Mohon tunggu...
luqman hakim
luqman hakim Mohon Tunggu... Freelancer - Be Better

Be Better

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Petani dan Problem Eksistensi di Mata Pemuda Masa Kini

9 Juni 2020   07:05 Diperbarui: 10 Juni 2020   07:33 1089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2013 (Tabel 1 di lampiran), jumlah petani yang berusia 16-30 tahun hanya sekitar 3 jutaan orang. Jika dibanding dengan petani usia 31-65+ maka petani muda hanya berjumlah sekitar 10%.

Lalu bagaimana dengan kondisi sepuluh tahun ke depan dengan potensi petani berusia kurang dari 16 tahun hanya berjumlah ribuan? Siapa yang akan menggantikan menjadi pengisi perut bangsa ini yang semakin lapar?

Petani muda yang menjadi harapan bangsa saat ini mengalami penurunan jumlah dan stagnanisasi produktivitas yang cukup besar.

Para pemuda lebih memilih melakukan urbanisasi untuk meningkatkan taraf hidup karena pekerjaan sebagai petani dianggap sebagai pekerjaan kotor dan kurang menjanjikan. 

Mereka lupa bahwa perut mereka perlu diisi dengan bahan pangan yang cukup dan berkualitas. Bahkan presiden Joko Widodo sempat menyentil lulusan pertanian (Suryowati, 2017) yang malah enggan untuk terjun ke dunia yang telah mereka tekuni bertahun-tahun agar bisa lulus.

Sentilan tersebut memang benar-benar menggambarkan kondisi tenaga kerja di bidang pertanian saat ini (lihat Gambar 1). Petani berasal dari perguruan tinggi hanya satu persen dari total sekitar 26 juta petani dan empat puluh persen petani adalah lulusan Sekolah Dasar.

Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki potensi besar untuk ditingkatkan kualitas maupun kuantitas. Petani sebagai pekerja utama sektor pertanian memiliki peranan penting bagi kemajuan sektor pertanian.

Kondisi saat ini malah berbanding terbalik dengan yang diharapkan padahal kita semua tahu bahwa tanpa petani mungkin kita tidak dapat hidup dengan nyaman. Petani bekerja keras mengelola lahan pertanian agar dapat membantu mengisi perut orang lain selagi menahan lapar. 

Baru akhir-akhir ini kembali sektor pangan kembali disoroti karena banyaknya produk impor yang masuk. Menyadari hal tersebut sekarang seperti membuka kenangan lama ketika kita mengalami swasembada pangan di beberapa dekade sebelumnya. Revolusi hijau yang terjadi sekitar dekade 1950-1980an digaung-gaungkan akan menambah kesejahteraan para petani sepertinya tidak juga sesuai dengan kenyataan karena penguasaan alat-alat pertanian modern nyatanya hanya dimiliki kapitalis pemilik modal. 

Sektor pertanian semakin merana dengan permasalahan yang semakin kompleks karena keterbatasan lahan dan tenaga.

Pada akhirnya generasi muda sebagai pengemban peradaban harus berpikir keras untuk dapat merekondisi dan meningkatkan kualitas diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun