Mohon tunggu...
Luhur Pambudi
Luhur Pambudi Mohon Tunggu... Staff Pengajar SOBAR Institute of Phylosphia -

Perut Kenyang Hatipun Senang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berfikir Kritis, Metode Menyusun Paradigma Transformatif

28 Oktober 2018   00:35 Diperbarui: 28 Oktober 2018   00:59 1856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka mengembangkan apa yang disebut dengan kritik ideologi atau kritik dominasi. Sasaran kritik ini bukan hanya pada struktur sosial, namun juga pada ideologi dominan dalam masyarakat. Teori kritis berangkat dari empat sumber kritik yang dikonseptualisasikan oleh Immanuel Kant, Hegel, Karl Marx, dan Sigmund Freud.

  • Kritik Menurut Kantian (Kelompok penganut pemikiran filsuf Immanuel Kant)
  • Immanuel Kant melihat teori kritis dari pengambilan suatu ilmu pengetahuan secara subjektif sehingga akan membentuk paradigma segala sesuatu secara subjektif pula. Kant menumpukkan analisisnya pada aras epistemologis: tradisi filsafat yang bergulat pada persoalan "isi" pengetahuan. Bisa juga disederhanakan bahwa kritik Kant terhadap epistmeologi bahwa kritik Kant terhadap epistemologi tentang (kapasitas rasio dalam persoalan pengetahuan) bahwa rasio dapat menjadi kritik terhadap kemampuannya sendiri dan dapat menjadi pengadilan tinggi. Kritik ini besifat transendental atau kritik dalam pengertian pemikiran Kantian adalah kritik sebagai kegiatan menunjuk kesahihan klaim pengetahuan tanpa prasangka.
  • Kritik Menurut Hegelian (kelompok penganut pemikiran filsuf Hegel)
  • Kritik dalam makna Hegelian merupakan kritik terhadap pemikiran kritis Kantian menurut Hegel, Kant berambisi membangun suatu "meta-teori" untuk menguji validitas suatu teori. Menurut pengertian kritis merupakan refleksi diri dalam upaya menempuh pergualatan panjang menuju ruh absolut. Hegel merupakan peletak dasar metode berpikir dialektis yang diadopsi dari prinsip triangglenya Spinoza. Diktumnya yang terkenal adalah "the rational is real, the real is rational". Sehingga, berbeda dengan Kant, Hegel memandang teori kritis sebagai proses totalitas berfikir. Dengan kata lain, kebenaran muncul atau kritisisme bisa tumbuh apabila terjadi benturan dan pengingkaran atas sesuatu yang sudah ada. Kritik dalam pengertian Hegel didefinisikan sebagai refleksi diri atas tekanan dan kontradiksi yang menghambat proses pembentukkan diri rasio dalam sejarah manusia.
  • Kritik Menurut Marxisian (kelompok penganut pemikiran filsuf Karl Marx)
  • Menurut Marx konsep Hegel seperti orang berjalan dengan kepala. Ini adalah terbalik. Dialektika Hegelian dipandang terlalu idealis, yang memandang bahwa, yang berdialektika adalah pikiran. Ini kesalahan serius sebagai yang berdialektika adalah kekuatan material dalam masyarakat. Pikiran hanya refleksi dari kekuatan material (modal produk penindasan dan alienasi yang dihasilkan oleh penguasa di dalam masyarakat). Kritik dalam pengertian Marxisian berarti usaha untuk mengemansiapsi diri dari alienasi atau keterasingan yang dihasilkan oleh hubungan kekuatan dalam masyarakat.
  • Kritik Menurut Freudian (kelompok penganut pemikiran filsuf Sigmund Freud)

Madzab frankfrut menerima Sigmund Freud karena analisis Freudian mampu memberikan basis psikologis masyarakat dan mampu membongkar konstruk. Kesadaran dan pemberdayaan masyarakat. Freud memandang teori kritis dengan refleksi dan analisis psikoanalisisnya. Artinya, bahwa orang bisa melakukan sesuatu karena didorong oleh "kesadaan" atau "keinginan" untuk hidupnya sehingga manusia melakukan perubahan dalam dirinya, kritik dalam pengertian Freudian adalah refleksi atas konflik psikis yang menghasilkan represi dan memanipulasi kesadaran. Adopsi teori kritis atas pemikiran Freudian yang sangat psikologis dianggap sebagai penghianatan terhadap ortodoksi marxisme klasik.

Berdasarkan empat pengertian kritik diatas, teori kritis adalah teori yang bukan hanya sekedar kontemplasi pasif prinsip-prinsip objektif realitas, melainkan bersifat emansipatoris. Sedang teori yang emansipatoris harus memenuhi tiga syarat; 1) Bersifat kritis dan curiga terhadap segala sesuatu yang terjadi pada zamannya. 2) Berfikir secara historis, artinya selalu melihat proses perkembangan masyarakat. 3) Tidak memisahkan teori dan praksis. Tidak melepaskan fakta dari nilai semata-mata untuk mendapatkan hasil yang objektif.

Tiga Jenis Paradigma Kritis

Paradigma kritis merupakan sebuah sintesis perkembangan paradigma sosial. Wiliam Perdue, menyatakan dalam ilmu sosial dikenal adanya tiga jenis utama paradigma antara lain:

  • Paradigma Keteraturan (order paradigm). Inti dari paradigma keteraturan adalah bahwa masyarakat dipandang sebagai sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan sistemik. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur sosial adalah fungsional terhadap struktur lainnya. Kemiskinan, peperangan, perbudakan misalnya, merupakan suatu yang wajar, sebab fungsional terhadap masyarakat. Ini yang kemudian melahirkan teori sturkturalisme fungsional. Secara eksternal paradigma ini dituduh ahistori, konservatif, pro stats quo dan oleh karenanya anti perubahan. Paradigma ini mengingkari hukum kekuasaan; setiap ada kekuasaan senantiasa ada perlawanan.
  • Paradigma Konflik (conflic paradigm). Secara konseptual paradigma konflik menyerang paradigma keteraturan yang mengabaikan kenyataan bahwa setiap unsur-unsur sosial dalam dirinya mengandung kontradiksi-kontradiksi internal yang menjadi prinsip penggerak perubahan. Perubahan tidak selalu gradual, namun juga revolusioner. Dalam jangaka panjang sistem sosial harus mengalami konflik sosial dalam lingkar setan (vicious circle) tak berujung pangkal kritik itulah yang kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi paradigma konflik. Konflik dipandang sebagai inheren dalam setiap komunitas, tak mungkin dikebiri, apalagi dihilangkan, konflik menjadi intrumen perubahan
  • Paradigma Plural (plural paradigm). Dari kontras atau perbedaan antara paradigma keteraturan dan paradigma konflik tersebut melahirkan upaya membangun sintesis keduanya yang melahirkan paradigma plural. Paradigma plural memandang manusia sebagai sosok yang independen, bebas dan memiliki otoritas serta otonomi untuk melakukan pemaknaan dan menafsirkan realitas sosial yang ada disekitarnya.

Terbentuknya Paradigma Kritis

Ketiga paradigma diatas merupakan pijakan pihak untuk membangun paradigma baru dari optik pertumbuhan teori sosiologi telah lahir paradigma kritis setelah dilakukan elaborasi antara paradigma pluralis dan paradigma konflik. Paradigma pluralis memberikan dasar pada paradigma kritis terkait dengan asumsinya bahwa manusia merupakan sosok yang independen, bebas dan memiliki otoritas untuk menafsirkan realitas. Sedangkan paradigma konflik mempertajam paradigma kritis dengan asumsinya tentang adanya pembongkaran atau dominasi satu kelompok pada kelompok yang lain.

Apabila disimpulkan apa yang disebut dengan paradigma kritis adalah paradigma yang dalam melakukan tafsir sosial atau pembacaan terhadap realitas masyarakat bertumpu pada:

  • Analisis struktural: membaca format politik, format ekonomi dan politik hukum suatu masyarakat, untuk menelusuri nalar dan mekanisme sosialnya untuk membongkar pola dan realitas sosial yang hegemonik, dominatif, dan eksploitatif.
  • Analisis ekonomi untuk menemukan variabel ekonomi politik baik pada level nasional maupun internasional
  • Analisis kritis yang membongkar the dominant ideology baik itu berakar pada agama, nilai-nilai adat, ilmu atau filsafat. Membongkar logika dan mekanisme formasi suatu wacana resmi dan pola eksklusif antara wacana
  • Psikoanalisis yang akan membongkar kesadaran palsu di masyarakat
  • Analisis kesejarahan yang menelusuri dialektika antara tesis-tesis sejarah, ideologi, filsafat, aktor-aktor sejarah baik dalam level individual maupun sosial, kemajuan dan kemunduran suatu masyarakat.

Kritis dan Transformatif

Namun paradigma kritis baru menjawab pertanyaan; seperti apa struktur formasi sosial seperti apa yang sekarang sedang bekerja. Ini baru sampai pada logika dan mekanisme kerja sistem yang menciptakan relasi tida adil, hegemonik, dominatif, dan eksploitif; namun belum mampu memberikan prespektif tentang jawaban terhadap formasi sosial tersebut. Strategi mentransfomasikannya, disinilah (term tranfomatif) melengkapi teori kritis. Dalam perspektif tranformatif dianut epistemologi perubahan non-esensialis. Perubahan yang tidak hanya menumpukkan pada revolusi politik atau perubahan yang bertumpu pada agen tunggal sejarah, entah kaum miskin kota, buruh atau petani, tapi perubahan yang serentak dilakukan bersama-sama. Disisi lain makna tranformatif harus mampu mentrasformasikan gagasan dan gerakan  sampai ada wilayah tindakan praksis ke masyarakat model-model transformasi yang bisa dimanifestasikan pada dataran praksis antara lain:

  • Transformasi dari elitisme ke populisme. Dalam model transfomasi ini digunakan model pendekatan, bahwa mahasiswa dalam melakukan gerakan sosial harus setia dan konsisten mengangkat isu-isu karakyatan, semisal isu advokasi buruh, advokasi petani, pendampingan terhadap masyarakat yang digusur akibat adanya proyek pemerintah yang sering berselingkuh dengan kekuatan pasar (kaum kapitalis) dengan pembuatan mal-mal, yang kesemuanya itu menyentuh akan kebutuhan rakyat secara riil. Fenomena yang terjadi masih banyak mahasiswa yang lebih memprioritaskan isu elit, melangit dan jauh dari apa yang dikehendaki oleh rakyat, bahkan kadang sifatnya sangat utopis. Oleh karena itu, kita sebagai kaum intelektual terdidik, jangan sampai tercerabut dari akar sejarah kita sendiri. Karakter gerakan mahasiswa saat ini haruslah lebih condong pada gerakan yang bersifat horizontal
  • Transfomasi dari negara ke masyarakat. Model tranformasi kedua adalah transfomasi dari negara ke masyarakat. Kalau kemudian kita lacak basis teorinya adalah kritik yang dilakukan oleh Karl Marx terhadap G.W.F Hegel. Hegel memaknai negara sebagai penjelmaan roh absolut yang harus ditaati kebenarannya dalam memberikan kebijakan terhadap rakyatnya. Disamping itu, Hegel mengatakan bahwa negara adalah satu-satunya wadah yang paling efektif untuk meredam terjadinya konflik internal secara nasional dalam satu bangsa. Hal ini dibantah Karl Marx. Marx mengatakan bahwa justru masyarakatlah yang mempunyai otoritas penuh dalam menentukan kebijakan tertinggi. Makna transformasi ini akan sesuai jika gerakan mahasiswa bersama sama rakyat bahu-membahu untuk terlibat secara langsung atas perubahan yang terjadi disetiap bangsa atau negara.
  • Transformasi dari struktur ke kultur. Bentuk transfomasi ketiga adalah transformasi dari struktur ke kultur yang mana hal ini akan bisa terwujud jika dalam setiap mengambil keputusan berupaya kebijakan-kebijakan ini tidak sepenuhnya bersifat sentralistik seperti yang dilakukan pada masa orde baru, akan dijadikan bahan pertimbangan pemerintah dalam mengambil keputusan, hal ini karena rakyatlah yang paling mengerti akan kebutuhan, dan yang paling besinggungan langsung dengan kerasnya benturan sosial di lapangan.
  • Transformasi dari individu ke massa. Model tranformasi selanjutnya adalah tranformasi dari individu ke massa. Dalam disiplin ilmu sosiologi disebutkan bahwa manusia adalah mahluk sosial, yang sangat membutuhkan kehadiran mahkluk lain. Bentuk-bentuk komunalitas ini sebenarnya sudah dicita-citakan oleh para founding father kita tentang adanya hidup bergotong-royong. Rasa egoisme dan individualisme haruslah dibuang jauh-jauh dari sifat manusia. Salah satu jargon yang pernah dikatakan oleh Tan Malaka (sang nasionalis kiri), adalah adanya aksi massa. Hal ini tentunya setiap perubahan meniscayakan adanya kekuatan rakyat dalam menyatakan program perjuangan menuju perubahan sosial dalam bidang apapun.

Paradigma kritis Transformatif (PKT) yang diterapkan oleh Mahasiswa Islam Indonesia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun