"Benar Nyonya. Saat itu aku akan berdo'a didalam Kuil Qasr Al Binth. Aku melihat Nyonya berbicara dengan pendeta ketika aku sedang mengambil dupa Myrrh. Karena didalam kuil tidak ada api, aku pergi keluar kuil dan mencari sisa -- sisa dupa Myrrh yang masih menyala di bejana. Saat itu aku melihat dua orang lelaki sedang berdiri didepan gerbang kuil. Aku pikir mereka adalah teman Nyonya. Jadi aku kembali masuk kedalam kuil dan melanjutkan ritualku. Ketika aku masuk kedalam kuil, aku melihat Nyonya meninggalkan kuil dengan diantar oleh pendeta kuil. Tiba -- tiba, aku ingin pergi ke kamar mandi. Aku meletakkan dupa Myrrhku didalam bejana dan berjalan menuju ruangan di belakang altar kuil. Ketika aku berada didalam kamar mandi, aku mendengar suara seseorang berteriak cukup keras. Aku bergegas keluar dari kamar mandi dengan langkah mengendap -- endap untuk mengintai apa yang sedang terjadi. Hingga akhirnya dari balik tirai altar, mataku melihat pendeta kuil tergeletak didepan pintu. Disamping jasad pendeta itu berdiri teman Nyonya membawa sebuah bungkusan kain putih ditangannya. Persis dengan bungkusan yang Nyonya serahkan kepada pendeta kuil. Lelaki itu tersenyum ketika mengambil bungkusan itu dari tangan pendeta yang telah meninggal. Karena merasa nyawaku terancam, aku memutuskan untuk tetap bersembunyi. Setelah teman Nyonya pergi, aku mengurus jenazah pendeta kuil. Aku letakkan dia didepan altar dengan harapan agar dilihat oleh orang lain untuk segera diurus jenazahnya."
"Lalu, apa yang membuatmu datang kemari menemuiku?"
"Aku ingin Nyonya memanggil teman Nyonya." ucap lelaki itu pelan sambil menatap Teana dan Galata satu persatu. "Yang aku maksudkan bukan lelaki ini Nyonya, tapi yang satunya." ucapnya kemudian.
Teana memanggil prajurit yang berjaga diluar tendanya. Ia memerintahkan prajurit untuk memanggil Shahed. Tak lama kemudian muncullah Shahed. Ia berjalan memasuki tenda.
"Pria inikah maksudmu?" tanya Teana.
"Tepat sekali. Pria inilah yang membunuh pendeta itu."
"Tunggu sebentar, jangan kau menuduh sembarangan Tuan, lelaki ini adalah pengikutku. Sepanjang perjalanan ia bersamaku. Coba kau ingat -- ingat kembali. Mungkin saja kau salah." ucap Teana membela Shahed.
Lelaki itu diam sejenak. Ia teringat sebuah kejadian saat ia menyaksikan bola mata lelaki pembunuh pendeta kuil menyala kehijauan. Dua pasang bola mata yang mirip bola mata ular. Lalu ia mengamati kedua bola mata Shahed.
"Tidak sama." gumamnya.
"Apa maksud Tuan?" tanya Teana.
"Matanya Nyonya. Mata lelaki ini tidak berwarna hijau seperti yang aku lihat pada mata si pembunuh pendeta kuil."