Fenomena perselisihan railfans dengan PKD ini sudah pernah saya tuliskan pada artikel berjudul Railfans dan PKD yang Tak Kunjung Damai yang diterbitkan di Kompasiana pada 23 November 2021 lalu.
Belajar dari fenomena toritetsu di Jepang ini setidaknya ada hal yang ingin saya sampaikan kepada operator kereta api. Bukan tidak mungkin fenomena tersebut cepat atau lambat juga terjadi di Indonesia yang kini juga mulai gencar mengadakan proyek pengembangan prasarana perkeretaapian.
Langkah awal seperti yang dilakukan oleh JR East mungkin dapat diadopsi juga. Saat ini, ada berbagai komunitas penggemar kereta api yang tersebar di seluruh Indonesia. KAI dapat melakukan pendataan serta pembinaan terhadap komunitas untuk mengajak anggotanya bersama-sama mendukung program perusahaan.
Pada dasarnya, para penggemar kereta api ini bisa diibaratkan sebuah mesin promosi produk perusahaan yang efisien. Bahkan, dapat menghemat biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mempromosikan produknya melalui saluran media sosial.
Bahkan, selain promosi produk perusahaan, penggemar kereta api juga dapat dikerahkan untuk melakukan sosialisasi program seperti disiplin perlintasan sebidang, anti pelecehan seksual, safety hunting dan semacamnya.Â
Tentunya ini bisa mengurangi beban perusahaan untuk sekadar sosialisasi yang mana membutuhkan durasi yang relatif lama dampaknya kadang baru bisa dirasakan beberapa tahun setelahnya.
KAI juga bisa memanfaatkan lahan yang dimilikinya untuk dikembangkan sebagai lokasi khusus bagi penggemar kereta api untuk bisa mengambil foto secara leluasa tanpa mengorbankan keselamatannya.Â
Selain itu, bisa juga disewakan untuk pihak swasta atau UMKM yang mungkin ingin melakukan kegiatan usaha dengan syarat ikut memberikan tempat khusus untuk penggemar kereta api bisa menjalankan hobinya dengan lebih leluasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H