Keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan aspek rohani dapat menjadi hal yang rumit bagi seorang peneliti. Beberapa peneliti mungkin memiliki keyakinan agama yang kuat yang mempengaruhi pandangan mereka tentang dunia dan penelitian mereka. Namun, penting untuk memisahkan keyakinan pribadi dari hasil penelitian ilmiah dan untuk memastikan bahwa penelitian dilakukan secara obyektif dan tidak dipengaruhi oleh keyakinan agama.
Kenapa sangat rumit? Bukannya Ilmu Pengetahuan menjadi perhatian bagi manusia dalam membantu semua aspek kehidupan? Mencoba memprovokasi kesadaran moral masyarakat dengan kata subyektif? seperti itu? Sesungguhnya ini merupakan salah satu peta yang paling jelas, yang menginterpretasikan "KEGAGALAN BESAR ILMU PENGETAHUAN" dalam memecahkan misteri tentang "Manusia Mistik". Anda bisa melihatnya pada tulisan diary kemarin yang pernah saya tulis terkait hal serupa dan akan menyadarkan Anda yang membacanya ketika mampu memprediksi semua tulisan yang telah dan akan saya buat - dan saya tidak peduli.
Anda 'sehat' secara ilmiah, tetapi 'sakit' secara iman, karena Anda mengira bahwa saya mengidap penyakit ilmiah yang Anda kenal dengan "Efek Dunning-Kruger". Itu merupakan sebuah kebodohan moral yang patut "ditertawakan" sebesar-besarnya. Entah Dunning ataupun Kruger, keduanya sesungguhnya merupakan 'pion' Satan yang 'dengan polosnya' menjalankan prosedur imagination-reduction iman manusia untuk mencapai puncak Pengetahuan yang secara ilmiah 'dikatakan' sukses dan berguna - semakin memperlebar jurang pemisah antara 'Tuhan dan Ilmu Pengetahuan' (kekuatan logika moral berpikir manusia yang di-override oleh Ilmu Pengetahuan) - dan Atheisme menjadi 'jalur alternatif' paling jitu untuk mencapainya.
__________________
Oke, kembali ke topik diary saya kali ini. Saya enggan membahas penjelasan 'pembuka yang pedas' di atas lebih jauh karena saya menulis diary, bukan memaksa orang berargumentasi-ria dengan ranah ilmiah. Tidak perlu menjadi pura-pura bodoh secara ilmiah untuk membaca ini, tetapi cukup pahami saja apa yang saya ceritakan.
Coba lihat Indonesia sekarang? Anak mudanya? bedanya sama orang tua-orang tua? yang ilmiah-nya dikenal dengan istilah "generasi X", atau "Y", atau "Z", atau "milenial"? term Golongan Muda dan Golongan Tua dalam catatan sejarah bangsa kita? itulah yang saya mau ceritakan. Tentang judul?
Perbudakan 'Budaya Mistik' di Indonesia artinya Anda dan Saya sebagai hamba Tuhan (kita sebagai orang beriman dan berbudaya). Definisi ini dilahirkan dari proses teori probabilitas logistika-proposisi yang merupakan zona inverted logika manusia untuk menemukan "makna yang tidak disangka-sangka oleh publik". Saya siap "ditertawakan" oleh siapa saja yang membaca tulisan ini, karena saya akan "tertawa lebih keras" atas kebodohan moral Anda dalam memahami cerita saya. Jangan menafsirnya sesuai definisi ilmiah kata-per-kata, karena Anda dengan mudahnya tersesat dengan itu. Ini bukan tentang 'budaya sebagai penghambat' atau 'zona takhayul atau keniscayaan' (mitos yang memperbudak logika) bagi masyarakat Indonesia atau 'percaya roh-roh halus sebagai halusinasi dan tidak nyata' atau 'kepercayaaan tradisional yang membatasi agama sebagai satu-satunya yang baik dan benar menuju Tuhan' - saya sudah tahu probabilitas konotasi tingkat dasar seperti itu dan Anda jangan meremehkan saya dari sudut pandang penelusuran makna konotasi kelas rendah yang Anda dan saya pernah temui dan dipelajari di sekolah-sekolah purba di Indonesia ini - tetapi sesuatu 'yang punya kemungkinan' besar untuk tidak ditafsir sesuai makna aslinya atau bahkan pada tataran konotasi/makna terselubung serta definisi mitos-linguistik, dan hanya bisa dipahami oleh orang-orang tertentu.
Keterbelakangan Manusia dalam 'Pengkhianatan Batin' atas Tuhan artinya manusia-manusia di Indonesia saat ini telah menjadi budak duniawi yang 'nyaris tidak dapat diselamatkan' dari belenggu ilmu pengetahuan (beserta produk-produk teoritikal lainnya) dan media-media 'canggih' yang menunjang kehidupan manusia di sisi jasmani, namun 'amnesia akut' di zona rohani (lupa akan Tuhan). Mendadak generasi muda kerap dicederai oleh penilaian-penilaian moral-radikal generasi tua tentang perubahan peradaban manusia yang sudah terlanjur "tidak masuk akal" secara logika. Tetapi 'kecerdasan zaman' (bukan manusia atau ilmu pengetahuan, tetapi frekuensi logika lingkungan hidup) dengan sukses berhasil menggauli generasi muda agar menjadi 'pelacur peradaban'. Ini lebih kepada pesan moral yang tak kelihatan dari aspek kebahasaan mana pun karena Anda tidak pernah diajarkan oleh lembaga pendidikan formal mana pun - Anda dan saya kurang canggih dalam 'membohongi' Tuhan dari sudut mana pun karena tindakan masing-masing, serta mengakui 'kenikmatan duniawi' (dalam bentuk apapun yang diterima) sebagai pemberian Tuhan sendiri yang dari kacamata berbeda dianggap sebagai 'bentuk kejatuhan manusia ke dalam dosa dan kebinasaan' yang paling sah dan valid.
Bagaimana kolaborasi definisi keduanya mampu dipahami oleh orang lain?
Mari saya bongkar sampai hal-hal 'sepele' yang tidak kelihatan oleh Anda. Join with us dan saya akan menyadarkan Anda bahwa ternyata "cukup banyak" yang terjebak dengan introspeksi zaman bahwa saya sebagai penulis dianggap "stres", tetapi saya tidak peduli. Ini adalah tentang kesadaran kekanak-kanakan atau childish zone - zona "kerapuhan moral" manusia di Indonesia. Ini tentang generasi muda yang menjadi target rusaknya 'jati diri' manusia demi masa depan bangsa dan negara. Inilah 'surga' dan 'neraka' yang hendak saya buka melalui portal diary ini.
Generasi muda tidak perlu didefinisikan dari sudut pandang Ilmu Pengetahuan apapun, cukup dilihat sekilas saja bahwa apa yang saya katakan dianggap punya nilai konspirasi dan aspek-aspek paradoksal yang 'konyol' dan 'tidak masuk akal'. Generasi muda adalah portal 'open-house' dari kehancuran luar biasa moralitas manusia sebagai hamba Tuhan. Generasi muda adalah "BODOH" dan "polos" sehingga dengan mudahnya dimanipulasi oleh media-media ciptaan manusia itu sendiri yang sesungguhnya merupakan produk-produk 'destruktif' dan manifestasi kejahatan mistik atau Satan. Generasi muda di Indonesia saat ini 'jelas-jelas' sudah lupa siapa itu Tuhan? apa sih ngomong Agama melulu? Coba Anda lempar pertanyaan ini kepada generasi muda siapa saja yang Anda temui: apakah Anda mengenal artis ini? artis itu? atau apakah Anda tahu bagaimana cara menggunakan media platform ini? media itu? Mereka secara spontan akan memberikan penjelasan dan praktik yang 'tidak terduga' sehingga Anda akan terkagum-kagum dengan pengetahuan mereka. Kemudian, coba Anda bandingkan dengan jawaban mereka ketika Anda bertanya: bagaimana cara berdoa yang baik dan benar? doa apa yang menurutmu paling indah (menurut imanmu)? atau kenapa Anda suka ke tempat ibadah untuk 'beribadah'? Uniknya, jawaban-jawaban mereka akan berkisar pada probabilitas yang 'tidak pasti' atau bahkan buram, abstrak, dan terkesan imajinatif. Bahkan, bisa saja meng-konotasi-kan kebingungan atau "kebodohan moral" mereka sendiri. Ini yang dinamakan oleh dunia akademik dengan istilah 'subyektif'. Pertanyaan itu sesungguhnya 'lebih mudah' dijawab dan didefinisikan oleh Generasi Tua dibandingkan dengan lawan Generasi-nya. Silahkan buat riset Anda sendiri dan beri catatan untuk diri Anda sendiri - karena saya tidak peduli.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!