Hari-hari ini Indonesia digemparkan aksi seorang pesepeda, Elanto Wijoyono, yang menghadang konvoi Motor Besar (yang dikawal polisi) di perempatan Condong Catur, Yogyakarta (Sabtu 15 Agustus 2015).
Â
Aksi Elanto ini menuai dukungan dari masyarakat, meski di sisi lain menuai reaksi keras dan beragam (meski cenderung lucu) dari berbagai perkumpulan Moge,
Humas Polda DIY,
http://news.liputan6.com/read/2294923/polisi-sebut-aksi-elanto-cegat-moge-di-jalan-bisa-masuk-pidanaÂ
hingga Kapolri.
Â
Soal latar belakang, aspek hukum dan berbagai macam pandangan mungkin sudah ditulis banyak Kompasianers lain. Di tulisan ini saya ingin membandingkan aksi Elanto dan Ichiro.
Â
Ichiro beberapa waktu lalu juga menghebohkan dunia maya dengan aksi-aksinya yang melabrak pengendara lain yang melanggar lalu lintas mulai dari melawan arus, menyalip sembarangan, ngetem sembarangan. Ichiro ketika itu menjadi moral entrepreuner yang berusaha menegakan moral dalam berlalu lintas.
Â
Namun ada perbedaan aksi Elanto dan Ichiro;
Â
1. Aspek Hukum
Secara Hukum yang dilakukan Elanto sangat kuat. Elanto melakukan aksinya di lampu merah, tepatnya diatas zebra cross.
Pasal 106 ayat 2 UU 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan "Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki dan pesepeda."
Â
[caption caption="Aksi Elanto Menghadang Konvoi Moge yang Melanggar Lampu Merah (foto: Suryo Wibowo)"][/caption]
Saat melakukan aksinya, Elanto berjalan kaki menuntun sepedanya. Artinya Elanto saat itu berstatus pejalan kaki. Untuk hal ini, saya perlu mengatakan Elanto cerdas karena posisi berjalan kaki diatas zebra cross.Â
Â
Sementara secara hukum, apa yang dilakukan Ichiro justru melanggar.
Pasal 311 ayat 1 UU 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan "Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah)."
Dalam berbagai rekaman aksinya yang diunggahn sendiri ke media sosial, terlihat kebanyakan aksi Ichiro membahayakan pengendara lain baik si pelanggar maupun orang di sekitar pelanggar. Beruntung truk yang diseruduk/diserempet Ichiro tidak sampai terbalik atau terlempar ke lajur lain sehingga membahayakan pengguna jalan di sekitarnya.Â
Dan (sekali lagi) beruntung Ichiro hanya ditilang dengan tuduhan melanggar Pasal 279 juncto Pasal 58 UU LAJ karena kendaraannya dipasangi perlengkapan yang mengganggu pengguna jalan lain dan aktivitas jalan karena tambahan bemper dan lampu yang menyilaukan.
Â
2. Aspek Hierarkis Di Jalan Raya
Kembali ke pasal 106 ayat 2 UU 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan "Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki dan pesepeda."
Â
Dari sini bisa kita lihat secara hierarki prioritas di jalan raya, pejalan kaki dan pesepeda merupakan prioritas utama.Â
Â
Elanto pada saat pencegatan termasuk prioritas utama di jalan raya.
Sementara Ichiro saat beraksi tidak termasuk prioritas utama.
Â
3. Reaksi Kepolisian
Sesaat aksi Elanto, kepolisian bereaksi keras.Â
Â
Mulai Humas DIYÂ
"Mengenai voorijder itu, panitia sudah menghubungi kami. Mereka sudah mengantongi izin dan meminta pengawalan," kata Kabid Humas Polda Yogyakarta Ajun Komisaris Besar Any Pudjiastuti seperti ditulis Akun Facebook resmi Divisi Humas Mabes Polri, Minggu 16 Agustus 2015.
Akun Facebook tersebut justru menyerang balik Elanto Wijiyosono -pesepeda yang menghadang rombongan moge, yang dianggap berbahaya karena menghadang kelompok yang dikawal polisi. "Jangan ditiru ya aksi berbahaya Pak Elanto," tulis akun tersebut. sumber:Â http://nasional.tempo.co/read/news/2015/08/16/078692413/elanto-hadang-moge-polisi-bayangkan-kalau-tidak-dikawalÂ
Hingga Kapolri http://jabar.tribunnews.com/2015/08/17/kapolri-sebut-konvoi-moge-boleh-terabas-rambu-lalin-selama-dikawal-polisiÂ
Hampir semua mengecam keras, bahkan Farhat Abas ikut berkomentar "Saya meminta Polda Yogyakarta untuk mengusut aksi nekad joyo tersebut termasuk unsur pidana!" tulis putra pakar hukum Abbas Said itu. (sumber: http://nasional.tempo.co/read/news/2015/08/17/078692449/farhat-abbas-caci-elanto-wijoyono-soal-hadang-moge ).
Â
Beda dengan Ichiro yang sanksinya hanya tilang soal modifikasi, bukan soal tabrak-menabrak atau serempet-menyerempet.
Bahkan Ichiro ditawarkan menjadi Duta Lalu Lintas http://otomotif.kompas.com/read/2015/02/04/200000215/.Ichiro.Bisa.Dijadikan.Duta.Lalu.LintasÂ
Â
[caption caption="Ichiro Saat Membuat Pernyataan Tidak Akan Mengulangi aksinya (foto: Agung Kurniawan/KompasOtomotif)"]
Â
Demikian beberapa perbedaan Elanto dan Ichiro. Meski tujuan sama: ketaatan berlalu lintas, namun cara yang mereka ambil beda. Elanto mengambil celah hukum, Ichiro melanggar hukum.
Saya pribadi sangat mendukung Elanto ketimbang Ichiro. Bagi saya Elanto cerminan realitas, dimana pejalan kaki sering terpinggirkan. Kontras dengan apa yang tertulis UU. Tragisnya, yang meminggirkan tidak jarang aparat penegak hukum (polisi,jaksa) dan aparat negara lainnya (Tentara dan aparat sipil).
Â
Semoga aksi Elanto menjadi momentum kembalinya prioritas jalan kepada pejalan kaki dan pesepeda.
Â
Salam
Â
Andreas Lucky Lukwira
Penggiat @NaikUmum
081297778786