Stress kronis: Stress kronis dapat menyebabkan presentasi kematian melalui komplikasi medis seperti penyakit jantung, diabetes, dan stroke.
Kehilangan atau trauma: Kehilangan atau trauma jangka panjang dapat menyebabkan presentasi kematian melalui komplikasi medis yang diakibatkan oleh stres atau depresi yang berkepanjangan.
Sekali lagi saya bercerita ulang, di mana sebuah penelitian dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa bunuh diri merupakan presentasi kematian ke-10 terbanyak di dunia pada tahun 2020, dengan sekitar 800.000 kasus bunuh diri setiap tahunnya. Penyakit mental, seperti depresi dan skizofrenia, juga merupakan faktor risiko utama untuk bunuh diri. Penelitian lain menunjukkan bahwa depresi merupakan penyebab utama kecacatan di seluruh dunia dan salah satu dari lima penyebab utama kematian pada usia produktif. Stress kronis juga diperkirakan menyebabkan sekitar 120.000 kematian setiap tahun di Amerika Serikat. Namun, jumlah presentasi kematian yang berkaitan dengan masalah psikologis dapat bervariasi berdasarkan faktor-faktor seperti negara, tingkat pendidikan, dan tingkat ekonomi, dan juga dapat berubah dari waktu ke waktu. Perlu diingat bahwa presentasi kematian karena masalah psikologis juga merupakan hal yang kompleks dan multidimensional dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, sehingga perlu kerja sama antar berbagai disiplin ilmu dan kerja sama yang baik antara pemerintah, komunitas dan individu untuk mengurangi angka kematian tersebut - menurut media pemberitaan (bokong modal cuan) yang bisa Anda cek di Google, dan saya tidak peduli.
3) Intinya bahwa "kematian" digambarkan khas sebagai manusia berakal budi, bukan berakal-bermoral. Usia Produktif didominasi oleh Generasi Muda, bukan Generasi Tua. Generasi Tua lebih mengenal hal praktis, sedangkan Generasi Muda lebih 'mudah ditipu' dengan hal praktis-idealis apa lagi dengan produk-produk media yang semakin 'logis dan masuk akal'. Yang sudah mengenal Tuhan luar-dalam akan sangat sulit untuk dikontrol dan dikendalikan via 'digital', tetapi sebaliknya lebih diminati oleh 'yang mendadak lupa ada Tuhan'. Fatalnya, Generasi Muda justru memanfaatkan kepolosan Generasi Tua dengan 'dalih' fleksibel, lebih gampang dan praktis, cepat, efisien, canggih, masyarakat digital, bla-bla-bla-bla-bla, supaya ikut masuk jurang kebodohan 'tak ada dasar', yang malahan diafirmasi oleh Generasi Tua dengan prospek pembelaan 'kritis', 'ilmiah', 'kontekstual', dan sejumput term ilmiah bla-bla-bla-bla biar yang lain rame-rame turun ke sana. Ini juga memengaruhi dengan jelas bahwa ada yang salah dengan sistem pendidikan di negara ini, bahkan dari tingkat agen pendidikan utama dan pertama, orangtua. "Kematian moral" sudah ada sejak orangtua lebih mencintai pekerjaannya 'karena dicekik kewajiban kantor' (bukan dualisme peran orang tua di "ilmu sosiologi" yang Anda kenal dengan tema 'konflik sosial' itu) pada akhirnya menjadikan teknologi sebagai 'orangtua asuh' bagi generasi muda. Akibatnya, mereka lebih cerdas dalam mengutak-atik gadget dan perangkat digital, menyayanginya seolah 'yang melahirkan dan membesarkan mereka dengan pengetahuan adalah teknologi (gadget) dan internet', bukan orangtua-nya yang lagi sibuk cari cuan. Sistem inilah yang dinanti-nantikan oleh para penggerak 'dunia teknologi' agar semakin menjanjikan kepunahan moral manusia dengan memanipulasi kesadaran palsu tingkat advanced dengan membuat 'internet' menjadi semakin 'seru' untuk 'diajak bercerita dan bermain' daripada berinteraksi dengan para pengasuh 'berkat Tuhan di dunia' dalam wujud gen. muda (anak-anak) - disamping membuat mereka lupa kewajiban moral dan psikologi 'berkat Tuhan' yang masih sangat manusiawi karena ngejar cuan biar bisa 'makan' dan 'minum' setiap hari. Yang asli saja dicekik, apalagi 'titipan' - begitu pula dengan zona akademik/sekolah. Jangan kaget jika media sering dapat 'umpan mancing' yang nikmat dengan menyajikan berita-berita tentang kasus moral di sekolah-sekolah, entah skandal 'murid-guru', 'guru-murid', 'murid-murid', bahkan 'guru-guru'. Di sini, masa childish Generasi Tua 'dihidupkan kembali' dengan belajar dari 'yang lebih tahu' tentang teknologi. Karena lebih mengenal 'yang baik' dan 'yang buruk', sisi ego manusia menggerakkan mereka kepada penelusuran intens yang berkaitan dengan 'yang buruk' dengan dalih modal pembekalan materi penjelasan 'menghindarkan calon penerus bangsa dari kehancuran' (moral), justru kembali 'menghancurkan diri dan orang lain'. Bukan karena 'terlalu liar', tetapi cenderung terpaku dengan dimensi dunia maya yang membalikkan 'imajinasi menjadi realitas' menjadikannya sebagai kebalikannya. Kebutaan moral terjadi ketika sisi adaptif-moral guru perlahan terkikis tanpa pertimbangan ada Tuhan 'di dekat situ', sehingga scandalum dapat terjadi di manapun dan kapanpun secara 'refleks' dan menghasilkan produk media baru yang dikenal dengan istilah trending topic: skandal bla-bla-bla-bla. Pendidikan yang Hancur kalau sudah 'hancur' dari zona 'bahan bangunannya', secara otomatis akan menghancurkan sistem yang ada dan sudah berjalan selama ini. Tidak akan ada satu teori pun yang bisa menyelamatkan manusia dari 'neraka' batin sekaligus 'surga' jangka pendek manusia ini, kecuali kesadaran moral 'mistik dan batiniah' (iman akan 'adanya Tuhan') yang sebenarnya sudah ada sejak lahir sebagai manusia, namun secara mendadak menjadi 'amnesia akut' bagi manusia itu sendiri. Sistem dengan sejumput historikal seperti ini sudah dirancang sejak zaman dahulu, sedang terjadi, dan akan terus bersinergi dalam 'lingkaran setan' yang tidak akan berhenti sampai 'akhir zaman' yang takkan ada ujungnya selama manusia masih ada dan hidup. Generasi Tua akan semakin 'kekanak-kanakan' dan Generasi Muda mendadak semakin 'dewasa' dalam hal-hal 'melangkahi batas pagar' ilmu pengetahuan yang sudah dirancang sedemikian rupa oleh Satan. Inilah kecerdasan inverted yang dihilangkan dari zona berpikir moral manusia serta (sekaligus) memetakkan ideologi Satanisme yang benar-benar realistis tanpa syarat apapun, bahkan syarat moral dan Tuhan sekalipun tidak akan mampu mengubah manusia dalam 'sekali klik'.
'Sorga' dalam perspektif jiwa, justru 'dibungkus' atau 'diburamkan' oleh Satan menjadi 'neraka' bagi Generasi muda.
Salah satu 'produk Tuhan' yang paling diincar oleh mereka adalah ketakutan duniawi (atau lebih cocok "ketakutan jasmaniah" manusia). Saya tidak perlu menjelaskannya karena mereka sudah menjelaskannya secara ilmiah, sah, dan valid, bahkan di dalam sebagian besar ilmu pengetahuan di sekolah-sekolah atau di dalam buku ilmiah yang Anda dan saya jumpai dalam hidup sebagai seorang manusia ber-otak dan ber-akal budi. Silahkan klasifikasikan itu menurut teori apa saja sesuka Anda. Sudah tahu tentang ketakutan yang sebenarnya? Yap, benar - kematian (kepunahan dalam istilah ilmu pengetahuan) atau dalam 'istilah Tuhan', kebinasaan. Istilah sepele ini justru menjadi 'senjata ilmu pengetahuan' untuk mengalahkan manusia di atas muka bumi ini. Sehebat apapun seorang pemimpin Agama berceramah, berkotbah, atau pun mewartakan 'kutipan kata dari Tuhan' (selama hanya kata dan tidak diwujudnyatakan dengan perbuatan) kepada manusia beriman, itu hanyalah ketersia-siaan belaka. Sebab, sebagian besar manusia sudah terlanjur 'menceburkan diri' ke dalam daftar absen kebinasaan, dan bahkan 'tidak takut mati'. Bahkan, sekali pun media mewartakan 'ancaman kematian' dalam berbagai model dan bentuk yang abstrak namun nyata, manusia sepertinya sudah tidak mengenal Tuhan dari semua aspek kehidupannya sebagai ciptaan-Nya - seperti 'pura-pura tidak tahu'.
