Mohon tunggu...
Lugas Rumpakaadi
Lugas Rumpakaadi Mohon Tunggu... Jurnalis - WotaSepur

Wartawan di Jawa Pos Radar Banyuwangi yang suka mengamati isu perkeretaapian.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Railfans Jepang Dapat Stigma Buruk, Perlukah Upaya Pencegahan di Indonesia?

4 April 2022   12:40 Diperbarui: 28 April 2022   23:18 2526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Railfans yang mengabadikan momen lokomotif livery PJKA di Stasiun Ketapang. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Jepang, negara yang terkenal karena sistem kereta apinya yang efisien, tepat waktu, dan berteknologi tinggi, mengundang berbagai kalangan untuk menggemarinya. 

Hal ini menyebabkan ada sekitar 5 juta orang di Jepang pada tahun 2015, menurut data Jasa Sistem Informasi Sosial NRI, menjadi penggemar dari transportasi berbasis rel yang sudah ada sejak tahun 1872 ini di negara tersebut.

Namun, dalam beberapa waktu terakhir, penggemar kereta api atau dalam istilah Jepang disebut tetsudou wota ini mendapatkan reputasi buruk. 

Tetsudou wota merupakan istilah umum untuk penggemar kereta api di sana, untuk laki-laki biasa disebut tetsuo sementara untuk yang perempuan biasa disebut tetsuko.

Lebih spesifik lagi, Jepang memiliki kategori penggemar kereta api sesuai dengan bidang kegemarannya masing-masing. 

Ada yang gemar fotografi atau biasa disebut toritetsu, ada yang gemar naik kereta atau biasa disebut noritetsu, ada yang fokus dengan ekiben (makanan yang dijual di stasiun) disebut ekibentetsu, dan ada juga soshikitetsu yang merujuk pada para pelestari kereta api yang telah pensiun.

Dari beberapa jenis penggemar kereta api tersebut, para fotografer kereta api atau toritetsu ini yang paling mencolok menurut masyarakat awam. Mereka akan lebih mudah dikenali sebagai para penggemar kereta api jika dibandingkan kelompok penggemar kereta api lainnya.

Namun belakangan, para toritetsu inilah yang menjadi sorotan masyarakat lantaran perilakunya yang tidak biasa. 

Toritetsu diketahui kerap terlibat beradu argumen, memasuki wilayah tanpa izin, hingga kekerasan di stasiun. Meskipun demikian, tidak semua toritetsu berperilaku seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Perilaku tidak wajar ini bukan hal yang baru di Jepang. Beberapa penggemar kereta api senior pun berpendapat bahwa perilaku semacam ini semakin parah belakangan ini. 

Pendapat ini didukung dengan adanya beberapa insiden seperti kekerasan pada pesepeda yang melintas saat ada kereta api lewat (photobombing) hingga penyerangan terhadap remaja yang menyebabkan patah tulang tahun lalu.

Tentunya, hal tersebut menjadi kekhawatiran tersendiri bagi beberapa kalangan penggemar kereta api lainnya. Kekhawatiran ini menyebabkan para penggemar kereta api ini harus siap dengan stigma masyarakat yang terlanjur terbentuk akibat perilaku negatif dari penggemar kereta api lainnya.

Seorang jurnalis perkeretaapian yang juga sempat bekerja di salah satu majalah kereta api terkenal di Jepang Jun Umehara menyebutkan alasan mengenai perilaku negatif toritetsu ini. Menurutnya, perilaku ini dikarenakan para toritetsu yang ingin mendapatkan momen foto terbaik.

Hal ini menurut saya masuk akal, mengingat saya juga adalah railfans yang juga menggemari bidang fotografi. Sebagai fotografer, saya juga akan berusaha untuk mendapatkan momen terbaik saat memotret kereta api. Ini menjadi sebuah kepuasan tersendiri bagi saya.

Faktor lainnya seperti berkurangnya jumlah kereta api yang pensiun dan pengembangan wilayah perkotaan menyebabkan berkurangnya ruang untuk menyalurkan hobi fotografi ini. 

Momen foto yang dikumpulkan para toritetsu ini ibarat sebuah puzzle. Saat kereta api mencapai momen terakhirnya (pensiun) penggemarnya akan menangkap momen tersebut untuk melengkapi koleksi fotonya.

Sementara itu, faktor seperti pengembangan wilayah ini biasanya menghancurkan tempat-tempat pengambilan foto kereta api terbaik. 

Toritetsu umumnya memiliki kekaguman terhadap foto kereta api yang mereka lihat di majalah kereta api saat kecil. Hal itu membuat mereka juga ingin melakukan hal yang sama ketika akan mengambil foto ketika sudah dewasa.

Beberapa foto biasanya menampilkan kereta api yang jelas tanpa hambatan seperti pohon, pagar, maupun penumpang. 

Namun, hampir mustahil untuk mendapatkan foto seperti itu ketika para pengembang perumahan mengubah lanskap dari lokasi foto yang didapatkan oleh fotografer di majalah kereta api beberapa tahun sebelumnya.

Untuk mengatasi masalah dengan para toritetsu operator kereta api pada umumnya melakukan pengetatan keamanan di wilayahnya. Namun, hal ini dinilai tidak menyelesaikan permasalahan mulai dari akarnya.

East Japan Railway Co (JR East) melakukan inovasi untuk mencegah terjadinya ketegangan antara operator dengan penggemar kereta api dengan meluncurkan sebuah klub fans resmi. 

Toritetsu yang tergabung dalam klub fans resmi ini mendapatkan benefit untuk mengambil foto kereta apinya dan mempromosikannya di internet.

Menurut JR East, toritetsu ini adalah sebuah budaya. JR East memilih untuk memperlakukan mereka sebagai kawan dan bukan lawan dengan tujuan memperbaiki stigma yang sudah terlanjur diberikan. 

Dengan inovasi tersebut, JR East berharap stigma penggemar kereta api terutama toritetsu ini dapat berubah di kemudian hari.

Melihat permasalahan tersebut, saya menjadi teringat dengan kondisi penggemar kereta api di Indonesia. Kurang lebih saat ini kondisinya tidak jauh berbeda, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah kota besar.

Tidak jarang saya menemukan dan mendengar sendiri cerita dari mereka yang sering terlibat perselisihan dengan para Petugas Keamanan Dalam (PKD). 

Mereka kerap diminta untuk menunjukkan surat izin dari bagian humas, menghapus seluruh foto yang didapatkan, bahkan memaksa untuk menandatangani surat pernyataan bermaterai untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya.

Kereta Api Indonesia (KAI) sudah mengatur secara jelas mengenai aturan pengambilan foto atau video. Di mana pada intinya, operator memperbolehkan pengambilan foto di sepanjang area penumpang yang ada di stasiun untuk keperluan pribadi. 

Sementara untuk keperluan lain seperti komersial, peliputan, dan semacamnya memang diperlukan izin khusus dari bagian humas atau bagian komersial setempat sesuai kebutuhannya.

Sepanjang pengambilan foto menggunakan peralatan sederhana dan tidak mengganggu kenyamanan pengguna kereta api lainnya, KAI memperbolehkannya tanpa perlu izin. 

Sementara jika menggunakan peralatan profesional dan berpotensi mengganggu kenyamanan pengguna kereta api lainnya, KAI meminta adanya izin khusus melalui unit terkait.

Fenomena perselisihan railfans dengan PKD ini sudah pernah saya tuliskan pada artikel berjudul Railfans dan PKD yang Tak Kunjung Damai yang diterbitkan di Kompasiana pada 23 November 2021 lalu.

Belajar dari fenomena toritetsu di Jepang ini setidaknya ada hal yang ingin saya sampaikan kepada operator kereta api. Bukan tidak mungkin fenomena tersebut cepat atau lambat juga terjadi di Indonesia yang kini juga mulai gencar mengadakan proyek pengembangan prasarana perkeretaapian.

Langkah awal seperti yang dilakukan oleh JR East mungkin dapat diadopsi juga. Saat ini, ada berbagai komunitas penggemar kereta api yang tersebar di seluruh Indonesia. KAI dapat melakukan pendataan serta pembinaan terhadap komunitas untuk mengajak anggotanya bersama-sama mendukung program perusahaan.

Pada dasarnya, para penggemar kereta api ini bisa diibaratkan sebuah mesin promosi produk perusahaan yang efisien. Bahkan, dapat menghemat biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mempromosikan produknya melalui saluran media sosial.

Bahkan, selain promosi produk perusahaan, penggemar kereta api juga dapat dikerahkan untuk melakukan sosialisasi program seperti disiplin perlintasan sebidang, anti pelecehan seksual, safety hunting dan semacamnya. 

Tentunya ini bisa mengurangi beban perusahaan untuk sekadar sosialisasi yang mana membutuhkan durasi yang relatif lama dampaknya kadang baru bisa dirasakan beberapa tahun setelahnya.

KAI juga bisa memanfaatkan lahan yang dimilikinya untuk dikembangkan sebagai lokasi khusus bagi penggemar kereta api untuk bisa mengambil foto secara leluasa tanpa mengorbankan keselamatannya. 

Selain itu, bisa juga disewakan untuk pihak swasta atau UMKM yang mungkin ingin melakukan kegiatan usaha dengan syarat ikut memberikan tempat khusus untuk penggemar kereta api bisa menjalankan hobinya dengan lebih leluasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun