Simkath memutuskan untuk menyewa seekor unta sebagai kendaraannya menuju ke pusat kota. Karena ia sedikit banyak memahami keadaan Kota Petra yang berbukit terjal dan cuaca yang cukup panas di siang hari.
"Maaf Tuan, bisakah Tuan turun dari atas unta?" ucap prajurit Petra.
"Mengapa aku harus turun? Bukankah ini unta milikku?" tanya Simkath heran.
"Maaf Tuan, ini sudah peraturan. Akhir -- akhir ini keadaan Petra tidak aman. Jadi kami terpaksa memperketat penjagaan di pintu gerbang utama kota."
"Hmmm... baiklah kalau begitu. Lakukan saja tugasmu." ucap Simkath. Dan iapun turun dari atas untanya.
Pemeriksaan itu tidak memakan waktu lama, Simkath meninggalkan para penjaga gerbang kota. Lalu ia melanjutkan perjalanannya menuju pusat kota. Disana ia ingin melihat keadaan pasar kota. Ia bermaksud mencari sebuah tempat yang cukup strategis di pasar. Ia ingin membuka usaha berupa jasa untuk meramal nasib disana.
Dalam beberapa menit, ia akhirnya sampai juga di pusat Kota Petra. Udara berhembus cukup kencang hingga membuat debu padang pasir beterbangan. Simkath memakai cadarnya untuk menghalau debu -- debu itu.
Sesampai di pintu masuk pasar kota, ia kemudian mengikatkan tali untanya di sebuah pohon kurma dan membayar seorang anak laki -- laki untuk menjaga untanya. Lalu ia masuk kedalam pasar.
Setelah berhari -- hari ia mengamati keadaan di pasar kota, ia memutuskan untuk membeli sebuah kedai minuman yang lama tidak digunakan. Letak kedai itu cukup strategis, berada di persimpangan jalan pasar yang cukup ramai dilewati orang. Melalui jasa seorang pedagang yang juga menawarinya tenda di Al Habis, ia berhasil mendapatkan kedai minuman itu dengan harga cukup murah.
Kedai itu nampaknya berfungsi sebagai tempat tinggal juga. Berdinding batu beratapkan daun kurma kering. Di depannya terdapat sebuah sumur kecil yang masih mengeluarkan air jernih.
"Sepertinya aku akan menetap disini saja." pikir Simkath.