Mohon tunggu...
Luthfi Wildani
Luthfi Wildani Mohon Tunggu... Penulis - Pecinta Hikmah dan Kebenaran

I'm Just The Ordinary Man and Thirsty Knowledge

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

HMI dan Masa Depan Bangsa

25 Februari 2016   19:09 Diperbarui: 5 Maret 2016   08:22 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kreativitas dan inovasi dari kebanyakan kader HMI seakan tumpul ketika sudah menghadapi yang namanya “dana”. Mereka nggak mau ambil pusing untuk mencari dana lewat aksi-aksi kemandirian dan kewirausahaan. Mereka lebih mengambil jalan praktis dan instan, yaitu langsung “menggedor pintu” rumah senior untuk ‘ditodong’ proposal. Meski kegiatan mencari dana lewat proposal itu bagus, karena untuk melatih diri kita untuk fund rising apabila nanti kita sudah terjun di tengah-tengah masyarakat. Tapi setidaknya, kita tidak selalu berada di dalam “zona nyaman”, dalam artian di pangkuan senior. Dan untuk keluar dari zona nyaman tersebut, kita harus mendobraknya lewat kreasi dan inovasi serta selalu menanamkan sifat kemandirian sejak dini.

Tantangan Bangsa ke Depan

Tahun ini merupakan tahun dimana HMI harus bisa menjadi garda terdepan dalam menjawab persoalan-persoalan Bangsa yang kian lama kian runyam. HMI tidak boleh manjadi ‘macan ompong’ di Negara sendiri. Angka pengangguran dan kemiskinan yang semakin naik harusnya menjadi PR besar buat HMI untuk selalu menyuarakan hak-hak mereka di level Pemerintahan. Apalagi awal tahun 2016 ini, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sudah resmi berlaku. Arus deras tenaga kerja asing yang akan membanjiri Indonesia tidak bisa dibendung dan tidak terelakkan lagi. Tentu hal ini akan menjadi momok buat para pekerja Indonesia yang tidak mempunyai skill dan keterampilan yang memadai dan mumpuni.

Sudah menjadi sebuah kelaziman, apabila angka pengangguran semakin meningkat, otomatis angka kriminalitas pun juga meningkat. Karena mereka harus mencari uang untuk sesuap nasi dan bertanggung jawab untuk membiayai kehidupan anak istri. Maka estafet kepengurusan baru PB HMI yang kemarin baru saja dilantik harus membuat resolusi untuk perbaikan Bangsa Indonesia ke depan, terutama masalah kemiskinan dan pengangguran.

Belum lagi carut marutnya masalah politik kita yang seolah-olah dikebiri oleh Korporatokrasi dan pihak-pihak asing yang ingin mendominasi Indonesia. Kasus-kasus lama seperti Freeport seolah menjadi “borok lama” yang dibuka kembali di permukaan. Kata Prof. Yusril Ihza Mahendra dalam sebuah kesempatan diskusi di salah satu stasiun televisi swasta mengatakan, “kalau 74 persen tanah di Indonesia ini sudah dikuasai oleh orang-orang non-pribumi. Sisanya yang 26 persen dikuasai oleh Negara dan orang-orang pribumi”. Sadar nggak sadar, Neo-Kolonialisme sudah menghegemoni dan menancapkan jangkarnya di tanah Ibu Pertiwi yang kita cintai ini. Sudah barang tentu hal ini merupakan sebuah fakta yang sangat pahit. Tapi mau gimana lagi? Mau nggak mau, kita harus ‘berdamai’ dengan realita.   

Lewat esai yang singkat ini, penulis berharap supaya di usia yang ke-69 tahun, HMI bisa hadir dan pasang badan untuk terus mengawal Bangsa tercinta ini dari berbagai ancaman, baik ancaman yang sifatnya internal maupun eksternal, sebagaimana HMI lahir disebabkan karena adanya ancaman dari internal maupun eksternal Bangsa ini. Yakusa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun