"Kenapa aku tak memberitahu siapa orangnya, ya karena kau lah orangnya, bod*h."
Hening
"Maaf, Ra, kau pasti tersiksa selama ini,..."
"Ssst," aku memotong ucapan, kembali tergelak memukul bahu kau mengusir aroma canggung yang menelingkupi kafe.
"Itu masa lalu, heh. Kau sudah bahagia dengan perempuan itu, begitu juga aku. Kau tetap bisa mencariku kapan saja, kau tetap bisa mengandalkanku seperti biasanya, terimakasih telah menganggapku keluarga," lanjutku lagi.
"Padahal kau yang awalnya mengajariku tentang kekeluargaan." Kau berkata lagi.
"Benar, aku dulu sungguh percaya bahwa lelaki dan perempuan bisa bersahabat tanpa melibatkan perasaan khusus, nyatanya teori itu terbantahkan saat denganmu, tapi semoga setelah ini, kekeluargaan kita semakin erat. Kau kenalkanlah aku pada perempuan itu, nanti kukenalkan juga pada lelakiku."
Kau tersenyum, "maaf, Ra," lirihmu
"Kau tak perlu minta maaf, heh. Semua yang kau tahu hari ini tak akan merubah apa-apa kedepannya, penyesalan, rasa bersalah harusnya tak pernah ada. Selamat atas pernikahan kalian, aku pastikan datang dengan kado terbaik."
Kau mengangguk
"Ingat kau berutang ucapan selamat padaku," godaku.