Siang yang sangat panas. Matahari sekarang sudah berada di atas kepala. Warga-warga di daerah dengan julukan bumi melayu ini masih melakukan aktivitas luar ruangan mereka dengan santai. Â Sepertinya mereka sudah terbiasa dengan cuaca panas.
Ya, Inilah Jambi. Daerah dengan ikon Tugu Keris Siginjai. Juga daerah tempat banyak universitas impian orang ramai.
Dari salah satu gedung perkuliahan di universitas itu keluarlah seorang pemuda gagah. Umur pemuda itu kisaran 19 tahun. Ia menyandang ransel berwarna hitam sambil membetulkan topi merahnya agar matanya aman dari tajamnya silau matahari.
Pemuda itu berlari keluar menuju gerbang perkuliahan. Seorang Sopir taxi sudah menunggunya sedari tadi. Sepertinya taxi itu sudah dipesan oleh pemuda tersebut 15 menit sebelum jam mata kuliah selesai.
Pak Sopir berbaju seragam hitam khas perusahaannya tersenyum ketika pemuda itu masuk kedalam mobilnya. Id card di leher Sopir itu bertuliskan nama Dodi. Ia menyapa pemuda tersebut dengan ramah. Perut buncit dan kumis tebalnya menambah kesan lucu pada dirinya.
"Heii Yusuf!! Lama kali kita tak bertemu, kangen lah aku sama kau." Teriak Pak Dodi.
Suara keras dengan logat khas daerahnya memperjelas bahwa Pak Dodi berasal dari Batak.
"Hehe.. iya pak, akhir-akhir ini saya ke kampus pake sepeda." Ucap Yusuf sambil menyeringai.
"Ooh.. Terus kenapa sekarang kau tak pakai sepeda?." Tanya Dodi.
"Marco cakar rantai sepedanya pak, rusak sepeda saya dibuatnya." Jawab Yusuf dengan sedikit kesal mengingat kejadian itu.
"Marco kucing belang hitam putih kau itu? Nakal kali lah dia." Protes Pak Dodi. "Besok kalau dia nakal lagi baik kau jadikan rendang ajalah dia tu." Sambung Pak Dodi masih dengan logat bataknya.
"Haha.. Namanya juga kucing pak." Yusuf hanya bisa tersenyum mendengar gurauan Pak Dodi. "Hari ini antar ke kantor pos aja ya pak, mau ngirim surat untuk mama." Sambung Yusuf.
"Siap Suf." Jawab Pak Dodi.
Matahari sudah berada tepat di atas kepal. Taxi tersebut melaju kencang di jalan raya. Beberapa kali taxi menyalip pengendara lain di jalan. Sepertinya Pak Dodi tak tahan dengan cuaca ini dan ingin cepat-cepat pulang ke rumah.
Mobil taxi berhenti di gerbang kantor pos. Yusuf turun dari taxi dan memberi ongkos kepada Pak Dodi seraya berterima kasih. Yusuf bergegas masuk ke dalam kantor pos tersebut.
Â
Ramainya kantor pos itu membuat Yusuf harus mengantri dahulu sebelum mengirimkan surat tersebut. Â Tampaknya warga-warga di sini memang sudah bersahabat dengan cuaca panas. Bahkan ketika pendingin ruangan di kantor pos itu rusak.
Akhirnya telah sampai di nomor antrian Yusuf. Yusuf mengeluarkan surat tersebut dari dalam tas dan memberikannya kepada petugas kantor pos.
"Ini yang akan di kirim kak." Ucap Yusuf sambil menyodorkan surat itu kepada petugas.
"Baik, isi formulirnya dulu ya dek." Kata petugas itu dengan tersenyum ramah.
Yusuf pun mengisi formulir dan menyelesaikan administrasi. Setelah itu Yusuf pulang menuju kosannya.
Dua minggu berlalu sejak Yusuf mengirimkan surat ke kampungnya. Surat balasan dari keluarga di kampung pun telah dikirimkan kepada Yusuf.
"Suff!! Ada paket untukmu nih!!." Teriak Radhit teman sekamar Yusuf.
"Paket apa??." Tanya Yusuf lesu. Yusuf baru pulang dari kuliahnya. Ia langsung berbaring terlentang di atas kasur setibanya di kosannya.
"Katanya sih paket dari kampungmu." Balas Radhit sambil melempar paket tersebut ke badan Yusuf yang terlentang.
