Mohon tunggu...
Luthfi Wildani
Luthfi Wildani Mohon Tunggu... Penulis - Pecinta Hikmah dan Kebenaran

I'm Just The Ordinary Man and Thirsty Knowledge

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

HMI dan Masa Depan Bangsa

25 Februari 2016   19:09 Diperbarui: 5 Maret 2016   08:22 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="http://3.bp.blogspot.com/"][/caption]69 tahun sudah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) berkiprah di negeri ini. Tepat dua tahun setelah Bangsa ini merdeka, HMI lahir di tengah-tengah krisis dan transisi Bangsa ini setelah kemerdekaannya. Pasang surut organisasi ini pun tak terelakkan. Mulai terpecahnya organisasi ini menjadi dualisme kepemimpinan antara DIPO dan MPO karena asas tunggal Pancasila yang diberlakukan oleh pemerintah Soeharto waktu itu. Walaupun terpecah menjadi dua, HMI sampai sekarang bisa melewati terpaan badai dualisme tersebut dan masih bisa eksis sampai saat ini.

Justru dinamika organisasi yang semakin kompleks inilah yang membuat HMI bisa terus mengawal dan menatap masa depan Bangsa ini ke depan lebih cerah. HMI semakin tumbuh dewasa dan usianya semakin menua, seperti umur Bangsa ini. Ibarat roda sepeda, HMI harus terus bergerak untuk menjaga keseimbangan organisasinya, walaupun terjadi konflik internal disana-sini dan kader-kader HMI yang semakin lama semakin oportunis dan pragmatis.

Menurut hemat penulis, HMI ibarat gula manis yang selalu diperebutkan oleh para semut dari seantero penjuru Tanah Air. HMI kerap dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk menunggangi dan menjadi kendaraan politik mereka supaya bisa meraih kekuasaan dan meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara. Tentunya ini tidak sesuai dengan ruh HMI sendiri yang selalu menjaga independensi organisasi dari kepentingan dan muatan politik apapun. Tapi apa dikata, banyak kader-kader HMI yang terjerat dalam kubangan politik praktis yang menyebabkan trust masyarakat kita semakin menurun.

HMI masih dikenal masyarakat sebagai organisasi pergerakan mahasiswa yang sering membuat ulah dan anarkistis. Walaupun sebagian masyarakat juga tidak menutup mata kalau HMI juga dikenal sebagai organisasi yang selalu mengedepankan faktor intelektual dalam setiap langkahnya. Terbukti banyak kaum Intelektual di negeri ini yang dihasilkan dari rahim HMI, sebut saja Cak Nur. Sebagian besar masyarakat Indonesia juga mengenal HMI ini sebagai mesin pencetak pemimpin negeri, organisasi yang selalu mereproduksi para Politisi ulung dan mumpuni.

Tak ayal, kalau hampir sebagian besar dan mayoritas para pemangku kebijakan baik yang di Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif semuanya banyak didominasi oleh kader-kader HMI dari seluruh pelosok negeri. Pun di lembaga-lembaga Negara lainnya tak lepas dari kader-kader HMI yang berkecimpung di dalamnya. HMI juga dikenal luas sebagai organisasi yang melahirkan banyak pengusaha dalam berbagai lini dan bidang.

Hal ini menunjukkan bahwa HMI adalah salah satu bagian dari Bangsa Indonesia yang turut berkontribusi aktif dalam memajukan Negara tercinta ini dan tentunya turut memperbaiki taraf hidup rakyat Indonesia lewat kebijakan-kebijakan Pemerintah. Juga membuktikan bahwa HMI adalah salah satu komponen penting Bangsa ini yang sangat concern dan peduli terhadap masa depan negerinya.

HMI Harus Berbenah

Di usia yang sudah tidak muda lagi, sudah seyogyanya HMI terus berbenah ke arah yang lebih baik. HMI harus kembali ke khittah perjuangannya. HMI harus mencontoh Founding Father-nya sendiri yaitu Lafran Pane. Bagaimana kesederhanaan dan kebersahajaan beliau dalam menapaki hidup dan perjuangannya selama memimpin HMI. Bagaimana strong leadership beliau ketika menghadapi berbagai konflik yang menimpa organisasi yang dibesutnya. Dan masih banyak lagi pelajaran berharga yang dapat dipetik dari sosok Lafran Pane.

Melihat fakta di lapangan sekarang, rata-rata kader HMI hanya pandai beretorika, hanya pintar bersilat lidah dan hanya berhenti pada tataran verbalistik. Tapi ketika dihadapkan pada tataran praksis dan implementasi, kebanyakan mlempem di tengah jalan. Inilah yang disayangkan oleh sebagian masyarakat kita yang menaruh harapan besar pada organisasi mahasiswa terbesar dan tertua ini.

Masyarakat sekarang sudah cerdas memilih dan memilah pemimpin yang ideal. Maka sudah seharusnya kader HMI harus tampil beda dan mempunyai terobosan-terobosan baru jika nanti sudah terjun di masyarakat. Sebenarnya masyarakat itu nggak butuh gelar kita, masyarakat nggak butuh titel yang berjejer banyak di depan dan belakang nama kita. Tapi yang masyarakat butuhkan adalah pengabdian dan kontribusi kita di masyarakat sebagai creator of change, bukan lagi sebagai agent of change. karena kader HMI itu sebagai kader pencipta perubahan sesuai tujuan didirikannya organisasi ini, bukan hanya sebagai agen perubahan.

Jika kader HMI yang nantinya mau menduduki jabatan-jabatan strategis di Pemerintahan ataupun yang ingin menjadi pemimpin di suatu daerah tertentu, maka sudah selayaknya kader HMI menjadi pemimpin sekaligus menjadi pengabdi untuk umat dan rakyat, serta sebagai problem solver terhadap daerah yang dipimpinnya tersebut. Bukan malah menjadi benalu dan ikut-ikutan memakan uang rakyat yang seharusnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun