerja sama internasional. Prinsipnya, "Kita tidak akan aman, sampai semua menjadi aman".

Hal yang perlu dilakukan adalah penelitian bersama untuk mendapatkan vaksin yang terbaik, yang benar-benar aman digunakan dan teruji secara klinis. Nantinya semua negara akan memiliki akses yang sama untuk bisa mendapatkan vaksin tersebut.

Alhasil, vaksin tidak seharusnya dipolitikan, karena vaksin berhubungan dengan kemanusiaan. 

Kemanusiaan memerlukan willpower bukan will to power. Willpower berasal dari sebuah iradah.

Perlu diingat, iradah bukan hanya perkara niat, pilihan maupun tekad yang kuat.  Iradah juga berhubungan dengan kekuatan hati. 

Mari kita sama-sama kembali melihat ke dalam hati kita, sudahkah kita memiliki willpower untuk menangani permasalahan pandemi yang kita hadapi ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun