Kemudian para penari itu berjalan menghampiri lelaki lain yang berteriak – teriak menginginkan mereka. Para lelaki yang menginginkan tubuh mereka untuk menghangatkan jiwa – jiwa mereka yang dingin. Begitu seterusnya tak ada habisnya.
Namun disebuah meja - tepatnya meja didekat pintu, keindahan tarian yang disuguhkan para penari itu menjadi tidak menarik.
Di sudut kedai, Manaf merasa kesulitan untuk membujuk Haydar pulang. Ia berusaha keras memutar otaknya agar Haydar beranjak dari tempat duduknya.
“Apa yang harus aku lakukan?” tanya Manaf kepada dirinya sendiri.
Dalam keramaian kedai malam itu, Manaf berusaha keras berpikir. Ia mencari cara agar Haydar bisa dibujuknya pulang.
Setelah cukup lama berpikir, akhirnya ia bisa tersenyum. Sebuah senyum kemenangan.
Ia memesan sebotol minuman. Sebotol guci kecil berisi minuman memabukkan kesukaan Haydar. Lalu ia membuka tutup botol itu dan mengarahkan mulut botol ke hidung Haydar. Meniupnya tepat di depan muka Haydar.
Dalam beberapa kali tiupan,terbukalah kelopak mata Haydar sedikit demi sedikit. Pelan namun pasti.
“Aah… Berikan minuman itu padakuuu…” ucap Haydar dengan suara parau. Setelah ia mencium aroma botol tadi, mendadak ia terbangun. Seakan aroma minuman tadi berteriak – teriak di kepalanya. Memanggil – manggil namanya.
“Caraku berhasil….” gumam Manaf dalam hati sambil mengangkat tubuh Haydar pelan – pelan.
Tak berapa lama datanglah Ghalib sambil membawa beberapa bungkusan berisi makanan kecil untuk mereka makan esok hari.