Mohon tunggu...
Luluk Marifa
Luluk Marifa Mohon Tunggu... Penulis - Read, read and read. than write, write and write.

Menulislah, hingga kau lupa caranya menyerah dan pasrah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Move On

2 Agustus 2023   21:23 Diperbarui: 13 Agustus 2023   21:08 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi patah hati. (Dok Shutterstock/wing-wing via Kompas.com)

Kau mengulurkan tangan tertawa, menjabat tanganku lantas menariknya mengepalkan tangan, beradu tinju. Turut memanggilku heh, sebagaimana yang sering kulakukan untuk memangil kau.

"Kau terlihat meyakinkan sekali sekarang, pantas saja..."

Kau tergelak lebih dulu, menahanku untuk melanjutkan kalimat. Kau pasti tahu apa terusan dari kalimat yang akan kuucapkan.

"Kau tak memesankan minuman untukku?" Kau bertanya menyerobot gelas yang sedari tadi menatapku hangat meski dalamnya dingin. Kau menengguknya, tak merasa perlu berdosa sama sekali.

"Kau masih saja belum move on dari minuman ini," tandas kau mengembalikan gelas yang isinya tinggal separuh itu kehadapanku. Kau melambaikan tangan ke arah pramusaji, memesan dua minuman juga kudapan pendampingnya.

"Kali ini aku yang traktir," kataku menyilangkan tangan di depan dada. "Beberapa lukisanku terjual dengan harga yang lumayan fantastis," lanjutku sedikit menyombongkan diri.

"Tidak, tidak, aku yang minta bertemu, jadi aku yang traktir. Lagi-lagi aku memenangkan tender perusahaan," kau berbisik tak kalah sombong.

"Berkali-kali memenangkan tender tapi tak pernah sekalipun membeli lukisanku, teman macam apa itu, heh?"

Kau tergelak, berdalih susah sekali menghubungiku. Bahkan sempat berpikir kau akan kehilanganku. Ah, kehilangan, kehilangan seperti apa yang kau maksud itu. Kehilangan tempat yang akan membuatmu merasa lebih baik saat tumpang tindih keburukan itu menerpa. Atau kehilangan sesuatu yang selama ini tak pernah kau sadari keberadaannya.

"Mana undangan spesial untukku?" tanyaku tak sabaran, "undangan untuk orang spesial harusnya spesial sih," ledekku menatap kau yang buru-buru ingat apa tujuanmu meminta bertemu. Mengeduk isi tas, kau serius sekali.

"Terima kasih untuk doanya, Ra. Terima kasih telah memberikan kata-kata positif yang selalu membuatku yakin untuk memperjuangkan cinta itu," kau menyerahkan undangan dan sebuah paperbag.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun