Kreativitas dan inovasi dari kebanyakan kader HMI seakan tumpul ketika sudah menghadapi yang namanya “dana”. Mereka nggak mau ambil pusing untuk mencari dana lewat aksi-aksi kemandirian dan kewirausahaan. Mereka lebih mengambil jalan praktis dan instan, yaitu langsung “menggedor pintu” rumah senior untuk ‘ditodong’ proposal. Meski kegiatan mencari dana lewat proposal itu bagus, karena untuk melatih diri kita untuk fund rising apabila nanti kita sudah terjun di tengah-tengah masyarakat. Tapi setidaknya, kita tidak selalu berada di dalam “zona nyaman”, dalam artian di pangkuan senior. Dan untuk keluar dari zona nyaman tersebut, kita harus mendobraknya lewat kreasi dan inovasi serta selalu menanamkan sifat kemandirian sejak dini.
Tantangan Bangsa ke Depan
Tahun ini merupakan tahun dimana HMI harus bisa menjadi garda terdepan dalam menjawab persoalan-persoalan Bangsa yang kian lama kian runyam. HMI tidak boleh manjadi ‘macan ompong’ di Negara sendiri. Angka pengangguran dan kemiskinan yang semakin naik harusnya menjadi PR besar buat HMI untuk selalu menyuarakan hak-hak mereka di level Pemerintahan. Apalagi awal tahun 2016 ini, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sudah resmi berlaku. Arus deras tenaga kerja asing yang akan membanjiri Indonesia tidak bisa dibendung dan tidak terelakkan lagi. Tentu hal ini akan menjadi momok buat para pekerja Indonesia yang tidak mempunyai skill dan keterampilan yang memadai dan mumpuni.
Sudah menjadi sebuah kelaziman, apabila angka pengangguran semakin meningkat, otomatis angka kriminalitas pun juga meningkat. Karena mereka harus mencari uang untuk sesuap nasi dan bertanggung jawab untuk membiayai kehidupan anak istri. Maka estafet kepengurusan baru PB HMI yang kemarin baru saja dilantik harus membuat resolusi untuk perbaikan Bangsa Indonesia ke depan, terutama masalah kemiskinan dan pengangguran.
Belum lagi carut marutnya masalah politik kita yang seolah-olah dikebiri oleh Korporatokrasi dan pihak-pihak asing yang ingin mendominasi Indonesia. Kasus-kasus lama seperti Freeport seolah menjadi “borok lama” yang dibuka kembali di permukaan. Kata Prof. Yusril Ihza Mahendra dalam sebuah kesempatan diskusi di salah satu stasiun televisi swasta mengatakan, “kalau 74 persen tanah di Indonesia ini sudah dikuasai oleh orang-orang non-pribumi. Sisanya yang 26 persen dikuasai oleh Negara dan orang-orang pribumi”. Sadar nggak sadar, Neo-Kolonialisme sudah menghegemoni dan menancapkan jangkarnya di tanah Ibu Pertiwi yang kita cintai ini. Sudah barang tentu hal ini merupakan sebuah fakta yang sangat pahit. Tapi mau gimana lagi? Mau nggak mau, kita harus ‘berdamai’ dengan realita.
Lewat esai yang singkat ini, penulis berharap supaya di usia yang ke-69 tahun, HMI bisa hadir dan pasang badan untuk terus mengawal Bangsa tercinta ini dari berbagai ancaman, baik ancaman yang sifatnya internal maupun eksternal, sebagaimana HMI lahir disebabkan karena adanya ancaman dari internal maupun eksternal Bangsa ini. Yakusa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H