Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Meluruskan Pandangan yang Keliru tentang Pendidikan Seks

15 Juni 2021   14:13 Diperbarui: 7 Mei 2022   22:35 2158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau menyebut penis, vagina dan payudara dikatakan vulgar, seharusnya di buku-buku biologi dan kedokteran istilah-istilah ini disensor saja.

Mengajarkan kosakata yang benar pada anak untuk menyebut organ-organ reproduksi akan membentuk persepsi positif soal seks sehingga anak tidak malu untuk membicarakan soal tubuh mereka. Misalnya, saat anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan perubahan pada organ intimnya.

Manfaat lainnya adalah memudahkan pemahaman jika anak melaporkan kejadian terkait pelecehan seksual.

Misalnya, anak mengadu pada orangtua bahwa tetangga mereka meraba-raba paha dan menyentuh vagina si anak. Maka ia dapat mendeskripsikan apa yang dialaminya dengan lebih mudah dan jelas sehingga orangtua dapat mengambil tindakan lebih cepat dan tepat.

Kedua mengajarkan anak tentang otonomi tubuh dan consent

Consent adalah persetujuan keterlibatan suatu pihak (bisa kita, pasangan atau siapa saja) dalam situasi atau aktivitas hubungan, khususnya hubungan seksual. Persetujuan yang dimaksud di sini adalah pernyataan tegas dan lugas, "ya", "boleh", "tidak boleh", "tidak mau","berhenti" dan sebagainya.

Consent berkaitan erat dengan otonomi tubuh. Anak berhak menolak dengan mengatakan "tidak" atau "tidak mau" secara lugas dan tegas jika merasa tidak nyaman dengan sentuhan, belaian, pelukan, dekapan, ciuman atau gelitikan. Mereka juga tidak seharusnya dipaksa mencium dan memeluk siapapun tanpa persetujuannya, sekali pun itu anggota keluarga terdekat.

Jika anak tidak terlalu suka dengan sentuhan fisik yang intim, orangtua bisa menawarkan interaksi fisik yang lain, seperti berjabat tangan atau high five.

Ketiga, mengajarkan anak untuk mampu menerapkan batasan

Saat anak sudah lebih besar, ajarkan ia untuk menerapkan batasan siapa saja yang ia perbolehkan untuk membelai, memeluk, mencium.

Misalnya, ia memperbolehkan orangtua untuk membelai, memeluk dan mencium, atau memperbolehkan dokter menyentuh beberapa bagian tubuhnya untuk keperluan pemeriksaan, sementara kalau orang lain yang bukan anggota keluarga tidak boleh main peluk sembarangan dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun