Debirokratisasi dan Deregulasi
Menurut Satriwan Salim (Wasekjen FSGI, 2020), salah satu hal yang menjadi penghambat dalam optimalisasi dana BOS sejak awal adalah birokrasi dan administrasi penyaluran dana BOS yang dipersulit.Â
Perlu diketahui, bahwa untuk penyaluran dana BOS dengan metode lama, harus melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) terlebih dahulu. Di sini, banyak kejadian dana yang "tersangkut" di rekening tersebut, sehingga menyebabkan keadaan finansial sekolah ikut terhambat.Â
Sementara, dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9 Tahun 2020 yang baru, Dana BOS akan langsung disalurkan ke rekening masing- masing sekolah.Â
Hal ini yang disebutnya sebagai debirokratisasi dan deregulasi yang dapat diapresiasi karena merupakan solusi atas kesulitan penyaluran dana BOS tadi.
Selain itu, Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020, juga dinilai sebagai bentuk lain dari debirokratisasi dan deregulasi yang dapat memberikan diskresi khusus kepada kepala sekolah untuk mengelola dan memanfaatkan dana BOS dengan lebih leluasa.Â
Namun pada kenyataannya, masih terjadi kembali kasus dana BOS tersangkut di RKUD, serta masih banyak kepala sekolah yang takut dalam penggunaannya.Â
Hal ini disebabkan masih banyak kepala sekolah yang menunggu instruksi dari gubernur terkait penggunaan dana BOS, misalnya saja untuk kuota internet siswa di masa PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) ini.Â
Padahal, seharusnya kepala sekolah mengacu kepada Permendikbud dan Permenkeu dalam menggunakan dana BOS, tidak perlu menunggu instruksi dari gubernur lagi.
BOS Pendidikan Layanan Khusus
Selanjutnya, yang menjadi salah satu faktor yang menghambat optimalisasi dana BOS ini adalah faktor keterbelakangan infrastruktur yang didukung oleh faktor geografis. Fasilitas penunjang KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) yang sudah ada di setiap sekolah berbeda-beda tiap daerahnya.Â
Belum lagi sekolah-sekolah yang secara infrastruktur tertinggal dari sekolah lain di daerahnya. Sekolah yang terletak di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) juga membutuhkan alat penunjang KBM sebagaimana sekolah yang ada di DKI Jakarta.Â
Tidak bisa dipungkiri bahwa alat penunjang KBM yang ada di daerah 3T, khususnya yang sulit dijangkau akan berharga lebih mahal.