Iya, Anda tidak percaya, dan saya tidak peduli. Covid-19 menjadi salah satu bio-weapon yang masuk dalam tahap/fase kelima 'percobaan manusia' dari Ilmu Pengetahuan justru 'dibungkus rapih' dengan kata konspirasi yang lagi-lagi merupakan produk 'proposal ilmiah' yang paling sukses secara goblok-nya diterima oleh seluruh umat manusia yang cerdas. Anda tidak pernah menyadari itu, dan setelah saya menulis ini (tertanggal 20 Januari 2023), sudah dijadwalkan secara gamblang kapan 'senjata itu digunakan lagi' pada proyek percobaan berikutnya. Ini adalah pemenuhan janji saya sesuai apa yang saya katakan pada tulisan diary sebelumnya - silahkan Anda baca satu-satu dan kemudian 'temukan' itu sendiri karena saya enggan menerangkannya (pada tulisan bagian mana). Anda yang masih menjadi budak teknologi tidak akan pernah mendapatkannya, tetapi saya dan beberapa orang telah mewanti-wanti 'proposal hitam' tersebut sejak berkembangnya internet (pada zaman transisi 3G dan 4G makin berkembang). Jujur saja, pembongkaran fakta ini tidak akan pernah dapat ditemukan oleh oknum-oknum yang saya maksudkan, karena "tidak sesuai dengan tulisan sah, valid, dan ilmiah secara akademik" - itulah tujuan dari teori probabilitas logistika-proposisi yang kerap saya guling-gulingkan ke sana-kemari dalam tulisan saya. Saya tidak perlu 'membagikan link' atau 'file pdf" atau "script" supaya Anda buka, baca, apalagi percaya, karena saya tetap menjaga harta kami yang dapat "mengguncang" prospek Ilmu Pengetahuan ke depannya sekaligus "menyelamatkan diri" dari ancaman konspirasi pihak-pihak 'di balik layar Globe Ilmu Pengetahuan'. Anda tidak perlu tahu dan saya tidak peduli. Tetapi karena saya tahu bagaimana cara melancarkan aksi inteligensia berpikir yang 'tidak masuk akal' sehingga saya dan Tim tidak pernah ragu dengan 'fiksi di balik realitas' yang saya kisahkan ini (silahkan Anda menafsirkannya secara terbalik/inverted dan Anda akan menemukan "makna di balik maknanya").
Kenapa harus demikian? Kenapa tidak jujur dengan tulisan? Anda lihat saja "korban-korban" sejarah masa lampau - selalu 'dibungkus' dengan apa yang namanya konspirasi. Mereka semua sebenarnya adalah 'korban ilmu pengetahuan' manusia lain yang tidak Anda kenal di buku-buku sejarah mana pun - mereka yang mampu menciptakan dan menggandakan uang dari 'emas' di perut bumi, mengendalikan manusia lain yang berdiri di atas 'panggung' kepemimpinan, ilmu pengetahuan, dan bahkan 'di balik layar hiburan manusia (dalam berbagai bentuk)'. Hanya segelintir orang yang lolos dari pengaruh dan kendali mereka, sekalipun yang sedang duduk di posisi-posisi strategis tertentu di dalam suatu negara atau perusahaan, selebihnya itu budak. Makanya, saya sering mengatakan term "Budak Ilmu Pengetahuan" - itulah orang-orang bodoh yang secara 'tidak sadar' di-remote ke sana-kemari 'tanpa arah keseimbangan', entah demi kepentingan apa atau orientasi apa. Esensinya adalah 'saya tidak ingin menjadi korban konspirasi demi kebenaran yang sejatinya sudah 'dikebiri' dengan berbagai cara, (bahkan termasuk melalui) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Modern yang sampai saat ini Anda imani dengan intelektual 'tipis' seperti sekarang demi menyelamatkan para domba aneh yang jelas-jelas 'seperti tidak mengenal' dan 'dikenal' oleh Tuannya sendiri.
Contoh yang sebenarnya paling tidak layak untuk saya ceritakan kepada Anda sebagai gembala tanpa paras adalah mengenai salah satu produk "kegoblokan global" yang diakui dunia sampai hari dan detik ini (dan mungkin sampai manusia binasa) - UANG.
Anda mengenal uang cuman dari sudut pandang ilmu pengetahuan ekonomi saja, menurut tradisi Satanis yang paling masuk akal se-jagat raya, bahwa dengan 'uang modern', Anda mampu mendapatkan bla-bla-bla-bla-bla yang bisa memenuhi bla-bla-bla-bla-bla dalam hidup ini (sebagai manusia ber-Tuhan - tambahan itu justru dihapus dalam Ilmu Pengetahuan) dan mampu 'menggantikan' segala sesuatu yang ingin Anda dapatkan. Bahkan, nyawa (jiwa, item paling mistik dari manusia) pada akhirnya 'dianggap sebagai benda bodoh' yang dapat ditukar dengan selembar kertas bertinta canggih bernama UANG. Anda sendiri akan heran bagaimana 'uang' jadi tolak ukur kehidupan manusia yang menentukan status ekonomi sebagai patokan kesejahteraan sebuah negara. Etimologi kata "EKONOMI" diputarbalikkan secara bebas oleh Satan dengan mengendalikan kesadaran moral para ilmuwan dan peneliti dengan mengklasifikasikannya sebagai berikut:
Kata "ekonomi" berasal dari bahasa Yunani "oikonomia" yang terdiri dari dua kata "oikos" yang berarti rumah atau keluarga, dan "nomos" yang berarti peraturan atau hukum. Jadi, dalam bahasa Yunani, "oikonomia" berarti "peraturan atau hukum dalam hal keuangan keluarga". Konsep ini kemudian berkembang menjadi pengelolaan sumber daya dalam skala yang lebih besar, termasuk pengelolaan sumber daya ekonomi dalam sebuah negara atau masyarakat. Dalam perkembangannya, ekonomi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari cara bagaimana individu dan masyarakat membuat pilihan tentang bagaimana mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas. Ekonomi juga mempelajari bagaimana mekanisme pasar bekerja dan bagaimana pemerintah dapat mempengaruhi perekonomian melalui kebijakan fiskal dan moneter.