“Aaah kamu, pura – pura tak tahu. Jangan coba – coba menggodaku ya? Atau sepatu high hellsku melayang ke jidatmu yang lebar itu” jawab si ratu ebor sambil matanya melotot seperti mau keluar.
“Ampuuuunnn… hahahaha” Wagirin tertawa meledek.
Seperti angin yang berhembus, ucapan Wagirin barusan seolah lewat begitu saja. Tak diperdulikan oleh jeng Rizki. Setelah melewati tikungan komplek PJS, akhirnya dia tiba didepan rumah ber cat putih. Bertuliskan “Home sweet Home Rina”.
“Akhirnya sampai juga” ucap Jeng Rizki dalam hati.
“Permisi….. helloooo?” teriak Ratu Ebor dari luar pagar.
Karena cukup lama tidak mendapat jawaban, jeng Rizki memanggil lagi. Kali ini dengan nada suara sedikit dinaikkan.
“Helloooo…. Ratu Mbanoooong? Apakah kamu dirumah?”
“Iya bu, tunggu” sahut suara dari dalam. Yang tak lain adalah jeng Rina – si Ratu Mbanong. Disebut demikian karena dia pendatang dari Desa Mbanong.
“Ooohh jeng Rizki. Mari jeng, silakan masuk. Mari – mari silakan” sambil membukakan pintu pagar.
Setiap kali duo ratu ini bertemu, selalu ada saja pembicaraan intens diantara mereka berdua. Meski dalam kesehariannya kadang bertengkar, namun hubungan keduanya tetap akrab. Sebab mereka berasal dari satu desa yang berbeda kecamatan. Berangkat ke Surabaya pun bersama – sama. Dengan nasib yang sama. Jeng Rina usahanya bangkrut. Dan Jeng Rizki sawahnya gagal panen. Sehingga mereka berdua mengadu nasib ke kota metropolis Surabaya. Namun nasib berkata lain, harapan mereka untuk sukses menjadi sirna. Takdir telah menancapkan mereka berdua di kompleks ini. Kompleks Padangan Jaya Sentosa. Kompleks kumuh pinggir kota Surabaya. Apa boleh buat. Terpaksa mereka terima.
“Besok ada acara gak Rin?”