Aku kembali mendengus
"Jadi bagaimana orang yang kau suka dulu, itu heh? Empat tahun terakhir kau sudah melupakannya atau kau juga bernasib sama sepertiku, orang itu juga luluh lantas menyukaimu balik?" kau bertanya ingin tahu, atau hanya mau tahu seperti biasanya.
"Kalau aku bernasib sama seperti itu, kenapa pula aku bertanya apa rasanya disukai balik, heh?"
Kau menggaruk kepalamu yang mungkin betulan gatal, benar juga.
"Kau tak memperjuangkannya, Ra. Tak mengungkapkannya. Bagaimana ia tahu dan bagaimana perasaanmu akan terbalas?"
Aku mendengarkan tanpa berniat memotong.
"Kau itu terlalu menjunjung tinggi budaya bahwa lelaki yang harus memulai duluan, padahal apa salahnya perempuan yang memulai duluan. Kalau kau ucapkan, siapa tahu orang yang kau sukai dulu itu juga menyukaimu." Kau bertutur masih menggebu-gebu seperti dulu, saat kau memintaku sedikit berbagi cerita untuk mengimbangi kau yang banyak sekali bercerita.
"Kau melupakan detail cerita milikku, heh?" potongku tak sabaran, kau selalu saja menyalahkanku.
"Buktinya dia dulu juga mencintai yang lain, akhirnya setelah bergulirnya waktu ia luluh, ia melihatku sebagi orang yang amat tulus mencintainya, yang akan memperjuangkannya apapun yang terjadi. Seperti katamu, jika diadu malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya." Kau tergelak di ujung kalimat, mungkin ingat bagaimana aku mengucapkan kalimat itu dulu, saat kau menghampiriku dengan wajah murung kau ditolak perempuan itu.
"Sudahlah, aku juga sudah move on dari orang itu. dia juga sudah bahagia dengan pilihannya."
"Pilihannya?" kau bertanya memastikan pendengaranmu tak salah. Aku mengangguk.