PENDAHULUAN
Tradisi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Di Indonesia, tradisi memiliki peran penting dalam membentuk identitas budaya serta menjaga keharmonisan sosial. Dua tradisi yang masih ada dan berkembang hingga saat ini adalah syukuran dan sedekah bumi. Kedua tradisi ini, meskipun memiliki beberapa kesamaan, pada dasarnya memiliki perbedaan mendasar dalam bentuk, tujuan, dan pelaksanaannya. Tradisi ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana ungkapan rasa syukur, tetapi juga sebagai cara untuk memperkuat ikatan sosial dan solidaritas antar anggota komunitas (Pusat Data dan Analisi Tempo, 2019).
Syukuran merupakan bentuk ungkapan rasa syukur kepada tuhan atas segala nikmat dan rahmat yang telah diberikan. Adapun bentuk syukuran bermacam-macam mulai, syukuran kelahiran anak, syukuran 17 Agustus, kenduri, dan lain-lain. Pelaksanaan syukuran biasanya mengundang kerabat, tetangga, dan warga sekitar. Untuk melakukan rangkaian acara dengan duduk melingkar, dengan sila, membaca ayat-ayat Al-qur'an dan tahlil yang dipimpin oleh pemuka agama. Tidak ketinggalan ada jamuan dari tuan rumah dan ketika pulang membawa bingkisan(berkat). Tradisi ini tidak hanya mempererat hubungan masyarakat, tetapi juga memperkuat rasa kebersamaan dan gotong royong ditengah masyarakat.
Tradisi sedekah bumi diadakan tiap tahun sekali ini melambangkan rasa syukur manusia terhadap Tuhan yang maha esa yang telah memberikan rezeki-Nya melalui tanah/bumi dan segala bentuk hasil bumi yang sangat melimpah serta permohonan agar tanah tetap subur, tolak bala, dan panen selanjutnya diberikan kelancaran (Maryatul et al., 2020). Tradisi ini melibatkan berbagai ritual. Salah satunya yaitu, ziarah ke makam pendiri desa, pembacaan do'a dan tahlil di punden, membawa makanan dan makan bersama di punden, dan lain- lain. Ketika sedekah bumi masyarakat dan desa tertentu mempunyai adat tersendiri pada malam acara sedekah bumi. Biasanya ada wayang, sinden, ketoprak dan lain-lain. Sedekah bumi tidak hanya mencerminkan rasa syukur kepada Tuhan, tetapi juga berfungsi sebagai bentuk resiliensi komunitas dalam menghadapi berbagai tantangan, seperti bencana alam dan wabah penyakit. Tradisi ini membantu masyarakat untuk tetap bersatu dan saling mendukung dalam situasi sulit (Tajuddin, 2015).
Karya ilmiah ini tidak hanya sebatas membahas perbedaan dari syukuran dan sedekah bumi melainkan bagaimana NU menilai tradisi syukuran dan sedekah bumi yang sampai saat ini masih berkembang di daerah khususnya pulau jawa. Sehingga, kita sebagai penerus bangsa bisa mengembangkan dan melestarikan tradisi tersebut untuk bisa dikenal lebih dalam ke berbagai negara jika tradisi tersebut khas tradisi orang Jawa. Harapanya dengan membaca karya ini bisa dapat menambah pelajaran dan memberikan wawasan luas bagi para pembaca. Selebihnya, jika ada kekurangan dari karya ilmiah ini untuk mengambil referensi dari buku dan journal yang lain.
PEMBAHASAN
A.Syukuran
Syukuran berasal dari bahasa arab dari kata syukur yang berarti menunjukkan kebaikan dan penyebarannya. Sedangkan secara istilah syukuran adalah memberi pujian kepada yang memberi kenikmatan dengan sesuatu yang telah diberikan kepada kita berupa perbuatan makruf (Rachmad Ramadhana, 2014).
Selain makna syukur menurut bahasa dan istilah, ternyata syukur memiliki makna yang mendalam. Makna syukur adalah menerima secara ikhlas yang diberikan oleh Allah, kemudian menggunakan dan mengelola nikmat yang ada secara baik (Adiba, 2015). Sedangkan menurut Imam Al Ghazali, syukur adalah menyadari bahwa tidak ada yang memberi kenikmatan kecuali Allah.
Hanya dengan membaca bacaan Alhamdulillah (sega puji bagi allah) saja, itu merupakan salah satu cara mensyukuri nikmat. Namun, menurut Imam Al Ghazali pengungkapan syukur yang sebenarnya adalah dengan hati, lisan dan anggota tubuh lainnya. Sesuai firman Allah dalam Al-Qur'an surat An-nahl ayat 53 :
( )
Artinya: Dengan apa saja nikmat yang ada pada kalian kecuali datangnya dari Allah.
