Orang yang suka mengadu nasib siapa yang lebih menderita justru menunjukkan bahwa ia tidak benar-benar peduli pada masalah yang dihadapi oleh orang atau kelompok lain. Ia menganggap bahwa suatu masalah yang dihadapi seseorang atau suatu kelompok tidak lebih penting dari masalah yang dihadapi orang atau kelompok lain.
Hal ini juga sering ditemukan ketika kita curhat ke teman. Saat kita berharap dengan curhat ke teman akan membuat hati lebih lega karena bisa menumpahkan uneg-uneg, ternyata respon yang diberikan malah, "Masih mending lah itu, lha aku...". Kalau sudah begini, alih-alih lebih lega dan tenang, kita malah jadi emosi.
Saya beberapa kali mengatakan dalam artikel saya bahwa orang curhat itu tidak semuanya sedang butuh nasihat dan saran. Ada yang curhat hanya karena ingin didengar.
Terlepas dari apapun alasan ia curhat pada kita, apa yang dia rasakan itu valid sehingga mengadu nasib siapa yang lebih ngenes antara dia atau kita, menandakan bahwa kita tidak peka dan peduli pada keadaannya.
Wasana Kata
Penderitaan dan ketertindasan yang dialami seseorang atau suatu kelompok tidak seharusnya diperlakukan seperti kompetisi untuk menentukan siapa yang lebih tertindas. Membanding-bandingkan antara siapa yang lebih tertindas adalah tindakan konyol dan nirfaedah.
Namanya ketertindasan, siapa pun yang mengalami, pantas untuk mendapat perhatian dan pertolongan. Dan siapa pun dapat menjadi pihak tertindas maupun penindas.
Alih-alih saling mengadu penderitaan, mengapa kita tidak belajar menumbuhkan sikap empati dan saling memahami agar dapat mencari solusi bersama yang saling menguntungkan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H