Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nostalgia Anak "Kampoeng Tempo Doeloe"

29 Januari 2018   00:20 Diperbarui: 29 Januari 2018   02:57 1937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: tubanliterasi)

Tawuran atau perkelahian sangat jarang terjadi di lingkungan mereka. Tradisi ini menjadi semacam keharusan untuk terus dipelihara. Orang tua mereka meskipun jarang memiliki kontak intens dengan anak-anaknya, mereka tidak memiliki banyak kekhawatiran mengenai anaknya karena seringnya anak-anak berada di tengah-tengah temannya.

Hal ini terjadi barangkali dikarenakan anak-anak kampung  banyak menjalani kebersamaan sejak kecilnya. Bertemu dengan teman hampir sepanjang siang dan malam hari.

Mereka bertemu ketika sekolah di pagi hari. Mereka bertemu ketika sekolah agama. Mereka bertemu pula ketika mengaji di malam hari. Bahkan ketika tidur pun mereka terkadang bersama-sama di masjid atau di rumah temannya.

Hampir bisa dikatakan, intensitas pertemuan di antara mereka lebih banyak dari pada intensitas pertemuan dan kebersamaan dengan orang tuanya. Inilah barangkali yang kemudian memupuk tingkat solidaritas yang tinggi pada diri orang-orang kampung meskipun sudah menginjak dewasa.

Ketika di kota, sikap ini menjadi bekal tersendiri bagi mereka untuk menolong sesama dengan ringan dan tanpa pamrih (tidak semuanya). Sebaliknya, sikap acuh tak acuh yang kadang-kadang diperlihatkan oleh orang kota, menjadi hal yang menurut mereka aneh. Sikap yang mencerminkan "kesombongan" di mata mereka.

Tampak jelas adanya perbedaan antara budaya kampung dan kota. Fenomena mengenai perbedaan dan "keanehan" orang kampung ketika pertama kali berkunjung ke kota, barangkali ditunjukkan oleh film Kabayan Saba Kota. Film yang menceritakan bagaimana Kabayan mengalami "shock budaya" ketika ada di kota.

***

Ilustrasi (sumber: pustamun.blogspot.com)
Ilustrasi (sumber: pustamun.blogspot.com)
Sudah menjadi keharusan sejarah kalau ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dari waktu ke waktu. Termasuk dalam hal urusan permainan anak-anak. Zaman sekarang teknologi ini juga sudah ikut mewarnai permainan anak-anak.

Di kampung zaman dahulu, jenis permainan itu semuanya bersifat alamiah. Jika tidak di sawah, anak-anak bermain di kebun, sungai  atau di kolam. Interaksi mereka dengan alam merupakan cara bermain tersendiri bagai mereka.

Di sawah mereka main layangan atau main bola jika pas musim kemarau. Jika musim hujan mereka mencari belut atau ikan sawah bersama teman-temannya. Seolah-olah permainan alamiah mereka itu sekaligus menjadi pelajaran supaya menjadi produktif dalam skala anak-anak.

Benda-benda yang menjadi mainan mereka juga rata-rata bahannya alami. Mobil-mobilan dibuatnya dari bambu, pelepah pisang, kayu atau cangkang jeruk Bali. Bermain tembak-tembakan pun senjatanya terbuat dari pelepah pisang. Sepeda roda tiga juga terkadang dibuat dari kayu atau bambu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun