Oleh karena itu, lima prinsip Insan Cita yang tertera dalam tujuan HMI itu harus dipegang betul dan benar-benar dilaksanakan oleh seluruh kader HMI se-Indonesia kalau memang HMI ingin berbenah dan ada perubahan yang signifikan untuk kebaikan HMI dan kebaikan bersama. Jika tidak, maka tunggulah bom waktu, suatu saat HMI akan ditinggalkan oleh masyarakat dan hanya tinggal nama saja. Tapi semoga saja tidak terjadi, karena penulis yakin sampai saat ini banyak sekali kader-kader HMI yang memang berkualitas dan benar-benar menjalankan lima prinsip Insan Cita. Sehingga menjadi kader yang militan dan mempunyai ruh perjuangan yang tinggi.
“Setiap kemajuan meniscayakan adanya perubahan, tapi setiap perubahan tidak meniscayakan adanya kemajuan”. Begitulah kata adagium populer yang sudah masyhur dan tidak asing lagi di telinga kita. Jika HMI ingin berbenah, maka harus ada perubahan, baik itu perubahan yang bersifat internal maupun eksternal. Dan yang paling terpenting adalah perubahan terhadap mental kader-kader HMI itu sendiri. Meminjam kata-kata salah satu senior HMI ketika melihat kondisi HMI dari waktu ke waktu, “ketika ingin melihat kualitas dan sisi intelektualitas dalam tubuh HMI, lihatlah tahapan perkaderan dalam HMI dari LK 1 sampai LK 3”.
Senioritas Dalam Tubuh HMI
Di HMI, senioritas sampai sekarang masih berlaku, dan mungkin tradisi ini akan bertahan sampai seterusnya, mengingat tradisi ini sudah mendarah daging bagi kader HMI dari generasi ke generasi. Di satu sisi, senioritas memang penting, dalam artian supaya untuk menjaga keseimbangan roda organisasi. Karena senior disini bertindak sebagai seorang yang dituakan oleh juniornya, sehingga masukan, saran dan nasehatnya selalu dinanti untuk bisa menjaga keberlangsungan organisasi secara baik dan bijak.
Namun disisi lain, senior justru kadang menjadi penghambat dari perkembangan sebuah organisasi, terlebih organisasi HMI, yang mana terkadang persaingan antar senior yang membawa kepentingan masing-masing selalu melibatkan para juniornya untuk masuk ke dalam kancah kontestasi persaingan elit-elit senior ini. Ada semacam benturan keras kepentingan politik, sehingga sering terjadi gesekan tajam yang hampir menimbulkan kontak fisik antar sesama kader maupun antar kubu senior dengan bala tentaranya masing-masing.
Inilah sebetulnya yang disayangkan, harusnya persaingan politik di tubuh HMI berlangsung secara sehat dan aman. Nggak usahlah membawa-bawa massa baik kader HMI sendiri maupun massa bayaran untuk bisa memenangkan kontestasi politik di tubuh HMI. Penulis sangat maklum, karena memang dinamika dan dialektika politik yang terjadi di HMI sangatlah kompleks dan cukup klimaks, lobi-lobi politik sana-sini, bahkan iming-iming mahar politik pun kadang masih menjadi ‘senjata ampuh’ untuk menaklukkan lawan politiknya.
Tradisi inilah yang harusnya kita hilangkan sedikit demi sedikit, karena mau tidak mau, sadar tidak sadar, tradisi inilah yang nantinya akan kita bawa ketika kita sudah terjun ke masyarakat dan kita ingin mencalonkan diri untuk menjadi calon pemimpin di daerah tertentu. Kita harus memotong dan memutus lingkaran setan yang selalu ditradisikan oleh kebanyakan kader-kader HMI.
Senior bukanlah dewa yang selalu benar dan harus kita taati. Senior hanyalah manusia biasa yang bisa salah dan lupa. Oleh karenanya, kita sebagai kader HMI jangan sampai terbuai oleh bujuk rayu senior. Jika memang itu menurut kita salah, kita wajib untuk meluruskannya, kalau masih belum berani untuk menegur dan meluruskan, maka tolaklah secara halus dan baik-baik, minimal sekali kita ingkari dalam hati.
Penulispun tidak menutup mata, bahwa banyak sekali senior-senior di HMI yang telah menjadi orang-orang besar dan orang-orang sukses baik di tingkat nasional maupun internasional. Merekalah sebenarnya contoh kita dalam ber-HMI. Merekalah teladan kita untuk bisa menggapai kesuksesan. Bukan kader-kader HMI yang mungkin sekarang mendekam di bui karena kasus korupsi maupun kasus-kasus yang lain.
Selalu Mengelu-elukan Senior
Penulis melihat dan menilai bahwa kebanyakan kader-kader HMI sekarang sudah kehilangan militansi perjuangannya. Dalam artian sikap kemandirian dan survive ketika menghadapi berbagai permasalahan. Sedikit-sedikit minta bantuan senior, sedikit-sedikit mengajukan proposal ke senior. Hal inilah yang kemarin disinggung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla pada waktu pembukaan Kongres HMI XXIX di Pekanbaru. Beliau bercerita kalau dahulu ketika HMI ingin mengadakan Kongres, maka beliau dan kawan-kawan sama sekali tidak mengandalkan dan menggantungkan para senior untuk membiayai Kongres, tapi beliau dan kawan-kawan berjuang bagaimana supaya mendapatkan uang dan dana lewat aksi kemandirian dan kewirausahaan. Beliau dan kawan-kawannya berjualan aneka makanan dan minuman untuk membiayai acara Kongres.