“Kita semua tahu bahwa Al Siq merupakan pintu utama untuk memasuki Kota Petra.”
Ghalib diam sejenak. Dia menangkap maksud sahabatnya itu lewat matanya. Pandangan matanya sangat meyakinkan Ghalib.
“Baiklah, besok akan aku buat perencanaan peta pembangunan saluran air di Al Siq. Tapi aku belum tahu siapa yang sanggup mengerjakan pembangunan saluran air ini. Apakah kau tahu orangnya ?” tanya Ghalib kepada Haydar.
“Tak perlu kau pikirkan. Besok aku sudah bisa mendapatkan orang yang sanggup memahat dinding Al Siq menjadi sebuah saluran air.” jawab Haydar sambil tersenyum.
“Bagus…. Kau memang sahabat yang bisa aku andalkan Haydar,” ucap Ghalib sambil menepuk pundak Haydar.
“Baiklah Ghalib, aku harus pergi dulu. Hari sudah hampir tengah malam. Besok akan ada banyak urusan yang mesti kita selesaikan. Besok akan menjadi hari yang sangat sibuk bagimu dan bagiku. Hahahaha….” gurau Haydar.
“Hahaha… Baiklah Haydar. Hati – hatilah dijalan.” balas Ghalib sambil menjabat tangan dan memeluk sahabatnya itu.
Hari makin gelap dan dingin. Serigala menggonggong dengan nyaring. Memenuhi lereng – lereng gunung Athlab.
***
Pemukiman Qashr Al Farid pagi itu masih sepi. Matahari belumlah muncul sempurna. Belum ada tanda – tanda orang melakukan aktivitas. Baru satu dua wanita yang nampak sibuk mematikan obor – obor yang masih menyala di depan dinding rumah mereka.
Nampaklah beberapa wanita keluar rumah sambil membawa kendi – kendi air. Mereka mengenakan jubah panjang. Dilengkapi dengan kerudung penutup kepala. Sebagian dari wanita itu bercadar dan sebagian tidak.