"Nah, sip. Gancang da mun urang nu neangan [8] ." Ruhiyat menyuap sendok terakhir.
Yosep memandang dua sahabatnya yang lahap menyantap menu sahur. Terdengar peringatan imsak dari toa masjid, dan Yosep baru hendak menyendok karedok.
**
Merah langit sore menyambut Maula sekeluarnya ia dari peraduan. Hibernasi seharian rupanya tidak serta merta menarik dirinya dari kenyataan pahit bahwa kini ia tidak bekerja. Ngabuburit sembari berburu takjil gratis pun menjadi jalan ninja. Maula hendak mengenakan 'sandal baru' sebelum derum motor gigi honda terdengar mendekat. "Juhe?"
"Hirup keneh[9], Mol?" Juhaeni berseloroh, menepikan motornya.
"Astagfirullah. Puasa, Juhe." Maula mengelus dada.
"Lah, masih puasa? Biasana ge[10] puasa beduk."
"Itu mah kamu."
Juhaeni mengedikkan kepala ke jok belakang, menyilakan Maula naik. Maula memakai masker, tanpa menunggu lama lagi duduk lalu menepuk pundak Juhaeni yang tertutup jilbab berwarna coral. Tubuh tambun Juhaeni sempurna menghalangi badan kecil Maula hingga tak tampak dari depan.
Motor keluaran terbaru itu bersegera menuju kampus terdekat yang menyediakan pembagian takjil gratis untuk masyarakat umum dengan drive thru. Lima belas menit menjelang berbuka, bukannya semakin sedikit, antrian malah bertambah panjang.
"Bagus, enggak?" Maula menggoyang-goyangkan kakinya.
"Widiih... nyopet di mana?"