Dalam konteks abstrak dan konkret, akhlak mengacu pada kondisi jiwa yang bersifat abstrak (khuluq) yang akan menjadi akhlak yang baik jika menghasilkan aktivitas konkret (khalaq). Menurut Sidi Ghazalbah, akhlak adalah sikap kepribadian yang mengarahkan tindakan manusia terhadap diri sendiri dan makhluk lainnya sesuai dengan petunjuk Al Qur'an dan hadis, serta patuh terhadap perintah dan larangan yang ada.
Sementara menurut Ibnu Maskawaih, akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan tindakan tanpa perlu melakukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Dengan kata lain, akhlak mengarahkan individu untuk bertindak dengan spontan, sesuai dengan sifat dan naluri mereka, tanpa harus melalui proses pemikiran yang panjang.
Prinsip akhlak adalah pedoman yang digunakan untuk mengarahkan tindakan dan perilaku manusia melalui proses pertimbangan pikiran. Menurut Al-Ghazali, ada empat prinsip dasar akhlak:
- Kebijaksanaan adalah keadaan di dalam diri yang memampukan kita untuk mengidentifikasi perbedaan antara yang benar dan yang salah dalam tindakan yang timbul dari dorongan hati. Ini mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan akal sehat dan pemikiran rasional dalam memutuskan tindakan yang tepat.
- Berani adalah kekuatan emosional yang berperan sebagai pelindung akal ketika kita menggunakan kekuatan tersebut. Dalam konteks ini, berani adalah kemampuan untuk mengendalikan emosi dan menjaga keseimbangan pikiran ketika kita dihadapkan pada situasi yang membutuhkan ketegasan.
- Menjaga Kehormatan adalah kemampuan untuk membimbing dan mengarahkan kekuatan hawa nafsu dengan menggunakan etika dan prinsip-prinsip syariah. Ini berarti kita harus mampu mengendalikan dorongan dan keinginan kita dengan menjaga integritas moral dan etika dalam tindakan kita.
- Adil adalah keadaan dalam diri yang membuat kita dapat mengatasi perasaan kebencian dan hawa nafsu, sehingga kita dapat bertindak sesuai dengan tuntutan kebijaksanaan. Dalam konteks ini, adil berarti kita mampu mengatasi emosi negatif dan hawa nafsu yang dapat mengganggu tindakan yang adil dan bijaksana.
Keempat prinsip ini membentuk dasar-dasar akhlak yang membantu manusia untuk menjadi pribadi yang bijaksana, berani, menjaga kehormatan, dan adil dalam tindakan dan perilaku mereka.
C. Faktor Internal Pembentukan Akhlak Manusia
Semua aksi dan perilaku manusia yeng mempunyai karakteristik antara satu dengan lainnya, hakikatnya adalah terdapat dorongan dari jiwa manusia (internal) dan juga dorongan dari luar dirinya (eksternal). Â Berikut beberapa Faktor Internal seseorang bersikap atau berakhlak, diantaranya yaitu:
Yang pertama adalah Insting (Naluri), yang merupakan sifat bawaan yang dimiliki manusia sejak lahir.[1] Menurut James,[2] Insting adalah sifat bawaan yang mengungkapkan tujuan akhir. Ini merupakan potensi yang hadir sejak lahir dan berkembang berdasarkan naluri alamiahnya. Dalam insting terdapat tiga unsur kejiwaan, yaitu kognisi (pengenalan), konasi (kehendak), dan emosi (perasaan).
Unsur itu juga terdapat pada binatang, berarti insting merupakan sebuah motivasi dari nafsu yang muncul pada batin seseorang untuk melaksanakan suatu sikap kearah khusus pada diri sejak lahir. Psikolog mengatakan insting berguna untuk motivator penggerak dalam jiwa manusia. Walaupun demikian, Â insting perlu dilatih serta dibiasakan supaya dapat menjadi hal yang untung dalam diri manusia.
Insting adalah salah satu aspek utama yang dapat memengaruhi pembentukan akhlak seseorang. Dalam konteks etika, insting merujuk pada kemampuan berpikir rasional. Meskipun akal pikiran memiliki peran penting dalam memperkuat keyakinan agama, namun hal ini juga harus didukung oleh perbuatan nyata, pengetahuan, dan ketakwaan kepada Allah Swt. Banyak faktor insting yang dapat memengaruhi perilaku dan tindakan yang pada akhirnya akan membentuk akhlak seseorang, tetapi pengendaliannya sepenuhnya bergantung pada individu tersebut.
Insting adalah elemen jiwa yang sangat mendasar dalam membentuk karakter dan akhlak manusia. Penting untuk selalu memperhatikan dan tidak mengabaikan insting ini, karena jika diabaikan, insting dapat melemah bahkan hampir hilang. Insting memiliki kecenderungan untuk mencari kebebasan, sehingga perlu diatur dan dibatasi agar tidak menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri maupun orang lain.[3]Â
Yang kedua adalah adat atau kebiasaan, yang merupakan tindakan dan perilaku yang dilakukan secara berulang-ulang dengan pola yang sama, sehingga menjadi kebiasaan. Pendapat Nasraen, Adat adalah suatu pandangan hidup yang memiliki ketetapan objektif, kekokohan, dan mengandung nilai-nilai pendidikan yang penting bagi individu dalam masyarakat. Meskipun pelaksanaan adat dalam kehidupan sehari-hari dapat memiliki dampak positif dan negatif, nilai-nilai adat ini tetap berfungsi sebagai pedoman bagi manusia dalam menjalani kehidupan sosial.
Segala perilaku baik dan buruknya itu jadi kegiatan rutin karena terdapat hasrat hati kepadanya dan menerima hasrat itu dengan bersama perilaku terus-menerus secukupnya. Jika adat atau kebiasaan muncul pada sebuah masyarakat atau bahkan terhadap seseorang, Demikian sifat dari adat atau kebiasaan yaitu tidak sulit melaksanakan tugas yang terbiasa karena sudah terbiasa jadi mudah, tidak buang waktu pada sebelumnya. Saat perngembangan lanjutan, perilaku yang dilaksanakan dan telah menjadi kebiasaan, mampu dilakukan dengan waktu yang gesit dan mempersingkat waktu.