"Baik Bu, terus bagaimana kabarnya Radit?" Tanya Bu TitikÂ
"Alhamdulillah ini sudah mendapat penanganan di rumah sakit." Jawab ibuku
"Alhamdulillah Bu, semoga Radit segera sembuh dan bisa ikut ujian semester lagi!" Bu titik membalas
Dari percakapan Bu Titik dan ibuku, teman-temanku mengetahui kalau aku tidak ikut ujian karena sakit. Begitu juga Irine, ia sangat nampat murung di kelas. Tanpa ada kecerahan di wajahnya dan tak ada keceriaan di hatinya. DiaÂ
"Ini apakah sebab kejadian tadi malam, kena bentak ayahku. Maafkan ayahku mas Radit, ayahku saat itu lagi ada masalah kerjaannya." Desis Irine dalam hati
"Sepertinya mas Radit mengetahui hubunganku dengannya tidak bisa dilanjutkan. Karena ayahku memilih laki-laki pilihannya untukku."
Pak Hadi memilih putri tunggalnya tidak asal-asalan. Dia orang yang kaya raya, dan tidak mungkin memilih Radit sebagai menantunya. Ibu Suci, tidak mempersalahkan masalah bibit, bobot dan bebetnya, yang penting laki-laki yang bisa mengaji, bertanggung jawab, mandiri, dan mempunyai akhlak yang baik.
"Aku harus bagaimana ya Allah, agar Radit tetap semangat seperti dulu. Ya Allah engkau maha segalanya mudahkanlah segala urusanku, sembuhkanlah mas Radit, agar dia bisa mengikuti ujian akhir semester ini sampai selesai." Doa Irine saat mau melanjutkan mengerjakan soal ujian
***
Dua hari aku tidak mengikuti ujian di sekolah, hari ketiga dan keempat. Pagi ini aku agak mendingan dan mengerjakan soal-soal secara online di ruang Melati. Tadi malam aku dipindah dari UGD, karena tubuhku sudah sedikit sehat, dadaku sudah tidak sesak tapi batukku belum sembuh total dan harus rawat jalan.
Siang itu Irine menjengukku di rumah sakit bersama ibunya, mereka bersama Rino dan Alfi.Â