 Menurut ayat tersebut telah dijelaskan bahwa segala nikmat yang ada adalah dari Allah Tuhan semeta alam. Oleh karena itu, manusia sebagai mahkluknya harus bersyukur atas nikmat yang sudah diberikan. Sehingga, dengan merealitaskan bentuk syukur tersebut tidak hanya mengucap ''Alhamdulillah'' tetapi dengan mengadakan syukuran atau biasa dikenal dengan selametan yang sudah biasa terdengar ditelinga kita.
Sedekah Bumi merupakan suatu tradisi yang dilaksanakan masyarakat setiap tahun. Secara harfiah sedekah bumi terdiri dari dua kata yaitu sedekah dan bumi. Sedekah merupakan perbuatan yang terpuji dan dianjurkan oleh Rasulullah saw. Rasulullah saw bersabda:
"Bersedekah dapat menolak musibah dan dapat menambah keberkahan umur".
 Sedangkan bumi merupakan suatu planet yang dihuni oleh manusia. Namun, pemaknaan bumi bukan hanya sebagai planet tempat manusia hidup, melainkan bumi merupakan tempat seluruh makhluk hidup (manusia, hewan dan tumbuhan) didarat (tanah) untuk tumbuh, berkembang serta meninggal. Dalam tradisi orang jawa, tradisi yang dilakukan untuk menghormati bumi dilambangkan dengan sosok Dewi Sri, yang melambangkan kesuburan padi disawah. Seperti filosofi orang jawa bahwa Dewi Sri memberi semangat dan daya hidup pada padi. Untuk itu sedekah bumi merupakan tradisi tahunan yang rutin dilaksanakan untuk menghormati lingkungan yaitu untuk mensyukuri pertanian hasil bumi. Menurut Koentjaraningrat, tradisi sedekah bumi merupakan suatu slametan yang dilaksanakan dalam tradisi bersih desa pada bulan setelah terjadinya panen. Seperti yang dilakukan masyarakat Desa Batukali Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten Jepara, yang rutin melaksanakan sedekah bumi setiap tahunnya. Secara umum tradisi sedekah bumi merupakan upacara adat masyarakat jawa untuk menunjukkan rasa syukur manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki yang telah diberikan melalui bumi (tanah) berupa berbagai macam hasil bumi. Berbagai upacara (tradisi) yang dilakukan oleh masyarakat yaitu selametan, pembacaan do'a dan tahlil dengan dipimpin pemuka agama yang bertujuan untuk menciptakan kontak dengan Tuhan seluruh alam. Adat dari Desa Batukali yaitu menanggap wayang untuk menghibur masyarakat ketika malam acara sedekah bumi. Berikut dokumentasi rangkaian acara dalam sedekah bumi di Desa Batukali.
C.Perbedaan Syukuran dan Sedekah Bumi
1.Secara Konsep dan Pelaksanaannya
Syukuran biasanya dilakukan dalam peristiwa kehidupan sehari-hari yang dianggap penting, seperti kelahiran, pernikahan, atau pencapaian tertentu dalam hidup individu atau keluarga. Tradisi ini lebih menonjolkan aspek perayaan dan kebersamaan, di mana masyarakat berkumpul untuk bersyukur atas nikmat yang diberikan dan merayakan bersama dalam suasana yang penuh sukacita. Aktivitas seperti berdoa bersama, menyantap hidangan bersama, dan membagi-bagikan rezeki kepada yang membutuhkan menjadi bagian integral dari syukuran. Melalui kegiatan seperti doa bersama, makan bersama, dan berbagi rezeki, tradisi ini memperkuat hubungan personal antar individu dan membangun solidaritas komunitas yang kuat.
Sebaliknya, sedekah bumi lebih fokus pada aspek ekonomi dan ketergantungan hidup dari sektor pertanian. Tradisi sedekah bumi terkait erat dengan hasil panen dan keberlangsungan kehidupan berbasis pertanian di komunitas agraris. Melalui sedekah bumi, masyarakat tidak hanya mengekspresikan rasa syukur atas hasil bumi yang diberikan Tuhan, tetapi juga menjaga keseimbangan sosial dengan membagi rezeki kepada sesama secara adil. Melalui pembagian hasil panen kepada sesama masyarakat, tradisi ini memperkuat solidaritas dan meningkatkan ketahanan sosial dalam komunitas agraris.
2.Secara Budaya dan Spiritual
Syukuran memiliki dimensi budaya dan spiritual yang mendalam dalam memelihara nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. Tradisi ini menghubungkan manusia dengan nilai-nilai spiritual dan budaya yang diyakini oleh masyarakat setempat, membantu menjaga warisan budaya mereka, dan memperkuat identitas kolektif komunitas. (Afriani, 2019) mengemukakan bahwa tradisi syukuran tidak hanya sebagai upacara formal, melainkan juga sebagai ritual yang mendalam dalam menghubungkan manusia dengan nilai-nilai spiritual dan budaya.
Sedekah bumi juga memiliki dimensi budaya yang signifikan, tetapi lebih berfokus pada hubungan antara manusia dan alam serta ketergantungan hidup dari sektor pertanian. Tradisi ini tidak hanya menjaga keseimbangan alam melalui praktik-praktik agraris yang berkelanjutan tetapi juga memperkuat jaringan sosial dan solidaritas dalam komunitas agraris (Aitamurto, 2016). Dengan demikian, sedekah bumi berperan penting dalam memelihara nilai-nilai budaya agraris dan memperkuat identitas kolektif sebagai bagian dari komunitas yang berbagi nilai-nilai solidaritas dan kepedulian terhadap sesama.
3.Secara Aspek Sosial dan Ekonomi
Syukuran menekankan pada aspek sosial dan perayaan kebersamaan dalam momen-momen penting kehidupan. Tradisi ini memainkan peran penting dalam memperkuat hubungan interpersonal antar individu dan membangun solidaritas komunitas yang kuat. Aktivitas seperti doa bersama, makan bersama, dan berbagi rezeki menciptakan ikatan yang mendalam di antara anggota komunitas, memperkuat kohesi sosial, dan menjaga harmoni dalam masyarakat (Prasasti, 2020). Studi oleh (Hayati, 2019) menunjukkan bahwa syukuran tingkeban di Jawa tidak hanya sebagai acara formal, tetapi juga sebagai ajang untuk menjalin dan memperdalam hubungan sosial antarwarga melalui gotong royong dan pembagian rezeki.
Sedekah bumi, di sisi lain, berfokus pada aspek ekonomi dan keberlangsungan hidup komunitas agraris. Tradisi ini mempromosikan keadilan sosial melalui distribusi hasil panen yang merata dan menciptakan ketahanan sosial dengan memastikan bahwa setiap anggota masyarakat mendapatkan bagian yang adil dari rezeki yang diperoleh. Selain itu, sedekah bumi juga berfungsi sebagai mekanisme untuk mempertahankan dan mengembangkan ekonomi lokal. Penelitian oleh (Manansal, 2021) menyoroti bahwa sedekah bumi memainkan peran penting dalam menjaga kesinambungan ekonomi kelompok petani dan masyarakat sekitarnya, menciptakan lingkungan sosial yang inklusif dan meningkatkan kesejahteraan bersama.
D.Pandangan NU terhadap tradisi Syukuran dan Sedekah Bumi
Menurut hasil muktamar NU ke-5 di pekalongan pada 13 rabiul tsani 1349 H/ 7 September 1930 M bahwa sedekah bumi DIHARAMKAN karena, guna memperingati jin penjaga desa(mbahu rekso, jawa) untuk mengharapkan kebahagiaan dan keselamatan dan kadang-kadang terdapat hal-hal yang munkar. Putusan haram tersebut disebabkan karena pertanyaan di forum muktamar.
 Berikut ini adalah deskripsi, pertanyaan, dan jawaban yang mengemuka pada forum Muktamar NU Ke-5 1930 M di Pekalongan. "Bagaimana hukumnya mengadakan pesta dan perayaan guna memperingati jin penjaga desa (mbahu rekso, Jawa) untuk mengharapkan kebahagiaan dan keselamatan, dan kadang terdapat hal-hal yang mungkar. Perayaan tersebut dinamakan 'sedekah bumi' yang biasa dikerjakan penduduk desa (kampung) karena telah menjadi adat kebiasaan sejak dahulu kala?"
"Jawabannya: Adat kebiasaan sedemikian itu hukumnya haram."
Pengurus Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyyah Al-Maudhu'iyyah LBM PBNU ini menambahkan bahwa situasi di lapangan yang digambarkan dalam deskripsi masalah akan sangat menentukan corak jawaban para kiai di forum bahtsul masail. Ia mengatakan bahwa putusan dan jawaban perihal sedekah bumi pada forum muktamar NU ini akan berbeda bila deskripsi masalah yang diajukan kepada para kiai itu berbeda. "Kalau pun diputuskan haram, apakah deskripsi yang diangkat dalam muktamar ini terverifikasi (tahqiqul manath) pada kondisi dan situasi di lapangan. Kalau setelah diverifikasi unsur-unsur dalam putusan itu tidak terbukti, maka upacara sedekah bumi atau sedekah laut yang dimaksud dalam putusan Muktamar berbeda dengan upacara adat di masyarakat. Karena berbeda, maka hukumnya tentu akan berbeda lagi," kata Ustadz Mahbub. (AlhafiznK). (NU Online)
 Pada forum muktamar diatas sudah jelas bahwa, pelaksanaan tradisi sedekah bumi dilakukan tergantung maksud dan niat seseorang. Jika kita sebagai warga masyarakat yang selalu melaksanakan tradisi sedekah bumi semata-mata bentuk ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan semesta alam yang telah memberi nikmat atas hasil bumi dan sesuai dengan syariat islam maka, tradisi ini diperbolehkan dan perlu dilestarikan. Namun, jika tradisi sedekah bumi bertentangan dengan syari'at islam yaitu meminta roh penjaga desa untuk diberikan keselamatan dan kadang terjadi hal-hal yang munkar maka, tradisi seperti ini diharamkan.
  KESIMPULAN
A.Perbedaan Syukuran dan Sedekah Bumi
Tradisi syukuran dan sedekah bumi selalu berkesinambungan di kehidupan masyarakat. Keduanya mempunyai kesamaan, namun juga terdapat perbedaan. Salah satunya yaitu:
1). Syukuran dilaksanakan bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah karena peristiwa atau bentuk pencapaian sesuatu.
2). Sedekah Bumi dilaksanakan bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah atas hasil bumi yang melimpah.
3). Syukuran merupakan dimensi budaya dan spiritual yang mendalam dalam memelihara nilai-nilai budaya dan kearifan lokal.
4). Sedekah Bumi merupakan dimensi budaya yang signifikan, tetapi lebih berfokus pada hubungan antara manusia dan alam serta ketergantungan hidup dari sektor pertanian
5). Syukuran dilaksanakan ketika mendapat nikmat.
6). Sedekah Bumi dilaksanakan satu tahun satu kali.
B. Pemikiran NU tentang tradisi syukuran dan sedekah Bumi
 Pada forum muktamar NU tahun 1930 sedekah bumi Diharamkan. Karena, pertanyaan di forum tersebut yaitu melaksanakan sedekah bumi dengan meminta jin penjaga desa untuk mengharap keselamatan dan kadang terdapat perbuatan munkar. Namun, jika tradisi sedekah bumi dilaksanakan semata-mata bentuk ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan semesta alam yang telah memberi nikmat atas hasil bumi dan sesuai dengan syariat islam maka, tradisi ini diperbolehkan dan perlu dilestarikan.
DAFTAR PUSTAKA
Pusat Data dan Analisi Tempo. (2019). Aneka Bentuk Tradisi Sedekah Bumi. Tempo Publishing.
http://journals.usm.ac.id/index.php/jdsb
Tajuddin, R. (2015). Perubahan Tradisi Ritual Sedekah Bumi Di Kota Metropolitan Surabaya: Analisa Perubahan Tradisi Ritual Sedekah Bumi Di Dusun Jeruk Kelurahan Jeruk Kecamatan Lakarsantri Kota Surabaya Tahun 1990-2014. Avatara, 3(3).
Ramadhana, Rachmad Al-Banjari. (2014). Ajaibnya Syukur Atasi Semua Masalah. Yogyakarta.
Adiba et al,. (2015). Kisah-Kisah Dahsyat 12 Amalan Super Ajaib. Yogyakarta: Kauna Pustaka.
 https://nu.or.id/nasional/ini-alasan-muktamar-nu-1930-haramkan-sedekahbumi-dan-sedekah-laut-zsvbe
Afriani, Lin. (2019). Tradisi Nyadran di Desa Ngasem Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara. Universitas Negeri Semarang.
Aitamurto, K. (2016). Paganism, Traditionalism, Nationalism Narratives of Russian Rodnoverie. Taylor & Francis.
Hayati, N. (2019). Tradisi Kenduri pada Masyarakat Jawa di Desa Sedie Jadi Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah. Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam .
Prasasti, S. (2020). Konseling Indigenous: Menggali Nilai--Nilai Kearifan Lokal Tradisi Sedekah Bumi dalam Budaya Jawa. Cendekia: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, 14(2), 110--123.
Manansal, Renaldi. (2021). Praktik Syukuran Sunda Wiwitan Menurut NU dan Muhammadiyah di Desa Citenjo Kec. Cibingbin Kuninngan Jawa Barat dan Relevansinya Dengan Tradisi Adat Dalam Perspektif Perbandingan Mazhab. Fakultas Syariah dan Hukum Perbandingan Mazhab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H