[caption caption="King Cobra Klik atenebris.deviantart.com/art/White-snake-337548672"][/caption]
Cintaku klepek – klepek sama dia.
Sayangku klepek – klepek sama dia.
Braaaakkk…..
Konser musik itu mendadak riuh. Alunan organ tunggal berhenti. Pemain gitar sontak kaget melihat sang penari ular jatuh tergeletak dengan bibir membiru. Mata membelalak dengan ular King Kobra masih melilit di tubuhnya.
“Tolong… Siska sekarat…” teriak Hartono sang gitaris.
Semua kru di panggung membopong tubuh Siska yang mulai membiru. Konser sesaat dihentikan. Satpol PP naik ke panggung untuk menenangkan keadaan. Ularpun ditangkap dan dimasukkan kedalam karung. Event Organizer menyiapkan penyanyi cadangan. Tidak kurang dari satu jam penonton pun bergoyang ria lagi seperti tidak ada masalah sebelumnya.
Sementara itu di belakang panggung para tim medis setempat sangat sibuk memberikan pertolongan pertama. Antibiotik terbaik disuntikkan ke tubuh Siska. Namun sayang Tuhan berkehendak lain. Darahnya berhenti mengalir. Denyut nadinya hilang entah kemana. Jantungnya berhenti berdetak. Seperti konser musiknya. Malam itu roh siska terlepas dari raganya.
“Maaf, kami tidak bisa menyelamatkan nyawa saudari Siska” Ucap salah seorang tim medis yang memvonis Siska mati karena bisa ularnya.
“Siskaaaaaa……” isak tangis Rini pecah malam itu. Dia memeluk tubuh kaku Siska yang sudah tidak bernyawa. Membiru. Sebiru kisah hidupnya.
***
Birunya cinta kita berdua.
Semoga abadi seperti birunya langit.
Lagu itu adalah salah satu lagu favorit Siska saat manggung. Entah karena kebetulan atau sebab lain. Kisah hidup Siska mirip dengan lagu – lagu yang dibawakannya diatas panggung.
“Maaf… boleh saya kenalan?”
“Siapa ya… apa kita pernah kenal sebelumnya?”
“Kenal sih tidak. Tapi aku sering mengikuti kemanapun kamu manggung. Dari satu kota ke kota lain. Aku ini penggemar setiamu Sis”
“Ah kamu bisa aja mas. Namamu siapa?”
“Kenalkan, aku Bram”
Perkenalan itu berujung pada hubungan yang lebih dekat. Berawal dari obrolan singkat sampai kencan kilat. Lelaki mana yang tak tertarik pada Siska. Usia masih muda. Wajah merona penuh aura. Tubuh indah mulus bak mutiara. Apalagi tatapan matanya yang sanggup membius penontonnya. Tatapan yang sangat berbisa. Seperti ular yang tiap manggung selalu dibawanya. Hingga tak terasa hubungan mereka berdua sudah berjalan 9 bulan lamanya.
“Ayoooo… teruuuusss… suit… suiiiittt….” teriak para penonton malam itu.
“Siskaaaaa… I love youuuuu” suara lain menyahut.
Teriakan – teriakan itu semakin membuat Siska menggila diatas panggungnya. Tubuh indahnya meliuk – liuk. Ular kobra menggeliat – geliat menelusuri tiap lekuk tubuhnya. Sesekali kedua bibir insan berbeda jenis itu saling bertemu. Saling berpagut dalam panasnya udara malam ini. Benar – benar panas sepanas goyangan Siska. Si Ratu Ular.
“Malam ini kamu nakal sekali Sis…” ucap Bram sambil menyetir mobilnya.
“Ah yang benar mas? Balas Siska manja.
“Benar Sis… para penonton banyak yang teler karena gerakan – gerakanmu yang aduhai” gerutu Bram yang mulai dibakar api cemburu.
“Aku harus profesional mas” balas Siska singkat.
“Aku tahu, tapi sebaiknya kamu segera berhenti dari pekerjaan tari ularmu itu” balas Bram.
“Maaf mas, tidak bisa”
Suasana mendadak menjadi hening. Bram konsentrasi menyetir, sedangkan Siska sibuk membenarkan riasan di wajahnya. Mobil mereka melaju menembus pekat malam.
Sejak malam itu. Sejak Siska beradegan panas bersama ular King Kobra nya. Nama Siska makin dikenal di Kota Mojokerto. Show demi show dilakoninya tiap malam di akhir pekan. Dari panggung ke panggung. Dari goyangan biasa hingga goyangan yang bisa bikin basah.
***
Pada suatu malam…
“Mas… bisa ambilkan bulu mata palsuku gak? Ketinggalan di meja riasku. Aku gak pede kalau gak memakai bulu mata itu” pinta Siska kepada Bram.
“Baiklah Sis. Tunggu disini ya? jawab Bram yang diiringi langkahnya keluar meninggalkan Siska di dalam mobil SUV nya.
“Permisi Mbak, meja rias Siska dimana ya? Ada barang yang harus saya ambil” tanya Bram.
“Oh itu mas, meja bernomor tiga” ucap asisten Siska.
“Terimakasih” balas Bram singkat.
Segera Bram berjalan menuju meja yang dimaksud. Dengan gerakan cepat tak terlihat. Bram meneteskan cairan putih kedalam gelas Siska.
Setengah jam kemudian Siska datang.
“Mana minumanku?” tanya Siska kepada asisten pribadinya.
“Itu diatas meja rias” jawab si asisten.
Sudah menjadi kebiasaan Siska sebelum manggung. Dia selalu meneguk segelas air putih bercampur bunga mawar merah. Bunga mawar yang selalu dibelikan Bram untuknya. Untuk menambah aura katanya.
Setelah Siska meneguk habis air itu, dia langsung menuju panggung dengan penuh percaya diri. Siap menyuguhkan hiburan yang dijamin bisa memuaskan para penggemarnya. Remaja, dewasa hingga kakek – kakek sanggup dibuat puas olehnya. Namun takdir berkata lain. Malam itu Siska tergeletak tak bernyawa diatas panggung yang megah. Di tangannya terdapat bekas gigitan ular King Kobra miliknya yang secara tak sengaja terinjak ekornya saat Siska menari ular. Sejak malam itu sudah tidak ada Siska. Tidak ada tarian ular lagi. Tarian dari seorang Ratu Ular.
“Siskaaaa…. Jangan pergi Siiiiisss….” Tangisan Rini semakin menjadi – jadi mengiringi tubuh Siska yang dibopong menuju ambulans.
“Segera buat laporannya ya? tuliskan penyebabnya : “Mati digigit ular” perintah seorang polisi berpangkat perwira.
“Baik Pak”
Sementara itu dari kejauhan…
“Rasakan kau Sis…” umpat seseorang dari dalam sebuah SUV.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H