"Maafin Umi ya!"
Aku manggut dan bersedih belum bisa menerima kenyataan. "Hatiku mulai terluka, hatiku akan hampa tanpa Dea!" Bisikku dalam hati
Umi Romlah mencoba bangkit dari tempat tidurnya. "Bu Nur, terimakasih atas bantuannya waktu dulu, kalau tidak ada kamu Dea tak ada di dunia ini" Katanya sambil duduk
"Waktu dulu, Abah sudah mencari susu formula kemana-mana, di toko bayi, dan di toko-toko lain sudah tutup." Umi Romlah menjelaskan
"Terimakasih sudah menolong keluarga kami."
"Ya sama-sama Umi, maafkan saya bila ada salah." Balas Ibuku
***
Setelah keluarga pak Haji Nasrul pulang dari gubuk kami. Malam itu sebelum tidur, aku salat isya lebih dulu, pikiranku terganggu, hatiku gelisah. "Tidak menyangka saja bahwa Dea adalah saudaraku sendiri. Ya Allah, tolonglah aku!" Do'aku sambil memandang langit-langit kamar. Semakin aku khusuk dalam doa, bayangan Dea semakin mengikutiku. Aku mencoba membaca kitab suci beberapa lembar, tapi air mataku semakin mengalir membasahi hati. Wajah Dea semakin dilupakan, semakin menjelma indah kerinduan.
"Dit, belum tidur!" Ibuku memasuki kamarku menasihatiku dan mencoba menenangkan keadaanku. Membaca kitab suci kusudahi, Ibu keluar, aku berusaha untuk memejamkan mata. Kubaca Do'a sebelum tidur dan membaca Basmamalah 21 kali, juga belum bisa tidur.
***
Waktu subuh sudah lewat setengah jam, aku baru bangun tidur dan ke kamar mandi. Menjumpai ibuku di dapur, dia berkata"Dit, matamu bengkak. Apa kamu hari ini izin sekolah?"