Mohon tunggu...
Nurmadani
Nurmadani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Santri Aktif Pondok Pesantren Darul Falah , Mahasiswa STIS Darul Falah Bondowoso𝗦𝗮𝗻𝘁𝗿𝗶 𝗔𝗸𝘁𝗶𝗳 𝗣𝗼𝗻𝗱𝗼𝗸 𝗣𝗲𝘀𝗮𝗻𝘁𝗿𝗲𝗻 𝗗𝗮𝗿𝘂𝗹 𝗙𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗕𝗼𝗻𝗱𝗼𝘄𝗼𝘀𝗼 , 𝗠𝗮𝗵𝗮𝘀𝗶𝘀𝘄𝗮 𝗦𝗧𝗜𝗦 𝗗𝗮𝗿𝘂𝗹 𝗙𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗕𝗼𝗻𝗱𝗼𝘄𝗼𝘀𝗼

Lebih senang menulis dan olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sumpah Pocong sebagai Upaya Penyelesaian Sengketa Tanah Waris

22 Januari 2024   21:22 Diperbarui: 22 Januari 2024   22:50 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Pembagian Harta Waris Menurut Hukum Islam

  1. Pengertian Waris 

Secara bahasa, kata Mawarits merupakan jamak dari mirats, (irts, wirts, wiratsah dan turats yang dimaknakan dengan mauruts) adalah "harta peninggalan orang yang meninggal yang diwariskan kepada para warisnya." Orang yang meninggalkan disebut muwarits. Sedang yang berhak menerima harta waris disebut warits. 

Secara terminologi, hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur pembagian harta waris, mengetahui bagian-bagian yang diterima dari harta peninggalan itu untuk setiap ahli waris yang berhak. Dalam redaksi lain, Hasby Ash-Shiddieqy mengemukakan, hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur siapa-siapa orang yang mewarisi dan tidak mewarisi, bagian setiap ahli waris dan cara-cara pembagiannya.

Sedangkan faraidh, jamak dari faridhah. Kata 1 Pasal 171 huruf a KHI 2 Muhammad Syarbini al-khatib, mughni al-Muhtaj, juz 3, (Kairo: Mushthafa al-Baby al-Halaby, 1958), hlm. 3. 3 T.M. Hasby ash-Shiddieqy, Fiqh Mawaris, Yogyakarta: Mudah, tt, hlm. 8. 18 ini diambil dari fardhu yang dalam istilah ulama fiqh mawaris ialah bagian yang telah ditetapkan oleh syara.

Praktik waris akan dijumpai semua insan di seluruh penjuru dunia,  apabila terdapat alam salah satu keluarga ada yang mengalami suatu kematian. Praktik Waris akan berjalan dengan lancar dengan adanya suatu pengetahuan tentang ilmu waris ( Ilmu Faroid ). Adanya Ilmu Faroid akan mempermudah jalannya suatu pertikaian tentang warisan dalam suatu keluarga. 

Perintah mempraktekkan ilmu waris ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur'an Surat Annisa' Ayat:11yang artinya " Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakm. Yaitu : Bagian seorang laki-laki sama dengan orang anak perempuan; dan jika anak-anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan;jika anak perempuan seorang saja, maka ia memperoleh separu harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal mempunyai anak, jika yang mrninggal tidak mempunyai anak dan ia di warisi oleh ibu-ibunya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga, jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya ibunya mendapat seperenam, ( Pembagian-pembagian tersebut diatas ) sudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahuainya siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak)manfaatnya bagimu, ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana"

Mawarits adalah salah satu hal yang penting, semua Muslim harus memberikan perhatian khusus. Hukum Mempelajari ilmu Mawarist adalah fardlu kifayah. Nabi Muhammad SAW menyeru kepada umatnya untuk mempelajari dan mengajarkan,  sebagaimana disebutkan dalam hadits Riwayat Ibnu Majah. Yang Artinya: "Pelajarilah ilmu faraidh (Mawarits), dan ajarkaanlah kepada manusia. Karena ia adalah setengah dari ilmu, dan ia akan dilupakan, serta ia merupakan ilmu pertama yang akan diangkat dari umatku"

  1. Syarat dan Rukun Warist

Untuk terealisasinya praktik waris ini membutuhkan adanya suatu syarat dan juga rukun yang harus dibenahi terlebih dahulu. 

       3. Syarat Warist ada tiga:

  1. Pewaristnya meninggal, baik meninggalnya secara normal (hakiki), secara Hukum atau secara perkiraan saja.

  2. Ahli Waristnya masih hidup, yang dimaksud dalam hal ini hidup pasca meninggalnya seorang pewarist, baik hidupnya secara hukum atau masih berbentu janin yang berada di dalam kandungan.

