Mohon tunggu...
Muhammad Krishna Vesa
Muhammad Krishna Vesa Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Hukum - Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Fiat justitia ruat caelum

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengulas Naskah Akademik dan Latar Belakang Revisi UU KPK

17 September 2019   21:49 Diperbarui: 18 September 2019   16:29 13204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bagaimana Indonesia dapat melakukan hal-hal tersebut ketika IPK masih jauh jika dibandingkan dengan Negara lain padahal jurnal-jurnal ilmiah yang membahas korelasi antara korupsi, investasi dan perkembangan suatu Negara juga sudah menumpuk dan mudah sekali untuk ditemukan. 

Secara kualitatif sosiologis, keadaan penegakan dan pemberantasan korupsi di Indonesia juga masih sangat mengkhawatirkan bagaimana tidak jika para penegak hukumnya mendapatkan teror dan tidak ada kejelasan mengenai penindakan atas teror-teror tersebut.  

Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif dalam wawancaranya dengan The Jakarta Post tanggal 22 Juni 2019 menceritakan bahwa ketika beliau berbagi pengalaman dan hambatan pemberantasan korupsi di Indonesia kepada berbagai lembaga anti rasuah di Negara lain (CPIB di SIngapora, ICAC di Hong Kong dan FBI di Amerika Serikat), jawaban dari lembaga-lembaga tersebut adalah kata "Bloody Hell" menegaskan keterkejutan mereka dengan teror yang masih terjadi kepada KPK di Indonesia.  

Bukan berarti lembaga-lembaga tersebut tidak pernah mengalami teror, berdasarkan catatan Hong Kong Journal yang ditulis oleh Anna Wu, seorang penasehat di Sekolah Hukum Universitas Shantou, ICAC Hong Kong sendiri, sejak didirikan tanggal 15 Februari 1974 terus mengalami penyerangan dan tekanan hingga yang terbesar adalah penyerangan terhadap kantor dan staff ICAC oleh anggota kepolisian Hong Kong pada November 1977.  

Kekagetan mereka terhadap teror kepada KPK jelas lebih menunjukkan persepsi mereka bahwa perjuangan pemberantasan korupsi di Indonesia mungkin dapat dikatakan masih berada di tingkat pemberantasan korupsi di Hong Kong 30 tahun yang lalu.

Berkaca dari ICAC Hong Kong yang secara internasional diakui dapat membebaskan Hong Kong dari korupsi yang telah melembaga dan mendorong Hong Kong menjadi global financial hub, memang terdapat perubahan arah kebijakan ICAC yang sebelum sekitar tahun 2002 bersifat super power dan berfokus kepada penindakan korupsi menjadi fokus kepada pencegahan dan penerapan pengelolaan Pemerintahan yang baik setelah tahun 2002. 

Tetapi hal tersebut dilakukan setelah hanya 1% dari warga Hong Kong yang menganggap masih terjadinya korupsi umum di Pemerintahan Hong Kong (Melanie Manion, Corruption by Design: Building Clean Government in Mainland China and Hong Kong, (Massachusetts: Harvard University Press, 2004).  

Secara logika tentunya ini dapat diterima, ketika seseorang menderita penyakit tentu obat yang sifatnya extraordinary harus diberikan. Ketika pasien sudah sembuh barulah secara bertahap diajarkan untuk hidup sehat. Tidak mungkin sebaliknya. 

Perubahan atas suatu peraturan perundang-undangan atau lembaga Negara pada dasarnya adalah suatu keniscayaan yang harus terjadi.  Namun, perubahan tidak boleh dilakukan dengan dasar yang tidak jelas dan waktu yang semata-mata berdasarkan hitungan tahun. Dasar filosofis, sosiologis dan yuridis perubahan harus dikaji secara mendalam dengan bertujuan pada kebaikan Bangsa dan Negara. 

Pertanyaan besar yang pada akhirnya muncul dalam artikel ini adalah, bila DPR dan Presiden sudah ingin mengubah arah pemberantasan korupsi dalam UU KPK saat ini yang memang menganggap korupsi di Indonesia adalah fenomena yang luar biasa sehingga membutuhkan lembaga yang luar biasa pula, apakah DPR dan Presiden sudah sangat yakin bahwa Indonesia sudah jauh dan sembuh dari korupsi.  

Rasanya jawabannya sudah sedikit banyak dijelaskan paragraf sebelumnya.  Bahkan penulis dan pembaca sendiri bisa dengan mudah menjawabnya dengan secara langsung mengalaminya bila melakukan pengurusan surat izin (mengemudi?) atau dokumen lainnya di instansi pemerintahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun