Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nostalgia Anak "Kampoeng Tempo Doeloe"

29 Januari 2018   00:20 Diperbarui: 29 Januari 2018   02:57 1937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: tubanliterasi)

Orang kampung sepertiku biasanya mengenyam pendidikan tidak hanya satu jenis. Ada jenis pendidikan umum di sekolah pada waktu pagi sampai siang hari menjelang zuhur. Ada juga pendidikan agama yang dilakukan setelah zuhur sampai malam hari.

Di dalam hal pendidikan, orang kampung cukup rutin dalam memperdalam ilmu agama dan mengamalkannya. Saking hal itu menjadi kebiasaan, bagi orang kampung amalan itu menjadi hal yang sudah membudaya.

Jika ada orang yang tidak mengikutinya, ia akan mendapatkan sanksi sosial dan moral. Kebiasaan ini seolah telah mendarah daging bagi masyarakat kampung. Sulit rasanya memisahkan mana budaya mana amalan agama.

Konsistensi seperti inilah yang kadang menjadi bekal tersendiri bagi seseorang ketika harus merantau ke kota. Bekal untuk tetap mentradisikan amalan dan kegiatan keagamaan meskipun auranya tidak seperti di lingkungan kampung asalnya.

Bekal-bekal ilmu agama minimal cukup bagi orang kampung untuk bisa tetap menjalankan ibadahnya selama di kota. Bahkan banyak terjadi, orang-orang kampung pandai ilmu agama dijadikan imam masjid atau sekedar menjadi takmir untuk mengurus masjid di kota.

Antara tradisi kampung dan amalan agama yang telah menyatu dalam diri orang-orang kampung, kadang-kadang menjadi perpaduan yang unik di mata orang kota. Ia terkesan "kampungan" tetapi ia mengerti ajaran agama meskipun hanya dasar-dasarnya saja.

Ketika anak-anak dari kampung dengan bekal pendidikan agama pindah ke kota untuk melanjutkan belajarnya, mereka biasanya tidak akan kesulitan untuk memahami pengetahuan agama yang diajarkan. Ini menjadi kelebihan tersendiri bagi mereka.

Bekal ilmu agama dan amalan keagamaan ini juga yang bisa membuat mereka tidak tergiur dengan gemerlapnya kota. Mereka memiliki semacam tameng untuk melindungi diri dari "pengaruh kurang baik" dari gemerlapnya budaya  yang ada di kota.

****

Ilustrasi (sumber: arumsekartaji-wordpress.com)
Ilustrasi (sumber: arumsekartaji-wordpress.com)
Solidaritas pertemanan anak kampung zaman dulu cukup tinggi. Kebersamaan dan saling bantu membantu sudah merupakan kebiasaan dalam kehidupannya. Kebiasaan yang dipraktikkan di lingkungan sekolah, lingkungan mengaji atau lingkungan bermain.

Sangat jarang ditemukan sikap cuek, acuh tak acuh di dalam diri dan kepribadian anak-anak kampung. Seolah-olah alam mengajarkan kepada mereka untuk selalu menjunjung tinggi kebersamaan dan gotong royong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun