“Bagaimana keadaan Haydar,?” tanya Ghalib kepada Manaf.
“Seperti yang Tuan lihat, tubuhnya sangat berat. Hamba tak sanggup memapahnya sendirian Tuan,” jawab Manaf.
“Oh maaf, mari aku bantu memapah Haydar. Ia memang keterlaluan. Seharusnya ia tak minum banyak malam ini. Kalau terjadi seperti ini, yang kesusahan adalah kita temannya.” ucap Ghalib sambil berjalan memapah temannya keluar.
“Sudahlah Tuan, tidak usah dipikirkan. Haydar masih muda. Dan lagi, ia belum pernah minum sejak kepergiannya meninggalkan Kota Hegra. Wajar saja kalau ia melampiaskan keinginannya untuk minum banyak malam ini,” ucap Manaf sedikit membela teman baiknya itu.
“Ah kau ini, masih saja membela orang yang salah.” gerutu Ghalib.
“Maaf Tuan, hamba tidak bermaksud demikian.” jawab Manaf pelan sambil menunduk.
Mereka bertiga akhirnya memutuskan untuk segera meninggalkan Kedai Zubi. Sambil berjalan memapah Haydar yang nampak lemas, Ghalib dan Manaf keluar kedai dengan pelan – pelan.
Namun secara tidak sengaja siku kiri Ghalib menyenggol kepala salah seorang pengunjung kedai. Lelaki Arab. Berperawakan tinggi besar dengan jambang yang lebat memenuhi pipinya.
Ghalib yang merasa kelelahan memapah tubuh Haydar tidak menyadari akan hal itu.
“Hai, apa – apaan kau ini. Kurang ajar sekali kau menyentuh kepalaku. Mau mati kau rupanya!” teriak lelaki Arab itu dengan emosi terpancar jelas di matanya. Nampaknya ia berada dibawah pengaruh minuman keras.
“Maaf Tuan, aku tidak tahu. Sekali lagi maaf.” ucap Ghalib.