Sedangkan moral menurutnya often describes one's particular values concerning what is right and what is wrong. Morals usually connotes an element of subjective preference, while ethics tends to suggest aspects of universal fairness and the question of whether or not an action is responsible.
Etika lebih bersifat universal atau umum (universal fairness) sedangkan moral bersifat partikular dan menjadi pilihan subjektif (subjecitve preference).Etika bersifat filosofis sedangkan moral bersifat praksis. Moral tidak akan terbentuk tanpa adanya etika.
Maka, etika merupakan dasar dari terbentuknya moral suatu masyarakat. Tanpa adanya etika maka moral masyarakat tidak terbentuk. Etika yang berasal dari akal pikiran menjadi dasar masyarakat untuk menerima suatu kebiasaan atau nilai yang muncul baik atau buruk.
Kode Etik (Wawancara)
Istilah ini kita coba pecah dahulu pengertiannya. Menurut KBBI kode adalah tanda (kata-kata, tulisan) yang disepakati untuk maksud tertentu (untuk menjamin kerahasiaan berita, pemerintah, dan sebagainya); kumpulan peraturan yang bersistem; kumpulan prinsip yang bersistem. Sedangkan mengenai etika atau etik sudah kita definisikan di atas tadi.
Misalnya kode etik jurnalistik menurut KBBI adalah aturan tata susila kewartawanan; norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku, dan tata krama penerbitan. Di sini mulai tampak bahwa etika kewartawanan menjadi lebih sempit lagi dibanding dengan pengertian etika dan moral di atas.
Setiap organisasi profesi apa pun biasanya memiliki kode etik yang telah dirumuskan. Ini seperti yang dikatakan dalam definisi mengenai kode di atas. Ada kode etik dokter, ada kode etik pengacara, ada kode etik anggota dewan dan ada juga kode etik wartawan (jurnalistik) serta kode etik lainnya.
Bisa saja kode etik itu diturunkan dari prinsip-prinsip etika yang universal atau juga dari praktik tindakan moral yang disepakati dalam masyarakat atau organisasi tertentu. Makanya tidak heran jika kita akan mendapatkan bermacam-macam kode etika sesuai dengan kebutuhan yang dirumuskan oleh organisasi profesionalnya.
Salah satu artikel di Kompasiana menguti prinsip (etis) dalam dunia jurnalistik TV ketika melakukan wawancara yang spesifik para politisi. Begini bunyinya:
"Narasumber yang berpengalaman, terutama politikus, mungkin ingin dapat menguasai dan mengambil alih kendali pembicaraan dan memanfaatkan penampilannya di layar sebagai kesempatan demi kepentingannya sendiri, atau partainya. Untuk mengimbangi sikapnya yang ambisius itu, teruslah mengajukan pertanyaan bertubi-tubi, sehingga narasumber tidak punya kesempatan untuk menyimpang dari pokok pembicaraan."
Jika kita simpulkan dari sana, maka salah satu kode etik wawancara terutama ketika menghadapi tokoh politik (yang sebenarnya juga manusia), maka pewawancara harus mengajukan pertanyaan bertubi-tubi. Bertubi-tubi sampai narasumber tidak punya waktu untuk bicara lainnya selain yang dikehendaki pewawancara.