  1. Tidak adanya suatu penghalang warist yaitu:

  1. Perbudakan 

Seorang budak tidak dapat menerima harta warist ataupun mewariskan harta peninggalannya kepada ahli warisnya.

  1. Pembunuhan 

Jumhur Ulama sudah sepakat bahwa seorang pembunuh tidak dapat mewarisi harta seorang yang telah dibunuhnya. Akan tetapi hal ini justru bertolak belakang dengan pendapat ulama khawarij yang membolehkan seorang pembunnuh dapat menerima warisan dari orang yang telah dibunuhnya.

  1. Berbeda Agama 

Maksud dari berbeda agama disini, adalah ketika seorang pewaris beragam islam, sedangkan seorang ahli warisnya disini beragama selain agama islam, maka seorang ahli waris yang berbeda agama disini tidak akan mendapat bagian harta dari peninggalan seorang pewaris.

Logikanya, waris-mewarisi merupakan penghubung untuk mempertemukan  ahli waris dengan orang yang mewarisi disebabkan adanya kekuasaan perwalian dan adanya jalinan rasa tolong-menolong antar keduanya. Oleh karena keduanya terdapat perbedaan-perbedaan dalam hak  kebendaan seperti hak untuk memilikinya, menguasainya, dan membelanjakannya sebagaimana yang diatur menurut agama mereka masing-masing, maka kekuasaan perwalian antara mereka menurut hukum tidak ada lagi.

  1. Memenuhi hak-hak pewaris

  1. Biaya Perawatan jenazah 

Biaya perawatan jenazah yang dimaksud disini meliputi tahap yang dilakukan pasca meninggalnya pewaris, diantaranya adalh mulai dari memandikan, mengkafani, menshalati, dan menguburnya. Dalam pelaksanaan ini dianjurkan kepada para ahli waris untuk membiayai kebutuhan tersebut sewajarnya saja, dalam artian cukup dan tidak juga berlebihan.

  1. Pelunasan hutang 

Hutang adalah suatu kewajiban yang harus dibayar oleh orang yang berutang sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan. Jika pembayar meninggal, kewajiban pembayaran beralih ke keluarga. Menurut pendapat Fuqaha' Hanafiyah, tanggung jawab dibebaskan jika debitur meninggal dunia.

Islam menganjurkan agar transaksi utang dicatat secara teratur. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya perselisihan antar mitra dagang. Oleh karena itu, jika debitur meninggal dunia, pembayarannya akan dipotong dari hartanya. Merupakan perbuatan aniaya (dalim) untuk menunda pembayaran kepada orang yang mampu, atau kepada orang yang telah meninggal dunia dan harta warisan.

  1. Pelaksanaan wasiat

 Menurut Abu Dawud dan Ulama Salaf, wasiat adalah perbuatan wajib. Misalnya, jika ahli waris tidak membuat wasiat setelah meninggal, sebagai wasiat wajib, hingga sepertiga dari ahli waris digunakan untuk melaksanakan wasiat itu.

Kompilasi pasal 171 huruf f menyatakan bahwa wasiat adalah pemberian sdatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.

  1. Rukun Warist ada tiga diantaranya: Muwarist (Orang yang meninggalkan hartanya), Warist  (Orang yang mempunyai hubungan darah atau sebab perkawinan dengan pewaris), Maurust (Harta yang ditinggalkan pewarist).

  1. Sumpah pocong 

Sumpah pocong adalah sumpah yang dilakukan seseorang dengan mengenakan kain kafan layaknya jenazah untuk membuktikan bahwa orang tersebut tidak bersalah atau tuduhan terhadapnya keliru.

Adapun risiko yang ditanggung jika seseorang yang melakukan sumpah pocong tersebut terbukti bersalah, maka bukan hanya nyawa jadi taruhannya, tetapi keluarganya akan celaka bahkan mengalami kemiskinan. Meski sumpah pocong sering dilakukan oleh umat Islam, namun hal tersebut tidaklah membuat sumpah pocong diperbolehkan. 

Mengambil sumpah dalam Islam sebenarnya boleh saja asalkan sesuai dengan syariat yang berlaku.Pengambilan sumpah harus diyakini dalam hati dan diatasnamakan Allah SWT. Mengambil sumpah selain nama Allah sangat dilarang dan termasuk dosa besar.Sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda:"Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah maka ia telah kufur atau syirik." (HR Tirmidzi). Adapun sumpah pocong yang dilakukan oleh sebagian masyarakat muslim adalah sebagai muhabalah atau meminta Allah SWT melaknat atau menjatuhkan hukuman kepada pihak yang telah berdusta.

Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar).Sumpah itu ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. 

Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya). (QS Al Maidah:89).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun