Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kasus Suap Unila dan Komodifikasi Pendidikan Tinggi

26 Agustus 2022   17:21 Diperbarui: 27 Agustus 2022   04:31 1248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi praktik suap | sumber gambar: sgs.co.id

Selain pendidikan yang rasanya makin sulit dijangkau masyarakat kelas bawah, liberalisasi pendidikan juga menyebabkan kampus diperlakukan sebagai komoditas penghasil cuan. 

Hal ini bermula sejak disahkannya PP No.60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi yang menyatakan bahwa pendanaan perguruan tinggi dibebankan kepada masyarakat, seperti melalui SPP, biaya seleksi masuk perguruan tinggi, sumbangan hibah dan sebagainya yang diatur dalam Bab XII pasal 114 ayat 3. 

Masalah pendanaan dipertegas lagi dalam pasal 46 ayat 1 UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) yang menyebutkan bahwa pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. 

ilustrasi praktik suap | sumber gambar: sgs.co.id
ilustrasi praktik suap | sumber gambar: sgs.co.id

Sayangnya, pasal ini tidak mengatur standar terkait besaran atau persentase pendanaan pendidikan yang dibebankan kepada ketiga pihak tersebut. 

Akibatnya, pemerintah cenderung lepas tanggung jawab dan perguruan tinggi memungut pendanaan dari masyarakat sebanyak mungkin. 

Terlebih lagi, melalui undang-undang yang sama, pemerintah memberi otonomi pada perguruan tinggi untuk mengelola dan menentukan kebijakan sendiri. 

UU No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, secara gamblang malah menyebutkan bahwa negara berlepas diri dari tanggung jawab pembiayaan perguruan tinggi, memberikan kelonggaran pada pemerintah untuk mendanai perguruan tinggi dan membebankan pembiayaan kepada masyarakat. 

Kebijakan ini rawan dijadikan celah oleh perguruan tinggi untuk menaikkan pungutan seenak perutnya. Bisa juga jadi celah untuk menerapkan pungutan liar, terlebih pada jalur seleksi mandiri. 

Sudah biaya kuliahnya lebih mahal (karena biasanya dikenakan uang pangkal), rentan suap dan dikorupsi pula. Kalau seperti ini caranya, bisa-bisa di kemudian hari bangku kuliah hanya bisa diakses oleh kaum menengah ke atas. 

Pelajaran dari Kasus Suap Unila

Kampus seharusnya menjadi institusi dan role model dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, riset dan pengabdian masyarakat. Bukan dijadikan entitas bisnis atau pasar tempat jual beli bangku, ijazah dan gelar akademik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun