"Tak apa Mahar. Manusia memang harus memiliki kelemahan agar menjadi sempurna sebagai manusia. Sudah malam jeng, saya pamit dulu ya. Tak baik juga nanti dilihat warga." Firman pamit pulang, Mahar mengantarkan sampai pagar depan dengan senyum yang tak lepas dari bibir mungilnya. (Sok Imuuuuuuuuutt). Tak sadar, seseorang  memperhatikan keduanya.
****
"Jeng Mahar, sini !" Teriakan Ranti dari kios bunga mengagetkan Mahar yang sedang asyik ngobrol bersama mba Enggar. Lambaian tangan Ranti yang tegas membuat Mahar tak punya pilihan lain.
"Ada apa Ran?"
"Jeng Mahar kemaren kedatangan tamu ya? laki-laki kan? bener mas Firman?" pertanyaan Ranti yang bertubi-tubi membuat Mahar melongo.
"Kenapa sih Ranti? Penting ya?!" Mahar sedikit sewot, Ranti malah makin getol.
"Lain kali kamu harus tolak kedatangan mas Firman. Ini seriussss..."
"Iya tapi kenapaaaa??? Yang jelas dong sebab bin musababnya. Jangan asal larang."
"Pokoknya jangan dekat2 mas Firman, demi kebaikan." Ranti memelas. Mahar semakin bingung dan tak tega memandang wajah cantik Ranti memohon.
****
Adzan Maghrib, suara mas Firman kembali berkumandang. Mahar mematung, mukena telah dikenakan namun langkahnya urung menuju mesjid. Wajah memelas Ranti yang melarangnya mendekati mas Firman masih terbayang.