***Â
Keresahan dan kegelisahannya akan ke-tidak kekal-an diri tubuh manusia, akan perjalanan hidup manusia, beraduk dengan kenyataan bahwa dia anak seorang raja. Yang kini sudah pula dikaruniai buah hati. Sang bayi yang lucu, menggemaskan. Penerus dirinya kelak. Memimpin kerajaan.
Akhirnya Pangeran Gautama tak kuasa lagi menahan segala kegelisahan batin. Di tengah malam, bak seorang pencuri, ia menyelinap keluar istana. Meninggalkan isteri dan anak tercinta. Menanggalkan segala kemewahan putera seorang raja. Ia pergi untuk selamanya.
Budha. Itulah tujuannya. Mencari kenyataan sejati tentang hidup. Pergi ke ashram-ashram, ke pusat-pusat yoga, ke para yogi, ke pertapa. Melihat pengalaman hebat dari setiap samadhi. Namun semuanya tetap tak membebaskannya. Tak menemukan apa yang dicarinya. Tak menjawab segala keresahan batinnya.
Hingga akhirnya ia menjadi seorang samana. Berjalan dan terus berjalan. Tubuhnya mulai menyusut. Kurus kering. Karena ia tak pernah meminta makanan. Apalagi mengejar makanan.
Prinsip seorang samana, tidak pernah mengejar naluri bertahan hidup. Mengalahkan insting fundamental dari bertahan hidup. Bagaimanapun, siapapun, akan selalu mengejar makanan untuk bertahan hidup.Â
Seorang samana hanya mendapat makanan dari pemberian orang-orang yang sengaja memasak untuk dipersembahkan kepada pelaku spiritual itu. Apakah di jalan, di hutan, di bukit, atau pun di goa. Mereka melayani para samana dengan sepenuh hati.
Pangeran Gautama. Sang samana itu, terus berjalan dan berjalan. Hingga ia pun sampai di tepi sebuah sungai. Sungai Niranjana.
Tangan kurusnya meraih batang pohon. Mencoba derasnya arus sungai. Tubuhnya benar-benar lemas. Tak berdaya. Mustahil dirinya mampu menyeberangi sungai itu. Ia sudah tak memiliki tenaga. Tak mempunyai kekuatan.
Apa yang aku cari? Untuk apa aku mengembara seluruh negeri? Pergi dari satu ashram ke ashram lain. Belajar segala hal tentang samadhi. Sementara hidup ini terus berjalan. Yang harus kulakukan hanyalah menghilangkan hambatan-hambatan yang tidak memungkinkan aku mengalami hal itu.Â
Entah berapa lama samana yang kurus dan lemah itu terdiam. Bagi orang yang lemah, sekian menit bisa terasa sekian jam. Bahkan mungkin seharian. Karena begitu lemahnya dan tak punya lagi daya.Â