Selain pendidikan yang rasanya makin sulit dijangkau masyarakat kelas bawah, liberalisasi pendidikan juga menyebabkan kampus diperlakukan sebagai komoditas penghasil cuan.Â
Hal ini bermula sejak disahkannya PP No.60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi yang menyatakan bahwa pendanaan perguruan tinggi dibebankan kepada masyarakat, seperti melalui SPP, biaya seleksi masuk perguruan tinggi, sumbangan hibah dan sebagainya yang diatur dalam Bab XII pasal 114 ayat 3.Â
Masalah pendanaan dipertegas lagi dalam pasal 46 ayat 1 UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) yang menyebutkan bahwa pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.Â
Sayangnya, pasal ini tidak mengatur standar terkait besaran atau persentase pendanaan pendidikan yang dibebankan kepada ketiga pihak tersebut.Â
Akibatnya, pemerintah cenderung lepas tanggung jawab dan perguruan tinggi memungut pendanaan dari masyarakat sebanyak mungkin.Â
Terlebih lagi, melalui undang-undang yang sama, pemerintah memberi otonomi pada perguruan tinggi untuk mengelola dan menentukan kebijakan sendiri.Â
UU No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, secara gamblang malah menyebutkan bahwa negara berlepas diri dari tanggung jawab pembiayaan perguruan tinggi, memberikan kelonggaran pada pemerintah untuk mendanai perguruan tinggi dan membebankan pembiayaan kepada masyarakat.Â
Kebijakan ini rawan dijadikan celah oleh perguruan tinggi untuk menaikkan pungutan seenak perutnya. Bisa juga jadi celah untuk menerapkan pungutan liar, terlebih pada jalur seleksi mandiri.Â
Sudah biaya kuliahnya lebih mahal (karena biasanya dikenakan uang pangkal), rentan suap dan dikorupsi pula. Kalau seperti ini caranya, bisa-bisa di kemudian hari bangku kuliah hanya bisa diakses oleh kaum menengah ke atas.Â
Pelajaran dari Kasus Suap Unila
Kampus seharusnya menjadi institusi dan role model dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, riset dan pengabdian masyarakat. Bukan dijadikan entitas bisnis atau pasar tempat jual beli bangku, ijazah dan gelar akademik.Â