Sebelum Peristiwa G30S, ia adalah Ketua Umum Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia), anggota DPRGR, MPRS, DPA, Dewan Harian Angkatan 4 permainan catur harus dihentikan dan ia segera menyalakan radio mencari berita. Tidak lama kemudian ia bergegas meninggalkan rumah.Â
Dan baru kembali ke rumah pada malam hari. Ia tampak muram dan ketika berbicara dengan ibu, saya dengar ia menyatakan, "Keadaan gawat. G30S sudah ditumpas oleh Angkatan Darat. Pasti akan ada perubahan politik yang merugikan kita semua...." Â TentunyaÂ
sekarang mudah untuk disimak bahwa yang dihadapi oleh Siauw Giok Tjhan pada hari itu adalah Peristiwa G30S, yang oleh pemerintah Soeharto ditambahi predikat PKI menjadi G30S/PKI sebagai manifestasi tuduhan pemerintah Soeharto bahwa PKI terlibat bahkan mendalangi G30S.Â
Siauw Giok Tjhan ternyata masuk dalam Dewan Revolusi yang dibentuk oleh G30S. Sebuah dewan yang tidak sempat bersidang karena G30S keburu ditumpas oleh Jenderal Soeharto. Sejak tanggal 2 Oktober 1965, Jenderal Soeharto dengan dalih menumpas G30S, melaksanakan kejahatan negara yang mungkin terburuk setelah Perang Dunia II.Â
Penghancuran yang dilaksanakan oleh penguasa militer secara sistematik terhadap PKI, organisasi yang resmi dan merupakan salah satu pilar kebijakan politik negara yaitu Nasakom sebelum 30 September 1965. x | Siauw Giok Tjhan --- G30S dan Kejahatan Negara
melindungi para anggotanya. Mereka berupaya sekuat tenaga membersihkan nama Baperki dari semua tuduhan penguasa militer. Pada tanggal 15 Oktober 1965 kampus Universitas Respublica di Jakarta diserbu dan dibakar oleh massa yang didukung oleh militer. Pada tanggal 4 November, Siauw Giok Tjhan ditahan dengan dalih "diamankan" dari masyarakat. Pada bulan Maret 1966, ia dipecat "dengan hormat" dari DPR, MPRS, dan DPA.Â
Sejak November 1965 hingga Agustus 1978, Siauw Giok Tjhan tercatat sebagai seorang tahanan politik (tapol). Ia resmi di "bebaskan" dengan predikat "ET"---ekstapol pada tahun 1978. Ia ditahan di berbagai penjara di Jakarta. Dimulai dengan penahanan sementara di Lapangan Banteng dan kompleks Unra (Universitas Rakyat) dari November 1965 hingga Juli 1966. Di penjara Salemba dari Juli 1966 hingga November 1969.Â
Di tahanan Satgas, November 1969 hingga Februari 1970. Di penjara RTM (Rumah Tahanan Militer), Februari 1970 hingga Desember 1972. Di penjara Nirbaya, Desember 1972 hingga November 1973. Di penjara Salemba, November 1973 hingga Oktober 1975. Tahanan rumah, Oktober 1975 hingga Agustus 1978.Â
Di berbagai tahanan inilah ia bertemu dan berdiskusi dengan banyak tokoh politik dan militer yang langsung dan tidak langsung terlibat dalam Peristiwa G30S. Ia berdiskusi dengan banyak orang dari berbagai lapisan, sipil maupun militer. Dari tokohtokoh utama seperti KSAU Omar Dhani,Â
tentara yang ikut dalam operasi penculikan para jenderal pada tanggal 1 Oktober 1965. Ia juga berkesempatan berdiskusi dengan para tokoh yang memimpin operasi Blitar Selatan, di antaranya Munir dan Ruslan. Â Diskusidiskusi dengan para pelaku sejarah dari berbagai tingkat dan aliran ini mendorongnya menulis beberapa catatan
berbentuk analisa tentang G30S, kesalahan dan kecerobohan yang dilakukan oleh pimpinan PKI, setelah ia keluar dari penjara. Â Ketika ia diizinkan oleh Adam Malik, pada waktu itu wakil presiden, untuk berobat ke Negeri Belanda pada tahun 1978, ia pun sering berbicara dengan para teman dan mahasiswa di Eropa.Â