Dari paparan diatas, terlihat bahwa PKT sepenuhnya merupakan proses pemikiran manusia, dengan demikian dia adalah sekuler. Kenyataan ini yang membuat elemen mahasiswa Islam Indonesia dilematis, karena akan ber-manhaj sekuler jika pola pikir tersebut diberlakukan. Untuk menghindari dari tudingan tersebut, maka diperlukan adanya reformulasi penarapan PKT dalam tubuh elemen mahasiswa Islam Indonesia. Dalam hal ini, paradigma kritis diberlakukan hanya sebagai kerangka berfikir dan metode analisis dalam memandang persoalan. Dengan sendirinya dia tidak dilepaskan dari ketentuan ajaran agama, sebaliknya justru ingin mengendalikan dan memfungsikan ajaran agama sebagaimana mestinya, PKT berupaya menegakkan harkat dan martabat kemanusiaan dari belenggu, melawan segala bentuk dominasi dan penindasan, membuka tabir dan selubung pengetahuan yang munafik dan hegemonik. Semua ini adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Islam. Oleh karenanya pokok-pokok pikiran inilah yang dapat diterima sebagai titik pijak penerapan PKT dikalangan mahasiswa Islam Indonesia. Contoh paling konkrit dalam hal ini bisa ditunjuk pola pemikiran yang menggunakan paradigma kritis dari beberapa intelektual Islam, diantaranya Hasan Hanafi dan Mohamad Arkoun.
Mengapa Mahasiswa Islam Indonesia Memilih Paradigma Kritis Tranformatif?
Beberapa alasan mengapa mahasiswa Islam indonesia harus menggunakan PKT sebagai dasar untuk bertindak dan mengaplikasikan pemikiran serta menyusun cara pandang dalam melakukan analisis terhadap realitas sosial. Artinya PKT murni digunakan sebagai sarana dan cara berfikir untuk membentuk transformasi yang bersifat subjektif kepada aspek yang sifatnya objek. Bila muncul polemik bahwa PKT dianggap usang lantaran muncul suatu kesadaran bahwa sudah "tidak ada lagi yang patut dikritisi", entah karena pro terhadap pemerintah atau hal lain. Maka, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa Islam Indonesia telah dinyatakan mati akal pikirananya. Mengapa? Membakukan suatu ide ata gagasan murni sebagai "produk pemikiran" bukan sebagai "metode berfikir". Yang artinya patut diduga ada suatu kepentingan atau makna lain yang mungkin tidak merujuk ada makna sesungguhnya dari kebradaan produk pemikiran itu sendiri. Atau yang lazim disebut bertujuan secara hegemonik.
Mahasiswa Islam Indonesia patut menggunakan PKT sebagai metode berfikir, mengingat kebutuhan mahasiswa Islam indonesia untuk mampu berpartisipasi dan berkontribusi secara adaptif dalam linkungan sosial masyarakat yang begitu komplek. Dengan tujuan memberikan sumbangsih pada masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang bersama yang lebih baik, sejahtera dan damai.
Pada hakikatnya dengan analisis PKT mengidealkan sebuah bentuk perubahan dari semua level definisi kehidupan bermasyarakat bangsa Indonesia (mulai dari: ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, bahkan praktik tradisi keagamaan masyarakat). Alasan-alasan tersebut adalah;
- Masyarakat Indonesia saat ini sedang terbelenggu oleh nilai-nilai kapitalisme modern, dimana kesadaran masyarakat dikekang dan diarahkan satu titik yaitu budaya masyarakat kapitalisme dan pola berfikir positivistik modernisme
- Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk atau plural, beragam, baik secara etnis, tradisi, kultur maupun kepercayaan (adanya pluralitas society)
- Pemerintahan yang menggunakan sistem yang represif dan otoriter dengan pola yang hegemonik (sistem pemerintahan menggunakan paradigma keteraturan yang anti perubahan dan pro status quo)
- Kuatnya belenggu dogmatisme agama, akibatnya agama menjadi kering dan beku, bahkan tidak jarang agama justru menjadi penghalang bagi kemajuan dan upaya penegakkan nilai kemanusiaan
Bagaimana Cara Mengaktualisasikan?
Setidaknya ada tiga hal yang harus dilakukan , yakni:
- Mengadakan pembongkaran terhadap ideologi. Dengan memberikan kebebasan dari semua rantai penindasan dalam kehidupan ekonomi maupun keimanannya. Pembongkaran-pembongkaran ini kiranya bisa dilakukan dengan berfikir secara kritis terhadap dogma-dogma. Masyarakat tidak begitu saja menerima ajaran agama yang diimaninya, namun bagaimana masyarakat agama juga berhak melakukan tafsiran-tafsiran atas segala nilai dan pranata agama yang selama ini mereka anut. Proses kritisme dan interpretasi atas ajaran agama bukan berarti memberikan peluang untuk menghancurkan agama itu sendiri, namun justru sebaliknya bagaimana agama ditempatkan pada posisi atas agar tidak digunakan oleh kepentingan-kepentingan tertentu. Proses kritik ini tidak saja dilakukann terhadap dogmatisme agama, namun juga budaya, tatanan masyarakat, dan pemikiran sosial yang ada. Dengan berfikir kritis, maka akan terjadi dialektika dan dinamika dalam kehidupan.
- Menyingkirkan tabir hegemonik. Penyingkiran terhadap tabir hegemonik tidak hanya bermuara pada penguasa saja, namun juga tidak menutup kemungkinan pada kalangan masyarakat Islam moderat (Islam Nusantara) atau kelompok masyarakat yang lain untuk mengalokasikan PKT. Tentunya bagi elemen mahasiswa Islam Indonesia harus benar-benar menyatakan sikap perjuangannya untuk melibatkan (involve) langsung dalam membangun bangsa dan negara dengan tetap memperjuangkan kepentingan rakyat banyak
- Semangat religius Islam. Mahasiswa Islam Indoensia dalam membangun semangat kebangsaan dan pluralisme yang tetap berada dalam frame dan semata religiusitas Islam dengan tidak meninggalkan wialyah sakral beragama, namun juga dapat masuk dalam wilayah profan agama. Sehingga dalam perjalanannya tidak akan terbentur dengan kelompok konservatisme yang di dalamnya.
Dan pada akhirnya PKT bisa digunakan sebagai pola pikir dan cara pandang (manhaj al fikr) yang mampu menerjemahkan dan mentransformasikan dalam kehidupan dan kemaslahatan umat agar tercipta kehidupan yang toleran (tassamuh), keadilan (ta'adul), kesetaraan (tawazun), dan idologis (syuro) diantara sesama manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Bakran, Adz-Dzaky, Hamdani, M. 2001. Psikoterapi Dan Konseling Islam. Yogyakarta: FAJAR PUSTAKA BARU.
Khairani, Maksum. 2013. Psikologi Belajar. Yogyakarta: Aswaja Pressindo