Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bubarnya Gerwani dan Kemunduran Gerakan Perempuan di Indonesia

1 Oktober 2022   11:06 Diperbarui: 1 Oktober 2022   11:12 2571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi peresmian Gerwani 25 Januari 1954 (Wikimedia Commons diunduh dari kompas.com)

Menurut penuturan Ruth Indiah, peneliti feminis INKRISPENA, yang ditayangkan di kanal YouTube Asumsi dalam segmen ALKISAH yang berjudul Fitnah Seksual Orde Baru: Awal Kemunduran Gerakan Perempuan Indonesia!, bahkan di tingkat ranting desa, Gerwani tidak segan-segan mendatangi orang yang melakukan poligami dan membela para istri yang dimadu oleh suaminya. Hal ini membuat mereka dibenci oleh banyak orang, terutama tuan-tuan tanah yang kebanyakan adalah pelaku poligami. 

Bayangkan, seandainya organisasi tersebut masih hidup hingga hari ini, saya yakin pasti bakal dibenci juga oleh ustadz-ustadz dan akhi-akhi pendukung poligami dan pelaku nikah siri. 

Tak hanya peduli pada isu perempuan, Gerwani juga menjadi organisasi perempuan yang vokal dalam menyuarakan isu politik nasional dan internasional. 

Hal ini mereka tunjukkan, misalnya pada peringatan Hari Perempuan Internasional bulan Maret 1955, di mana mereka memprotes percobaan senjata nuklir dan pendudukan Belanda di Irian Barat (sekarang Papua). 

Para perempuan progresif dan revolusioner ini juga melakukan kampanye besar-besaran atas nama kaum tani miskin dan menuntut penurunan harga barang-barang yang melambung tinggi. 

Seiring berjalannya waktu, organisasi ini mampu meraup massa dalam jumlah besar. Jumlahnya mencapai 1,5 juta orang pada 1965 sehingga menjadikan Gerwani sebagai gerakan perempuan terbesar ketiga di dunia pada saat itu. 

Nasib Penyintas Pasca Peristiwa 1965 

Para perempuan yang ditahan setelah Gestapu, sebagian memang bergiat dalam organisasi tersebut atau organisasi lain yang masih berkaitan dan sebagian lagi adalah para perempuan yang justru tidak tahu apa-apa. 

Jika tahanan politik (tapol) laki-laki dibuang ke Pulau Buru, para perempuan ini ditahan di Kamp Plantungan, Kendal, Jawa Tengah. Sekarang tempat itu sudah beralih menjadi tempat wisata yang lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Bumi Perkemahan Jodipati Plantungan. 

Di dalam tahanan, para perempuan itu mengalami pemerkosaan dan penyiksaan dari aparat. 

Ada yang ditelanjangi untuk mencari cap Gerwani di tubuhnya. Sesuatu yang  sia-sia saja karena apa yang mereka cari toh tidak ada. 

Ada yang dipukuli agar mengaku kalau dirinya terlibat ini itu atau kenal si anu. Sementara yang bersangkutan sama sekali tidak tahu atau tidak pernah melakukan sesuatu yang dituduhkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun