Mohon tunggu...
LumbaLumba
LumbaLumba Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Mencoba berbagi kisah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Gadis Tercantik di London (Perang Eropa)-24

9 April 2014   13:16 Diperbarui: 19 Februari 2016   01:49 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

        Stella tidak paham sama - sekali. Sekali lagi MI5 disebut - sebut. Apa yang sebenarnya terjadi? 

        "Tuan bicara apa? Aku bukan anggota MI5." Stella menjawab dengan suara serak. "Namaku Stella Watson, bekerja di Daily Herald."

        Buak! Sebuah pukulan Eduard mendarat di tubuh Stella. Membuat detak jantung gadis itu terguncang. Rasanya sungguh sakit. Namun Stella menguatkan diri untuk tidak menangis.

        "Selalu saja seperti ini ...," Eduard mendesis jengkel, "berlagak pilon dan berbelit - belit. Kenapa interogasi selalu menyusahkan. Lebih baik kau mengaku saja, nona Watson ... atau siapapun namamu."

        Sebelumnya Arabel telah menggeledah Stella. Beberapa barang yang ditemukan memang menunjukkan bahwa Stella bekerja untuk Daily Herald. Namun Arabel dan Eduard tetap tak percaya. Sikap paranoid mereka tak bisa dibendung. Keduanya yakin Stella sedang menyamar. 

        Kini Eduard menggulung lengan kemejanya, memperlihatkan tangannya yang kekar dan berbulu. Pria berwajah seram itu lalu mendekati Stella dan berbisik.

        "Asal kau tahu, aku anggota Gestapo. Aku tak pernah mengecewakan dalam 'melayani' tawanan bandel sepertimu." Eduard lalu berdiri tegak. "Kutanya sekali lagi. Siapa yang mengirim dirimu?"

        Stella menggeleng, "aku hanya ingin tahu dan kebetulan lewat. Aku tidak ... "

        Buak! Tinju Eduard kembali melesat. Kali ini mendarat di perut Stella. Gadis kelahiran Manchester itu jatuh terguling. Kursinya ambruk dan tubuhnya membentur lantai.

        Stella muntah tak tertahan lagi. Bau sisa obat bius masih terasa kental dalam napasnya. Perutnya nyeri bukan main. Namun sekali lagi ia berhasil menguatkan diri untuk tidak menangis.

        "Eduard! Apa yang kau lakukan? Dia bisa mati kau pukuli!," mendadak Arabel masuk ke dalam kamar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun