Dibawah kerumunan dzikir, nafsuNafsu itu bersandar
Bercecak, decak. menderu kencang, melesat sanggutSanggut
Berdesir semilir angin birahi menariNari
Melenglang jalang kan, semua pesona dan coret muka tetangga
Dalam kurun rentang, melintang. Bentangkan keakraban
yang lama pernah terasingkan.
Yang dulu pernah marjinal, Sekarang nafsu itu kembali binal
SenggotSenggot penistaan ini, masih berat terasa
Menelisik, jauh dalam bayang tentang masa silam
Menyisir dalam menyelam;
Pada sebuah pertemuan kesekian lacuran
Terbayang, NgiangNgiang kukenang,
apa itu yang kusebut tali kutang,
milikmu, sayang.
Dekap, kurengkuh penuh terasa ampuh
Ku remas renyuh, penuh terasa sayuh
Hingga, kajian iman yang kujagakan, perlahan runtuh,
oleh derau risau suaramu yang semakin mengaduh.
........................................
Sedemikian rupanya lah, kisah ini ku rekam,
dekat dipelataran masa silam.
dan, Kurasa dirinya yang sedari dulu terlelap
kian lambat mulai mendayu bangkit merapat,
hasratHasrat untuk melahapLahap.
Khartoum, 2 Maret 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H