Banyaknya bencana alam yang terjadi di Indonesia ini mengakibatkan banyak kerugian, dari rusaknya fasilitas, korban luka, hingga korban yang meninggal. Misalnya seperti bencana gempa bumi dengan kekuatan 5,4 Skala Richter (SR) yang terjadi di Lombok pada tahun 2019.Â
Saat itu, BNPB melaporkan bahwa terdapat 499 unit rumah yang mengalami kerusakan sedang dan ringan, rumah roboh sebanyak 32 unit, orang yang terluka mencapai 44 orang, dan terdapat 2 korban yang meninggal. Pada tahun yang sama, di Sentani, Jayapura, Papua harus mengalami fatalnya banjir bandang yang melanda.Â
Kondisi saat itu terlihat rumah-rumah yang roboh dengan jalan yang dipenuhi lumpur dan batang kayu memakan korban jiwa hingga 58 orang banyaknya. Kilas balik setahun sebelumnya, Selatan Lampung dan pesisir barat laut daerah Banten pun mengalami tsunami. BNPB mencatat per tanggal 28 Desember 2018 terdapat 40 ribu penduduk yang mengungsi, 7 ribu korban jiwa yang mengalami luka berat maupun ringan, serta 426 korban jiwa yang meninggal.
Dari sekian banyaknya bencana dan korban yang jiwa yang terdampak, diperlukan adanya pencegahan untuk meminimalisir kerugian yang berpeluang terjadi karena adanya bencana.Â
Merujuk pada buku yang ditulis Astuti dan Sudaryono (2010), Indonesia memiliki berbagai masalah dalam penanganan bencana, di antaranya adalah kinerja penanggulangan yang masih terbilang rendah, kesadaran akan pentingnya mitigasi bencana yang juga rendah, serta minimnya keterlibatan sektor pendidikan dalam pendidikan mitigasi bencana. Mitigasi bencana sendiri didefinisikan sebagai upaya yang dapat dilakukan baik sebelum, saat, dan setelah bencana untuk mengurangi dampak dari bencana itu sendiri (Maryani, 2002).Â
Pada tahun 2014, Noor juga berpendapat dalam karya tulisnya yang menjelaskan tujuan kegiatan mitigasi itu sendiri, yaitu langkah mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi bencana dan usaha untuk mengurangi risiko yang mungkin terjadi dalam jangka waktu pendek maupun panjang.Â
Mitigasi bencana juga merupakan jalan preventif untuk mengurangi kerugian yang akan dialami sesaat bencana dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dari anak-anak hingga orang dewasa melalui pendidikan juga pelatihan dalam menghadapi bencana (Pambudi, 2017). Dan berdasarkan Undang -- Undang Nomor 24 Tahun 2007 mengenai Penanggulangan Bencana, yang berperan sebagai penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah pemerintah pusat dan daerah.
Perencanaan mitigasi bencana mengurangi korban jiwa dan harta benda dengan meminimalkan dampak bencana. Ini dimulai dengan pemerintah negara bagian, suku dan lokal mengidentifikasi risiko dan kerentanan bencana alam yang umum di wilayah mereka. Setelah mengidentifikasi risiko ini, mereka mengembangkan strategi jangka panjang untuk melindungi orang dan properti dari kejadian serupa.Â
Rencana mitigasi adalah kunci untuk memutus siklus kerusakan dan rekonstruksi akibat bencana. Untuk melindungi rumah dan keluarga Anda, penting untuk bersiap dan memiliki rencana. Rencana kesiapsiagaan keluarga berisi empat langkah yang harus diambil keluarga untuk siap menghadapi bencana apa pun.Â
Pertama identifikasi bahaya, Identifikasi jenis bencana apa yang paling mungkin terjadi di daerah sekitar dan pelajari tentang bagaimana mempersiapkannya. Pelajari tentang sistem peringatan dan sinyal komunitas lembaga mitigasi bencana di sekitar (sirene, pesan teks, dll.).Â
Untuk membeli radio cuaca Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional. Radio ini menyiarkan peringatan resmi, jam tangan, nasihat, ramalan dan bahaya lainnya 24 jam sehari, tujuh hari seminggu. Identifikasi organisasi lokal yang melakukan manajemen darurat (Palang Merah/Bulan Sabit Merah, organisasi nirlaba, dll.) dan ketahui cara menghubungi mereka.