Yusuf bangun dari posisinya. Ia mengambil gunting dan paket tersebut. Tanpa menunggu lagi ia langsung membuka paket tersebut.
Paket itu berisi sepucuk surat, sebuah resep, dan ayam lado hijau koto gadang buatan mama.
Dengan mata berbinar Yusuf segera ke dapur dan menyendok nasi ke piring. Tampaknya rasa lelah Yusuf setelah kuliah tadi hilang setelah mencium aroma ayam lado hijau koto gadang itu.
Yusuf kembali ke kamar. Ia melihat ayam buatan mamanya habis dimakan marco si kucing hitam putih nakal. Plastik bungkus ayam itu sudah habis di koyak oleh marco.
"Marcoo!!!" Nyaringnya teriakan Yusuf membuat Radhit di kamar mandi langsung menuju ke kamar.
"Ada apa Suff?." Tanya Radhit.
"Ayam lado hijau kesukaanku di makan marco Dhit!!." Ucap Yusuf dengan emosi "Emang betul kata Pak Dodi, di rendang ajalah marco ini." Sambung Yusuf.
"Hahaha, ada-ada aja kamu, nih ada resep ayam lado hijau dari mamamu." Ucap Radhit mengambil resep dari bekas robekan paket tadi.
Yusuf merebut resep itu dari Radhit. Ia membaca resep tersebut dengan seksama.
"Besok aku akan membeli bahan-bahan ini ke pasar. Tutur Yusuf berusaha menyabarkan diri.
Keesokan harinya Yusuf berangkat menuju pasar.
Yusuf membeli 500 gram ayam, 100 gram cabe ijo keriting, 50 gram bawang merah, 50 gram bawang merah yang sudah di iris, 5 buah bawang putih, 2 buah tomat hijau, 1 lembar daun kunyit, 3 lembar daun salam, 4 lembar daun jeruk, 2 batang sereh, geprek, 1 ruas kunyit, 1 ruas jahe, 1 ruas lengkuas, 65 ml santan kental.
Setelah bahan-bahan untuk membuat ayam koto gadang lengkap, Yusuf kembali ke kosannya. Ia meletakkan semua bahan di atas meja dapur dan mulai mengikuti resep dari mamanya.
"Suf, mau aku bantuin gak." Kata Radhit tiba-tiba datang entah dari mana.
"Boleh.. kamu bisa tolong bersihin ayam atau ulek bawang." Balas Yusuf sambil tersenyum lebar karena tau ia tidak akan bisa melakukan pekerjaan ini sendiri tanpa banruan orang lain.
Radhit melihat ayam dengan darah yang masih melengket pada badan ayam tersebut. Ia juga melihat bawang dan bahan-bahan yang akan di ulek. Radhit tampak sedikit jijik dengan bahan-bahan itu.
"Suf aku bantu bacain resepnya aja ya." Ucap Radhit sambil nyengir dan langsung mengambil kertas resep dari tangan Yusuf.
"Terserah lah, emang tampang gak mau nolongin orang kamu ini." Ejek Yusuf dengan sedikit kesal.
"Bukan begitu Suf, aku baru selesai mandi." Radhit membela dirinya.
"Terserah." Ucap Yusuf.
Yusuf memakai celemek bergambar hello kitty di badannya. Setelah itu Yusuf menyuruh Radhit untuk membacakan resepnya. Radhit pun mulai membacakan resepnya.
"Pertama, cuci bersih ayam. Setelah itu siapkan dedaunan, daun salam, daun kunyit, daun jeruk dan sereh." Ucap Radhit.
Yusuf melakukan apa yang di tulis dalam resep tersebut. Meskipun ia juga sedikit jijik dengan ayamnya. Tetapi rasa rindu untuk memakan ayam lado hijau koto gadang ini mengalahkan rasa jijiknya. Yusuf menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
"Ulek bawang putih, jahe, kunyit dan lengkuas hingga halus." Ucap Radhit sambil menunjukkan wajah bosan.
Yusuf menyiapkan bahan-bahan untuk di ulek dan meletakkannya di atas ulekan. Untuk pekerjaan ini tak jarang jari Yusuf juga ikut terulek bersama bahan-bahan terebut.
"Selanjutnya giling cabe hijau sama bawang merah Suf!." Ucap Radhit yang tampak bosan dan mulai mondar mandir di dapur.
Jari Yusuf tidak sanggup mengulek lagi. Ia memutuskan menghaluskan cabe hijau dan bawang merah mengguanakan blender saja.
"Lalu goreng irisan bawang merah hingga harum lalu masukkan potongan tomat." Kata Radhit.
Yusuf menyiapkan kuali dan memanaskan minyak. Selanjutnya ia memsukkan irisan bawang merah dan potongan tomat. Lalu Yusuf menggorengnya hingga harum.
"Masukkan bumbu halus yg sudah diulek, Beri daun salam, daun kunyit dan daun jeruk aduk hingga bumbu matang." Ucap Radhit.
Yusuf masih melanjutkan mengaduk tomat dan bawang tadi. Kali ini Radhit menolong memasukkan bumbu dan daun-daunannya.
Masukkan cabe ijo yg sudah di blender, beri santan, garam dan gula.
"Masukkan ayam dan tambahkan air hingga ayam terendam." Ucap Radhit sambil menuangkan air ke dalam kuali tersebut.
Sebenarnya Radhit ini tipe orang yang peka. Hanya saja ia agak pemalas. Jadi susah untuk disuruh apalagi dimintai tolong.
"Jika air sudah menyusut dan berminyak, tes rasa. Matikan api." Kata Radhit.
Yusuf mengikuti perkataan Radhit. Setelah air sudah menyusut dan berminyak Radhit mencoba rasanya.
Ayam Lado Mudo pun siap disajikan
Entah di mana salah Yusuf ayam lado hijau sudah tampak setengah hancur di kuali. Yusuf berfikir di mana kesalahannya. Sesekali ia mengeluh karna hal itu.
"Ahhh, kenapa bisa hancur gini." Katanya "Andai aja ada mama." Sambung Yusuf.
"Miaoo." Marco masuk ke dapur dan mengeong kepada Yusuf.
"Diamlah marco atau kamu akan ku jadikan pengganti ayam yang hancur itu." Kata Yusuf. Yusuf mengira kucingnya itu sedang mengejeknya.
Tetapi Marco tetap bersuara. Wajah Yusuf tampak memerah kesal. Ia berlari mengejar Marco.
Marco berlari sampai keluar. Rasa kesal Yusuf kepada Marco membuat Yusuf mengejarnya hingga keluar rumah. Ia mengejar Marco hingga ke depan gang kosannya.
Energi Yusuf sudah hampir habis. Perutnya sudah berbunyi karena lapar. Tetapi Marco tidak dapat di tangkap. Yusuf menyerah dan kembali ke dapur kosan.
Setibanya di dapur ia melihat perempuan dengan gamis berwarna hitam dan jilbab lebar berwarna merah. Perempuan itu sedang melanjutkan pekerjaan Yusuf memasak ayam lado hijau. Yusuf memperhatikan dengan seksama perempuan itu.
"Mama!!" Yusuf memeluk perempuan itu.
"Yusuf! Dari mana aja kamu, ayamnya sudah matang nih" kata perempuan itu membalas pelukan anaknya itu.
"Mama aku kangen mama." Tutur Yusuf.
"Mama juga kangen kamu, ayuk kita makan ayam lado koto gadang ini." Kata mama "Kamu hebat lo bisa masak ayamnya sendiri walaupun setengahnya sudah hancur." Sambung mama.
"Makasih maa." Ucap Yusuf. Yusuf dan mamanya segera mengambil nasi dan mulai makan.Â
Radhit datang dari luar rumah sambil menggendong Marco. Di tangannya ada goresan bekas cakaran Marco.
"Wahh.. Udah makan aja nih." Ucapnya sambil melepaskan Marco dari pangkuannya.
"Ketemu di mana Marconya Dit?." Tanya Yusuf penasaran.
"Di depan rumah Pak RT Suf, dia lihat kucing betina Pak RT tadi." Kata Radhit sambil nyengir.
"Ada-ada aja si Marco." Kata mama sambil geleng-geleng kepala. "Ya udah Dhit makan dulu gih.
Radhit menurut dengan senang hati. Ia menyendok nasi dan ikut pula makan bersama.
Tak lupa dengan Marco. Ia pun mendapat bagian ayam yang hancur tadi. Marco juga makan dengan lahap. Sepertinya ayam lado hijau Koto Gadang tidak hanya disukai orang ramai saja tetapi kucing pun juga suka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H