Marius memerintahkan Christoffel untuk menutup surat kabar miliknya. Meskipun Marius tahu bahwa Christoffel adalah orang Belanda sama seperti dirinya, ia tidak peduli. Selama ada orang menghalangi jalan pemerintahan VOC, orang itu harus dimusnahkan.
Christoffel tetap keras kepala. Ia menolak perintah Marius. Ia menganggap hal itu mustahil. Bagaimana mungkin ia menutup surat kabar beromset besar miliknya. Surat kabar yang membuatnya makin kaya.
Hingga akhirnya terjadilah adu mulut diantara mereka malam itu. Namun adu mulut itu tidak berlangsung lama, salah seorang bawahan Marius berbisik.
"Tuan, aku punya ide?"
"Apa? Katakan."
Dua orang bawahan Marius Jacobus menyeret tubuh Christoffel menuju meja kerjanya. Salah seorang dari mereka memegangi tubuh Christoffel. Sedangkan yang lain menarik tangan kanan Christoffel dan memasukkan jari telunjuknya kedalam lubang dibagian bawah salah satu tuts mesin ketik milik Christoffel.
Christoffel mengerang hebat. Namun erangan itu tertahan oleh tangan yang menutup mulutnya. Matanya melotot menahan sakit saat ia sadar bahwa jari telunjuknya telah putus. Darah segar menetes di lantai. Marius tersenyum puas.
"Cukup, ayo kita pergi."
"Tunggu dulu Tuan. Ada sesuatu yang harus kita amankan."
Beberapa menit kemudian tiga orang tamu tak diundang itu pergi meninggalkan Christoffel yang tergeletak di lantai. Ia pingsan.
Hari berganti hari, luka Christoffel makin parah dan membusuk. Obat-obatan tidak mampu menyembuhkan lukanya. Obat-obatan terbaik hanya ada di Batavia. Akan sangat beresiko bagi Christoffel jika ia memaksa pergi ke Batavia dalam situasi perang seperti sekarang. Akhirnya ia meninggal dengan luka infeksi di jari kanannya.